Tiggal beberapa sendok lagi makanan di piring Kagumi, tapi perempuan itu terasa berat memakannya.Kagumi diajarkan untuk menghabiskan makanan yang diambilnya, jadi meskipun terasa serat di tenggorokan karena ucapan sang ibunda yang terasaberat untuk Kagumi. Perempuan itu memaksakan makan sampai habis.

Setelah piringnya bersih tidak tersisa makanan kagumi langsung minun air putih, dia tidak lantas beranjak pergi. Disebelahnya sang suami masih makan, ajaran lain dari orangtuanya adalah ketika suami masih makan atau sedang makan, maka sebagai istri harus menemani suami sampai selesai.

Mereka duduk bersisian dengan mulut tidak mengeluarkan suara,Kagumi menunggu Kaisan yang sedang makan. Bagaimana pun Kagumi sudah menjadi seorang istri, dia sadar sesadar sadarnya harus melayani sang suami meski dengan berat hati. Betul kata sang Mama, jika dibiasakn rasa ikhlas itu akan datang. Dan Kagumi akan memulainya.

Melihat piring Kaisan yang akan tandas, Kagumi meraih gelas dan menuangkan air minum untuk sang suami, lalu menyimpannya dihadapan Kaisan tanpa berkata.

Setelah sarapan selesai Kagumi membereskan meja makan dan membawa piring kotor bekas makannya dan Kaisan ke dapur untuk di cuci oleh ART yang bekerja di rumahnya.

Setelah ini dia bingung mau ngapain, kembali ke kamar setelah makan itu bukan gaya nya. Kagumi mana mau, setelah makan langsung rebahan di kamar, emang enak tapi itu bikin berat badannya naik. Oh No, Kagumi tidak suka itu.

Perempuan itu memutuskan pergi ke taman belakang, duduk di sofa yang menghadap ke kolam renang. Memainkan hp nya karena bingung mau ngapain. Cuaca hari ini sebenernya bagus untuk ke luar, namun di situasi sekarang rasanya Kagumi tidak akan di perbolehkan ke luar rumah. Jika boleh pasti harus sama Kaisan, dan Kagumi malas jika harus bersama laki-laki itu. Apalagi setelah kejadian tadi subuh, yang bikin Kagumi antara malu dan kesal sama Kaisan.

Tengah asik memantau para pegawainya di toko lewat hp, Kagumi merasa di sebelahnya ada orang. Dia melirik siap yangduduk disebelahnya, saat tahu Kaisan orangnya Kagumi melengos lalu kembali fokus pada hp yang dia pegang.

" Ngintilin mulu." Gumamnya yang sayang didengar Kaisan.

" Biarin." Acuh laki-laki itu. " Mi?" panggilnya pada sang istri.

" Hmm?"

" Kagumi?" panggilnya lagi karena respon Kagumi hanya gumaman tak jelas.

"Apa sih Kai?" tanya dnegan mata yang tidak lepas dari hp.

" Ada yang mau aku bicarain." Ucap Kaisan meminta perhatian sang istri.

Kagumi berdecak pelan, merasa terganggu kegiatannya terusik," Ya tinggal ngomong aja, apa susahnya sih Kai pake manggil segala." Sebalnya.

" Ya, tolong jangan main hp dulu, hp nya ditaruh dulu."pintanya lembut, Kaisan mengambil tangan kagumi yang kosong untuk dia genggam. " Kita biara dulu ya sebentar." Ucapnya lembut.

Kagumi mendengus kasar, tangannya dia tarik dari genggaman Kaisan namun tidak terlepas. " Lepasin tangannya." Kata Kagumi.

" Nggak mau." Keras kepala sang suami.

Kagumi mengehela nafas pelan, menatap datar Kaisan. " Cepet mau ngomong apaan?"

Kaisan terdiam bebrapa saat, seperti sedang mengumpulkan kata-kata. " Aku udah bilang sama Papa dan Bang Kala, setelah kita nikah aku mau bawa kamu untuk tinggal di rumah Ibu."

" Kenapa nggak tinggal di rumah kamu sendiri?' potong Kagumi, padahal Kaisan belum selesai berbicara.

" Tolong dengerin dulu ya, Mi. Papa dan Bang Kala sudah setuju. Aku juga punya alasan kenapa ngajak kamu tinggal bareng Ibu. Bukan karena aku nggak mampu beli rumah, aku sangat mampu beli rumah yang elit sekalipun Mi. Tapi, kamu kan tahu sendiri aku udah nggak ada Ayah. Kak Laras pun ikut suaminya ke Surabaya. Aku sebagai anak laki-laki yang wajib ngurusin Ibu, gimana kalo kita tinggal misah. Ibu bakalan sendirian, nggak ada yang ngurus apalagi Ibu yang sering sakit-sakitan. Di rumah memang ada Bibi yang bant-bantu, tapi aku tetep khawatir kalo ninggalin Ibu. Kamu tenang aja Mi, kamu nggak bakalan aku suruh-suruh buat ngerawat Ibu dan ngerjain pekerjan rumah kok." Jelas Kaisan.

Kagumi & KaisanWhere stories live. Discover now