Bukan tanpa alasan kenapa Kyai Kafabihi menyetujui rencana perjodohan itu. Setelah mulai menyerah menemukan Badri dan anak turunnya, beliau merasa menerima permintaan Bu Nyai Fatma adalah hal yang realistis.

Lebih lagi, Dzakwan, anak sulung Bu Nyai Fatma itu tumbuh dalam pengawasan Kyai Kafabihi sendiri. Mengingat, sejak Mts hingga MA, Dzakwan mondok di pesantren Bahrul Falah. Dia adalah pemuda yang baik dan cerdas. Beasiswa S1 ke Mesir menjadi buktinya.

Saat itu, Ummi Nafis, perempuan berhati selembut kapas itu memandangi wajah suaminya. sembari mengusap pundak lelaki itu, ia berkata.

"Jodoh itu janji Allah, Bah. Ndak apa-apa, biar Allah sendiri yang menentukan gimana baiknya."

Kyai Kafabihi selalu merasa begitu beruntung memiliki istri seperti Ummi Nafis. Seseorang yang selalu mendukungnya. Menguatkannya. Mengingatkannya bahwa dia beserta ilmu yang dimilikinya tak akan pernah sempurna tanpa kehadiran perempuan itu.

"Perempuan yang baik hanya untuk laki-laki yang baik," bisik Ummi Nafis.

Dan baik Ummi Nafis maupun Kyai Kafabihi yakin siapa pun yang akan menjadi jodoh anak bungsunya nanti, maka dia pastilah laki-laki yang baik.

Seperti mereka mengenal Una sebagai putri mereka yang baik dan penurut.

☘️🌱🍁

"Sebenarnya, Ibu dan Kyai Kafabihi udah merencanakan semuanya dari dulu, Nang."

"Kenapa Ibu ndak bilang dari dulu?" tanya Dzakwan.

"Ibu ingin kalian berdua fokus ngaji dulu tanpa memikirkan hal lain. Sekarang, Ibu pikir waktunya udah tepat untuk memberitahumu, Nang."

"Ta ... tapi, bagaimana dengan dia, Bu? Apakah Una udah tahu?"

"Belum, Wan. Una belum saatnya tahu. Tunggu nanti, setelah qur'an dan kuliahnya selesai. Gimana menurutmu, Nang?"

"...."

"Wan?"

"Tapi, aku belum pernah bertemu dengannya, Bu."

"Nanti juga ketemu. Ibu yakin kamu ndak akan kecewa. Dia adalah yang terbaik, Nang."

"..."

---

Dzakwan terkesiap begitu seseorang menggoyangkan bahunya.

"Wan, bangun! korang nak talaqqi ape nak tidoh?"

Dzakwan pura-pura meringis pada Faisal, temannya dari negeri Jiran yang sekarang sedang menghela napas.

Dilihatnya ke sekeliling, ia masih berada pada sebuah halaqoh di masjid Al-Azhar. Langit cerah membentang di atas kepala. Beberapa larik cahaya mengendap di lantai dan lekukan bangunan masjid.

Dzakwan membuka kitabnya. Kegiatan talaqqi ini semacam bandongan. Metodenya ialah meyampaiankan ilmu secara face to face dari seorang Syeikh. Dilakukan secara musyafahah (lisan) kepada murid-muridnya.

Seorang Syeikh itu akan duduk, biasanya pada sebuah kursi. Lalu murid-muridnya akan membentuk halaqoh mengelilinginya. Metode seperti ini juga yang diterapkan Nabi Muhammad saw sejak awal-awal kedatangan Islam.

Di masjid Al-Azhar sendiri ada banyak sekali ruwaq. Di antaranya yang masyhur ialah, ruwaq usthmaniyyah, ruwaq fathimiyyah, ruwaq magharibah, ruwaq al-atrak, dan ruwaq abasiyyah.

NING, Dan Sebuah Kisah Dalam Hening Место, где живут истории. Откройте их для себя