Bagian 22

2.3K 193 4
                                    

Jaemin keluar dari ruangan UGD, setelah menangani pasien darurat tadi. Ia akan menemui wali sang pasien, untuk membicarakan kesehatan pasien nya.

"Wali pasien?" Panggil jaemin saat keluar dari ruang UGD.

"Saya wali nya." Renjun menghampiri Jaemin.

"Kita bicara di ruangan saya." Jaemin mengajak renjun ke ruangan nya.

Seseorang yang jaemin lihat tadi adalah renjun, mereka bertemu lagi setelah 7 tahun lamanya tidak bertemu.

"Mari masuk." Jaemin membuka kan pintu untuk Renjun.

"Anda ingin minum?" Tawar jaemin.

"Tidak perlu dokter, terimakasih." Tolak renjun.

"Baik, saya akan jelaskan tentang pasien. Pasien apa memiliki trauma?" Tanya jaemin.

"Iya, dia punya trauma dok apa karena trauma nya dia jadi kaya gini?" Khawatir renjun.

"Mungkin saja, karena pasien memiliki trauma. Tidak ada luka serius, hanya luka-luka ringan saja. Saya hanya menyarankan, jangan biarkan pasien mengalami trauma nya lagi, mungkin itu akan membuat nya melakukan hal-hal seperti ini lagi." Jaemin.

"Baik dok, terimakasih. Saya pamit." Renjun membungkuk kan tubuh nya, lalu pergi dari ruangan jaemin.

"Aku menemukan mu, kali ini." Lirih Jaemin saat tubuh renjun sudah tak terlihat lagi.

Relung hati jaemin kembali hangat saat ia melihat mata indah itu, mata yang selama 7 tahun tak ia lihat. Jantung nya kembali berdetak kencang, seperti 7 tahun yang lalu, saat nama seorang renjun di sebut.

"Sudah lama rasa hangat ini hilang, sekarang aku merasa kan nya lagi." Jaemin.

Cukup dengan 7 tahun nya, 7 tahun yang menyakitkan bagi Jaemin. Ia yang harus berjuang dengan kewarasan dirinya.

7 tahun yang lalu, jaemin benar-benar harus menahan kan kewarasan nya. Setelah dimana ia di tinggal kan oleh renjun.

Setiap hari, ingatan-ingatan terus berputar bertahun-tahun lamanya di pikiran jaemin. Bahkan untuk tidur saja ia tidak bisa, saking berisik nya pikiran ia.

Ia harus bolak-balik psikiater, untuk menghilangkan keberisikan yang ia rasakan dalam pikirannya. Untuk tidur saja, ia membutuhkan obat tidur, selama 7 tahun ia hidup dengan obat itu, hanya sekedar untuk tidur.

Kesibukan dari kegiatan-kegiatan yang ia lakukan di kampus, tak membuat nya tidur dengan nyenyak. Saat ia sendiri'an di dalam kamarnya, pikirannya akan mulai berisik kembali.

Renjun tak pernah hilang dari pikirannya, rasa bersalah terus menghantuinya selama bertahun-tahun. Ia yang selalu menanya kan keberadaan renjun pada teman-teman renjun, tapi selalu tak mendapatkan jawaban.

Yang ia dapatkan hanya makian, dan cercaan dari haechan.

"Ngapain lu nyariin renjun?" Tanya haechan sinis.

"Gw mau ngomong sama renjun, kalian tau renjun dimana?" Jaemin.

"Buat apa?, Lu mau maki-maki dia lagi?, Mau cerca dia lagi?. Gak cukup lu selama ini bikin dia sakit hati ha?" Marah haechan.

"Engga, gw gak akan ngelakuin itu." Jaemin.

"Percuma lu tanya kita juga ka, kita aja gak tau renjun dimana." Chenle.

"Jangan bohong, kalian temen renjun." Jaemin.

"Heh, kita gak tau keberadaan renjun juga karena lu ka." Haechan.

"Gw serius, gw harus ketemu renjun." Jaemin.

"Kita bener-bener gak tau, renjun udah gak sekolah hampir 1 bulan. Saat kita tanyain ke pihak sekolah, renjun sudah mengundurkan diri, ia pindah sekolah tanpa sepengetahuan kita ka." Jelas chenle.

Open Up Your HeartWhere stories live. Discover now