Kisah Yang Sama

310 52 7
                                    

***

Aruna memegang erat tali tas gendong hitam yang dia pakai. Setelah tadi dia berusaha untuk mengambil sepeda yang dia tinggalkan. Aruna harus mendapati sepeda kesayangannya menghilang. Awalnya, Runa pikir dia lupa mengenai tempat meletakkan sepedanya. Namun, setelah berusaha sekeras tenaga. Ternyata sepedanya benar-benar hilang.

Runa mengembuskan nafas. Hatinya merasa sangat sedih. Rasanya ia ingin segera pulang dan meminta maaf langsung pada Alan karena telah menghilangkan sepeda pemberian sang ayah. Akan tetapi, ada janji yang harus Runa tepati. Karena janji itu, Aruna pun memilih berjalan kaki untuk menemui Gavin.

"Runaaa!"

Aruna mendongakk. Kedua alisnya tertaut. Presensi Gavin yang berlarian ke arahnya membuat dia kebingungan.

"Gavin. Ngapain lo ke sini?" tanya Aruna setelah Gavin berada lebih dekat dengan dirinya.

Gavin terdiam. Mampus! Gue mau jawab apaan. Nggak mungkin kan gue bilang kalo gue nggak sabar nunggu Aruna lebih lama.

"Gavin!" Aruna terlihat kembali memanggil teman sekelasnya yang sibuk terdiam.

"Ah, iya. Sori. Lo tadi tanya apa?" Gavin berusaha menguasi diri. Dia tidak boleh terlihat gugup di depan Aruna.

"Ngapain lo ke sini?"

"Gue nyusulin lo. Soalnya, lo lama banget. Gue takut lo kenapa-kenapa."

"Lo pikir gue lemah?" Bukannya senang karena di khawatirkan. Aruna malah merasa Gavin meremehkan dirinya.

"Bukan gitu." Gavin mengelak.

"Terus gimana?"

"Eh, kok lo jalan kaki? Sepeda lo mana? Lo kerampokan?" Gavin sengaja mengganti topik pembicaraan. Sepertinya pemuda itu tau bahwa dirinya akan mengalami kesulitan jika meladeni pertanyaan Aruna.

Aruna menghela nafas. Dia melirik Gavin sekilas sebelum memilih kembali berjalan santai. "Ilang."

"Kok bisa?" Gavin terkejut. Pemuda itu berusaha berjalan sambil menjaga jarak.

"Bisa. Buktinya sepeda gue nggak ada."

"Mau gue bantu cari?"

"Nggak perlu. Percuma. Sepedanya pasti udah diambil orang."

"Maaf ya."

Aruna menghentikan langkah kakinya. Dia memutar tubuh secara perlahan. Ditatapnya wajah Gavin yang dipenuhi rasa bersalah.

"Maaf? Ngapain lo minta maaf?"

"Gue minta maaf karena gue udah bikin sepeda lo ilang. Harusnya gue nggak nyusahin lo. Gue emang payah. Gue selalu bawa sial." Kepala Gavin tertunduk.

"Udah. Nggak usah lo pikirin. Sepeda itu emang berharga. Tapi nyawa manusia jauh lebih berharga."

Aruna kembali berjalan. Gavin pun mengikuti dari belakang. Pemuda itu tampak menarik senyuman. Keheningan pun menyelimuti. Dalam diam Gavin merasa ingin menceritakan sesuatu. Akan tetapi, apakah Aruna akan mendengarkan ceritanya?

"Runa," panggil Gavin pelan setelah memutuskan untuk mencoba bercerita pada Aruna.

"Hmm."

"Gue mau cerita. Apa lo mau dengerin?"

Hening. Aruna tidak merespon. Gadis itu juga tetap berjalan.

Kayaknya Runa nggak mau dengerin gue deh. Bodoh. Lo terlalu kepedean, sih Vin. Sakit hati kan lo sekarang. Gavin menggigit bibir bawahnya pelan.

Bad Boy and Silent Princess [END]Where stories live. Discover now