1. Cafe Starmoon

35 3 0
                                    

Ting!

Bunyi bel cafe ketika ada seorang pelanggan yang baru datang. Laki-laki dengan style serba hitam yang baru saja memasuki cafe langsung bergabung dengan temannya di lantai 2. Cafe Starmoon ini memiliki lantai sebanyak 2. Lantai pertama untuk pelanggan umum, sedangkan lantai kedua sudah digunakan atau di cap menjadi basecamp anak Buster. Geng kuat yang sudah menjadi rival Geng Tamada.

"Ini dia manusia yang kita tunggu kehadirannya sejak lahir." celetuk Ken - Sang ahli strategi.

"Kita? Lo aja kali." ujar Refan sambil minum air sodanya.

"Diem lo! Ngajak ribut aja kerjaannya." balas Ken dengan sorot mata sinisnya untuk Refan.

"Lo ngapain dah nungguin gue selama itu? Kuker banget." balas Bara, sambil berhigh five bersama kawan-kawannya.

"Serah gue lah."  jawab Ken apa-adanya. Niatnya adalah bercanda tapi malah dirusak oleh Refan dengan wajah tanpa dosanya.

"Ken." panggil Refan dengan raut wajah serius.

"Apaan? Jangan panggil-panggil! Gue masih kesel ama lo." Ken sedikit memberi jarak duduknya pada Refan.

"Dih, sensian." cibir Refan tak dianggap oleh Ken.

___

"Rain, bawa semua makanan ini ke lantai 2!" pinta David - Bos tempat kerja Raina alias pemilik cafe Starmoon.

"Siap, bos!" Raina memberikan salam hormat pada David.

David terkekeh melihatnya. "Bisa aja lo."

David, Raina, dan 2 staff lain membawa makanan ke lantai 2. Ramai. Itulah suasana yang dirasakan 3 staff cafe Starmoon itu setelah menginjakkan kaki di ruangan yang sedikit temaram.

"Taruh aja disitu!" tunjuk David pada meja berkayu yang berwarna putih. "Oh iya, Rain, minta tolong ambilkan kotak warna merah di meja gue ya?"

"Apapun untukmu bosku." Raina tersenyum manis. Ia pun pergi dari sana dan segera menjalankan tugasnya.

Raina memasuki ruangan David, lalu mengambil kotak yang telah disebutkan. Lalu ia keluar dan kembali menaiki tangga untuk memberikan kotak tersebut pada sang pemilik.

"Ini bosku." David menerima kotak tersebut dengan senyum yang mengembang.

"Terimakasih. Lo boleh pergi." Tanpa disuruh pun Raina sudah pasti pergi dari sana. Mana kuat ia dengan asap rokok yang sudah seperti memenuhi ruangan bercat warna navy.

Semua gerak-gerik Raina tak lepas dari pandangan seorang Bara Dandelion. Begitu melihat senyuman Raina yang sangat manis, hati Bara langsung berbunga-bunga. Senyumnya pun merekah tak tertahan. "Lo ngapain dah senyum-senyum kek gitu. Udah gila lo?" itu David yang bertanya.

"Iya bang, gila sama seorang cewek termenggemaskan." jawab Bara, senyumnya masih belum hilang.

"Widiih, ada lagi nih? Yang mana? Gue jadi kepo." ujar David menggoda.

"Entar aja deh, bang. Sekarang kita nikmati dulu party-nya."

"Oke. Gue tagih nanti." David dan Bara tertawa, padahal tidak ada yang lucu.

"Rain, bentar lagi shiftmu selesai. Mau deeptalk?" tanya Adin, teman sekerjanya.

"Lain kali aja, Din. Gue lagi sibuk beres-beres." Adin mengangguk kepalanya.

Raina dan Adin sudah seperti sahabat. Setiap shift Raina akan selesai, Adin selalu menawarkan diri untuk deeptalk bersama Raina. Kebiasaan ini bermula ketika Raina yang ketahuan menangis di toilet. Bukan ingin tahu, Adin hanya ingin sedikit meringankan beban Raina dengan cara menjadi teman curhat. Ia adalah gadis yang sudah menjadi telinga kedua Raina. Adin itu pendengar yang baik. Kadang jika ada solusi, dia akan mengutarakan pendapatnya pada Raina.

TAKE MY HANDWhere stories live. Discover now