Manohara teguh dengan pendiriannya. Manohara membeku sesaat setelah mengatakan kalimatnya. Ia, ia paham maksud Rajendra.

Tetapi pernikahan tidak akan awet dengan orang ketiga. Manohara menyayangi Sienna, sangat. Ia tidak ingin putrinya itu terluka.

Dan Manohara bisa menebak, Sienna akan lebih terluka bila Rajendra mengambil selir.

Manohara percaya Sienna lebih dari kuat untuk menghadapi semuanya. Masalah anak mereka yang diincar, bukankah mereka bisa melindunginya?

"Tidak ada yang baik dari pernikahan dengan orang ketiga, Putra Mahkota." Manohara berusaha membelokkan pikiran putranya, mengisi otak putranya dengan hal yang lebih baik.

Hal yang lebih sesuai dengan apa yang memang harusnya dilakukan.

Rajendra terdiam. Ia kembali berpikir, merenungi apa yang harus ia lakukan ke depan. Perkataan Karna, perkataan ibunya. Wajah Sienna, semuanya berpilin berkelindan jadi satu di benak Rajendra.

"Pikirkan baik-baik, Putra Mahkota. Ibu tidak ingin Sienna terluka, sama seperti kamu," tutup Manohara. 

Namun baru saja Rajendra membuka mulut, Paramita--kepala dayang--membuka pintu membawa gulungan berpita merah.

"Hamba, Yang Mulia." Paramita membungkuk, menyerahkan gulungan surat berpita merah pada Rajendra. Manohara menatap tajam Paramita yang masih membungkuk.

"Dari Pangeran Mahesa, Yang Mulia," jelas Paramita lebih lanjut. Rajendra mengernyit, tetapi melihat gestur sang ibu, ia langsung membuka gulungan surat itu di tempat.

"Bacalah, Putra Mahkota," titah Manohara. Rajendra berdeham, tetapi pria itu langsung berjengit bersama sang ibunda setelah membaca surat Mahesa.

**

Anargia duduk di bangku Taman Ekalaya. Alam memandangi Anargia, meneguk sirup yang ia hidangkan sendiri. Anargia menatap datar Alam yang tiba-tiba tertawa.

"Aku menyayangkan sikapmu, Anargia." Alam tertawa geli. Pangeran muda di hadapannya bisa ada di sini karena putus cinta--Ah. Alam tertawa.

Betapa Anargia tidak bersyukur dengan hidupnya sendiri.

"Tidak ada sikapku yang salah, Yang Mulia." Anargia menyanggah. Alam menggelengkan kepala.

"Apa membuka seluruh rahasia Putri Mandalika itu tidak salah, Pangeran?" sindir Alam terang-terangan.

Ia tidak pernah membenarkan perilaku ibunya, tidak ingin ikut campur perilaku ibunya ... Melihat Anargia bergabung dengan ibunya karena alasan patah hati, jujur, Alam membenci.

"Perilakumu seperti bukan pria," ketus Alam jujur. Anargia tertawa kecil.

"Pangeran belum pernah merasakannya, jadi Pangeran tidak mengerti." Anargia kembali membantah, membuat Alam hampir menyemburkan sirupnya.

Tidak pernah merasakan, katanya?

Ketika ia dan Rajendra sama-sama memperjuangkan Pluvia, dan Pluvia lebih memilih Rajendra sebagai kekasihnya. Walau kini mereka sudah berpisah, Alam tetap saja tidak bisa memenangkan hati Pluvia ....

... Tidak pernah, katanya. Alam hampir mengumpat.

"Kau bahkan punya Alia di sisimu. Di saat aku ada di posisimu, aku tidak punya siapa-siapa," balas Alam dingin. Anargia menelan ludah mendengar kalimat lawan bicaranya.

"Kalau aku sepertimu, sudah lama Rajendra mati karena kubunuh, Anargia." Alam memutuskan membuka rahasianya, mencegah Anargia agar tidak berjalan terlalu jauh.

"Tetapi aku memahami setiap orang punya takdir yang tidak bisa diraih orang lain." Alam menatap tajam Anargia yang kini memalingkan muka. Pria muda pewaris Tanah Nirvana itu seketika merasa tertampar.

Naladhipa : The Crown Princess Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang