4 - Butterfly

694 116 18
                                    

Matsuri bingung melihat Sakura lebih banyak melamun hari ini. Saat diajak bicara pun, dia hanya menjawab sekadarnya saja. Ditanya apa sedang ada masalah, dia hanya bilang tidak apa-apa. Ditanya begitu terus, ujung-ujungnya dia malah mengomel tidak jelas. Teman-temannya menduga dia tengah bertengkar dengan sang pacar.

“Sakura,” panggil Matsuri hati-hati.

“Hm?” Sakura menyahut dengan malas.

“Kau sedang perang dingin dengan pacarmu?”

Sebelah alis Sakura terangkat heran. Ada satu persoalan tentang Sasuke memang sedang membebani pikirannya, tapi mereka tidak terlibat perselisihan apa pun sejauh ini. Atau dia sendiri yang terlalu berlebihan menampakkan kerisauannya?

“Tidak, hubungan kami baik-baik saja kok.”

“Lalu, kenapa kau melamun terus?”

“Begini—”

“Pip pip, sebentar. Kami mau duduk dulu,” potong Shizuka buru-buru mengambil kursi siswa lain dan mendudukinya.

“Kami ketinggalan apa?” tanya Sari duduk di meja, tepat di belakang Shizuka.

“Serius sekali? Sakura sudah memberitahu siapa pacarnya?” timpal Yukata tidak kalah kepo.

“Baru mau cerita dia,” jawab Matsuri mengambil roti pemberian Shizuka, diterima juga oleh Sakura.

“Ayo cepat cerita, kami sudah penasaran.”

Sakura menghela napas pelan. “Begini, setelah lulus nanti. Aku harus kembali ke kampung halamanku di Kyoto.”

Ohuk!

Shizuka dan Sari kompak tersedak, mereka terbatuk sambil menepuk dada masing-masing. Bukan hanya mereka, sebagian teman sekelas sama kagetnya.

“Kenapa kau malah tiba-tiba pindah?”

“Kau LDR-an dengan pacarmu dong.”

Tanggapan teman-temannya memang membuat Sakura tambah galau. Namun setidaknya, beban yang dipendamnya bisa berkurang nanti. Mungkin tidak ada salahnya juga Sakura terbuka pada mereka.

“Ayahku memutuskan melanjutkan pekerjaannya dan menetap kembali ke Kyoto.”

“Kauminta izin saja tetap mau kuliah di Tokyo.”

Sakura menggeleng lemas, menyanggah saran Yukata barusan, “Ibuku tidak mengizinkan aku tinggal sendirian di sini.”

“Bagaimana kalau kau menyewa apartemen bersama-bersama dengan kami?”

“Tidak dibolehkan juga,” jawab Sakura lagi-lagi berkebalikan dari pertanyaan Sari tersebut.

“Ibumu posesif sekali,” komentar Matsuri merasa ibu Sakura agak berlebihan dalam mengekang sahabatnya.

“Ibuku bilang, dia tidak bisa jauh-jauh dariku.”

“Wajar saja sih.” Shizuka sangat paham kondisi Sakura sekarang. “Kau ‘kan putri semata wayang orang tuamu. Mereka sangat menyayangimu sampai-sampai tidak mau melepaskanmu menjadi mandiri.”

“Benar sekali. Aku bahkan menyuruh kakak sepupuku membujuk ayah dan ibuku, tapi mereka tetap menolak.”

“Susah juga jadi kau, ya. Kalau sampai melawan sedikit, nanti malah membuat mereka kecewa.” Yukata ikut prihatin terhadap posisi Sakura.

“Jadi, aku harus bagaimana?”

“Mau tidak mau, kau harus ikut pulang bersama orang tuamu ke Kyoto nanti.”

“Berat rasanya harus meninggalkan Tokyo.”

Matsuri mengusap-usap punggung Sakura agar sahabatnya itu menjadi sedikit lebih baik. Selama enam tahun merantau ke ibu kota, sudah banyak kenangan manis terlukis di hidupnya; seperti mendapatkan banyak teman baru, mengetahui berbagai destinasi wisata, menoreh prestasi gemilang sampai menemukan pacar. Memang amat disayangkan, Sakura terpaksa pergi dari kota tersayang ini nanti.

Who Are YouWhere stories live. Discover now