Dekat Radipta itu bahaya - 1 Juni 2021

Mulai dari awal
                                    

Kalau biasanya aku berharap Radipta hadir, kini untuk pertama kalinya aku berharap semoga ia tak masuk sekolah.

•••

"Lama banget gak keluar-keluar. Gak masuk kali bocahnya."

"Sabar, kek, Len. Siapa tau emang seneng ngerem di kelas, tuh, orang."

Sudah hampir sejam kami duduk lesehan di depan kelas. Ale dan Esa tengah memakan es krim cone, Nayya dan Puspa memakan sempol, sedangkan kami sisanya hanya melihat mereka makan karena tak berani ke kantin sebelum jam istirahat berdering.

"Tadi lo ketemu Pak Jono, gak, di kantin?" Esa bertanya pada Ale. "Gue hampir ketauan. Untung boleh ngumpet di kedai Teh Endah."

Teh Endah yang dimaksud adalah penjual es krim di kantin. Memang orangnya baik dan gampang akrab dengan siswa-siswa disini.

"Kagak. Lo mah lama milih-milih, makanya ketauan."

Lena berdecak seraya geleng-geleng kepala. "Untung ni koridor isinya cuma dua kelas. Coba di gedung depan yang deketan sama ruang guru. Abis lo semua."

"Len, mau, gak?" tawar Nayya seraya menyodorkan setusuk sempol.

Lena mengangguk seraya tersenyum lebar. "Hehe, makasih, Nay."

"Yeu, disodorin sempol doyan juga." cibir Ale yang membuat kami semua terbahak.

"Noh, noh, pada keluar. Yang mana orangnya?"

Dapat ku lihat pintu kelas sebelah terbuka. Pertama gerombolan perempuan yang keluar, lalu beberapa detik kemudian muncul Heru, diikuti Rafi, kemudian Dhika.

"Gak ada," ujar Nayya seraya melahap kembali sempolnya yang sempat ia simpan karena Heru baru saja lewat.

Syukur doaku terkabul. Sepertinya Radipta memang tak masuk hari ini.

"Itu, bukan?"

Suara Esa membuat kami serempak menoleh lagi.

Benar saja. Radipta keluar dari kelas beberapa detik setelah teman-temannya turun dari tangga.

Mungkin doaku kurang serius.

Ale kini memandangku dengan senyum mesem-mesem seraya mengangkat kedua alis.

Mati aku.

Radipta berjalan mendekat dengan kepala lurus ke depan. Sepertinya ia agak canggung juga karena kami semua duduk di depan kelas seperti ingin menghadangnya.

Ale menyenggol lenganku ketika wujudnya sudah hampir melewati kami.

"Pagi, Ta."

Ia berhenti lalu menoleh. Aku menatapnya takut-takut seraya tersenyum canggung.

Hening menguasai. Ku rasa semua pasang mata tertuju pada kami-aku dan Radipta-karena selama beberapa detik tersebut, tak ada satu pun yang bicara.

"Pagi juga."

Ku lihat sudut bibirnya tertarik ke atas sedikit, sebelum sosoknya berlalu turun dari tangga karena Heru memanggilnya.

"WUU!!" Ale bersorak di telingaku, diikuti Esa dan Lena.

"Ah, yakin ini mah sebenernya udah deket." celetuk Esa dengan senyum meledek.

Ale geleng-geleng kepala. "Tau gitu mending tadi hukumannya joget di lapangan biar lebih menantang."

Aku mendelik padanya.

"Sok cool banget. Mending suka sama yang lain." seru Puspa tiba-tiba yang mendapat gelengan tak setuju dari Lena.

Satu Cerita Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang