Berita Bahagia

128 32 14
                                    

"Iya, halo ..."

Bumi merapatkan mulutnya. Tangannya bergetar. Suara yang sudah lama tak pernah terdengar akhirnya kembali dia dengar. Sepertihalnya dirinya yang terdiam cukup lama. Pria di sebrang sana juga sepertinya terdiam. Hal itu dia sadari dari balasan telpon yang hanya berhenti dikata 'halo'.

Bumi masih tetap menunggu. Dia tidak suka memulai pembicaraan. Lagipula bukankah sang papa yang lebih dulu menelponnya. Itu berarti, papanya yang memiliki urusan penting hingga akhirnya berniat untuk menelpon.

"Hmm ... Apa kabar?" Rega mengajukan pertanyaan disebrang sana. Setelah kebingungan menyusun kata, Rega hanya bisa menanyakan kabar. Setidaknya dengan dua kata ini, dia dan Raga bisa kembali berbicara.

"Baik," jawab Raga dengan sangat singkat. Raga seolah tak mau menanyakan kabar dari ayahnya sendiri.

"Syukurlah ..." ada jeda lagi. Rega melirik Caca. Wanita cantik itu memberikan kode agar Rega memberikan ponsel miliknya.

Dengan menjauhkan ponselnya agar Raga tak tau mengenai kondisi Caca, Rega pun berbisik, "Cinta, nanti dulu. Aku takut Raga kaget. Terus dia nggak percaya kalau kamu masih hidup."

"Tapi aku mau ngomong sama Raga. Aku udah kangen, banget, Cin." Caca menampilkan wajah memelas andalannya.

"Sebentar lagi kan kita pulang. Kamu bisa ngomong banyak hal sama Raga, nanti. Tolong izinin aku usaha buat luluhin Raga, dulu, ya." Rega memberikan alasan. Caca yang memang sudah tau mengenai permasalahan antara Rega dan putra mereka memilih mengalah. Ia mengangguk patuh.

Melihat respon positif dari Caca, Rega tersenyum sumir. Ia kembali memfokuskan diri agar bisa berbicara panjang lebar dengan Raga.

"Raga," Rega kembali memanggil.

"Hmm." Bumi menyahut. Ternyata dia masih betah menunggu Rega yang menghilang beberapa saat lalu.

"Tumben Papa nelpon Raga. Ada apa?" Pada akhirnya Bumi memilih mengalah.  Dia benar - benar berubah. Sikapnya menjadi lebih dewasa, keras kepalanya pun perlahan menghilang.

"Papa kangen sama Raga. Maaf ya karena Papa baru bisa hubungin Raga sekarang." Rega berkata dengan nada sedih. Ia sudah sangat menyesal karena sengaja menelantarkan sang putra beberapa tahun terakhir.

"Its okay, Pa. Papa apa kabar?"

"Papa baik - baik aja di sini. InsyaAllah sebentar lagi Papa akan pulang ke Indonesia. Papa punya kejutan berharga buat Raga." Rega tersenyum haru. Sembari terus menelpon Bumi, ia juga merangkul Caca yang sudah menangis. Istri cantiknya itu kembali menangis meskipun sudah dia larang.

Mendengar berita kepulangan sang ayah, Bumi tentu merasa senang. Akhirnya, setelah bertahun - tahun dia dan Rega bisa kembali berbaikan. Walau masih diselimuti rasa canggung, setidaknya dia dan Rega kembali memulai komunikasi yang baik.

"Kapan Papa bisa ke Indonesia?" tanya Bumi sangat antusias.

"Secepatnya. Kenapa? Raga kangen banget ya sama Papa?" Rega sempat - sempatnya menjahili Bumi. Rasanya menyenangkan, karena sudah lama dia tidak menjahili putranya itu.

"Biasa aja, sih," balas Bumi tak kalah jahil. Seolah tau ekspresi apa yang akan di pasang oleh Rega. Bumi menyunggingkan senyum kemenangan.

"Nggak baik jail sama Papa sendiri."

"Ya, maaf. Raga harap Papa bisa cepet ke Indonesia. Temen Raga butuh bantuan Papa." Bumi memulai pembicaraan tentang Juna.

"Butuh bantuan Papa? Emang dia kenapa?" tanya Rega bingung.

"Dia punya sakit jantung. Sekitar dua minggu yang lalu dia kecelakaan, dan sekarang dia koma. Papa kan dokter spesialis jantung, Raga yakin Papa bisa bantuin temen Raga itu." Bumi meminta dengan tulus. Meskipun dulu Rega gagal menyelamatkan sahabatnya. Akan tetapi, saat ini hanya Regalah yang bisa Bumi harapkan untuk membantu menyembuhkan Arjuna.

Bad Boy and Silent Princess [END]Where stories live. Discover now