Jasad Pertama #Bagian 6

25 15 0
                                    

Menyembunyikan ekspresi wajah yang sebenarnya itu sangat susah.

Itulah yang aku rasakan saat ini.

Makan malam kami berjalan seperti biasa, dan Kakak mengunyah sambil membaca sebuah kliping koran. Aku tidak tahu untuk apa, tapi koran yang ada di kliping itu terbit 6 tahun yang lalu. Sepertinya dia mencari referensi untuk kasus ini atau sejenisnya.

Di sela-sela waktu, aku secara rutin mengalihkan pandangan pada ponsel di atas meja. Kakak adalah seorang wartawan, dan baru saja terjadi kasus pembunuhan. Jika mayat itu sudah ditemukan, maka seharusnya orang yang paling pertama bergerak adalah Kakak.

Tapi, seberapa lama pun aku menunggu, ponsel itu tidak berbunyi, dan kegaduhan yang aku tunggu tetap bersembunyi di balik keheningan. Sampai akhirnya, pagi menjelang dan mengganti malam yang normal ini.

Sial! Ini terlalu tenang sampai-sampai aku tidak bisa tenang!

Mungkin saja masih belum ada orang yang menemukan mayat itu, dan seharusnya belum terlambat buatku untuk berubah pikiran. Aku harus melaporkannya. Aku harus melaporkannya!

Tapi meskipun aku berulang kali meyakinkan diri, tubuhku sama sekali tak bertindak. Aku melewatkan semuanya. Aku bersiap-siap dan berangkat sekolah seperti biasa. Seolah-olah tak terjadi apapun.

Keparat!

Aku merasa kesal pada diriku sendiri sekarang.

Hampir sampai di sekolah, aku sadar bahwa akan lebih sulit buatku menghadapi teman sebangkuku saat ini. Kegugupan macam apa yang akan datang nanti, aku benar-benar tidak tahan memikirkannya. Pembunuh. Mayat. Kami berdua duduk bersebelahan dan bertindak seperti murid biasa, namun dibalik topeng itu kami tahu apa yang orang lain tak tahu.

Aku tidak bisa tenang karena ketenangan ini!

Aku tidak tahu masa depan apa yang menunggu di depan. Tak seharusnya aku bingung. Jawaban dan caranya sudah benar-benar jelas. Aku hanya tinggal bertindak! Tapi entah kenapa aku tidak bisa melakukan hal itu karena hal yang tidak jelas.

Karena hal yang berada di luar logika.

Ketika aku melangkahkan kaki ke dalam kelas, lonceng sudah berbunyi. Sepertinya aku hampir terlambat, tapi aku sama sekali tak peduli. Saat ini, aku harus bersiap untuk hal yang paling menggangguku.

Duduk dengan 'si tersangka'.

Guru masuk ke kelas dan aku mencoba mengabaikan bebanku. Aku terus dalam keadaan seperti itu sampai akhirnya lonceng waktu kepulangan berbunyi. Suara itu masuk ke telingaku secara samar, seolah tak nyata.

Aku tahu gadis itu sering terlambat, tapi untuk hari ini dia sama sekali tidak masuk.

Gadis Berpayung SenjaWhere stories live. Discover now