bagian 5

3 1 0
                                    

Pagi ini hujan turun tanpa diminta membuat siapa saja merasa malas Malas untuk bangun, dan malas untuk melakukan hal apapun. Suasana dan cuaca yang begitu mendukung, Amara akhirnya memutuskan untuk tidak berkuiah saja hari ini dengan alasan bahwa dirinya sedang sakit. Toh sekarang keadaannya masih belum membaik, ditambah lagi harus mendengarkan pelajaran yang membuat pusing dan sakit kepala

Suara ketukan pintu terdengar, knop pintu yang berputar lalu terbuka di iringi langkah kaki seorang wanita yang tak lain adalah sahabatnya Safa

Safa berjalan menghampiri Amara dan duduk di sisi kanan kasur "Ra, maaf yah aku nggak tau kalo kamu itu lagi ada masalah Hening sejenak melanda Amara juga merasa bersalah karena tidak pernah berbagai cerita kepada sahabat karibnya ini

"Nggak papa, ini bukan salah kamu" ucap Amara menenangkan

.........

Waktu berputar begitu cepatnya. Safa sudah pargi sedari tadi setelah bercerita dengan Amara, karena Safa ada kuliah sedangkan dirinya sedang izin. Tidak mungkinkan jika Safa bolos kelas. Jika sedang tidak sakit Amara juga akan kuliah hari ini, bukan karena berlagak sok rajin, jika SMA tertinggal pelajara tidak menjadi masalah, maka di waktu kuliah kamu akan merasakan rasa ketertinggalan yang jauh meski tidak masuk kuliah satu hari atau mungkin ada tugas yang tidak kamu mengerti akan sulit untuk di mengerti tanpa penjelasan dari dosen

Pada akhirnya karena bosan Amara berniat keluar rumah sebentar untuk sekedar duduk di teras dan menghirup oksigen dari pepohonan yang ada di depan rumahnya

"Amara, liat apa yang mama bawa?" tiba-tiba saja mamanya muncul di belakangnya, membuat Amara sedikit terkejut dan berbalik melihat gerangan apakah yang membawa mamanya kepadanya

"Makasih ma, kayaknya emang lagi rindu sama makanan yang satu ini. Amara tersenyum lebar, kala melihat sebuah makanan berkuah yang terbuat dari sagu hingga siapa saja yang memakannya akan tersedak karena tersangkut di kerongkongan. Sebut saja makanan itu adalah Papeda. Makanan khas papua, mungkin beberapa orang kurang berminat, namun bagi Amara ada rasa yang spesial dari papeda ini.

Sengaja mamanya membawa dua porsi untuk mereka berdua nikmati diteras rumah teduh yang begitu sejuk. Suasana yang begitu mendukung untuk menikmati hidangan Papeda yang begitu menggunggah selera

Amara mulai menikmati Papedanya, makannya begitu lahap mungkin karena memang perutnya

sedang lapar

"Mama liat Tama itu anaknya baik ya Ra" Pernyataan Mamanya malah membuat Amara tersedak Papeda yang baru saja masuk setengah kerongkongan. Padahal sedari tadi Amara berdoa agar mamanya tidak mengungkit masalah semalam

"Hmmm... Hati orang siapa yang tau sih ma?" jawab Amara Seadanya, tidak ingin membuat kecurigaan juga tak ingin agar mamanya langsung percaya begitu saja

"Iya bener...tapi semoga bisa jadi anak baik"

Setelah kalimat tersebut tidak ada lagi percakapan, baik Amara dan Mamanya kembali menikmati Papeda yang mengundang nikmat.

............

Hari ini Amara di buat begitu malas Selepas makan Papeda ia memutuskan untuk tidur saja. Toh jika di pikir-pikir tidak ada salahnya bermalas-malasan sehari saja setelah berhari-bethari menjadi rajin. Terkadang hati dan pikiran butuh di manjakan dengan beristirahat.

Suara detak jam berbunyi dikamar Amara mengisi kesunyian di dalamnya Suara pintu di ketuk sayup-sayup terdengar di telinga membuat Amara terusik dan bangun setengah sadar, Kesal sudah jika tidurnya terganggu seperti ini.

"Masuk aja mal" ucap amara setengah berteriak Mengira jika itu mamanya memang benar. Namun saat pintu terbuka total, pemandangan yang begitu mengejutkan membuat Amara dibuat berdiri seketika.

Tama, jangan sakiti mamaku Mamaku nggak tau apa apa Tama siapa yang tidak takut das khawatir, melihat leher mamanya di todongkan oleh senjata tajam.

Apa ini, Amara tidak tahu Semua terasa sesak Baru saja ia menikmati tidurnya, namun ketika bangun sudah ada kejadian yang kian membuat kepala dan dadanya berdenyut tak karuan.

"papa ........ma papa mana? PAPA MANA MA?"emosi kian tak terkendali, keringat dan air mata menyatu membasahi wajah dan tubuh Amara.

Mamanya hanya menangis dalam diam, air mata yang menetes begitu saja di matanya tanpa sepatah kata mengartikan banyak hal, yang membuat Amara semakin tidak mengerti dan takut.

"PAPA LO UDAH MATI DI TANGAN GUE!" teriak Tama tak kalah kencang

Amara tidak percaya ia menggeleng-gelengkan kepalanya "MANA BUKTINYA HA?"

Emosi Amara sudah berada di puncak tertinggi, tak menghiraukan bahwa Tama sedang memegang senjata tajam yang kapan saja bisa merenggut nyawa. Tanpa berpikir jernih, Amara berlari ke arah Tama di dekat pintu kamarnya. Dan dengan spontan Tama melepaskan mamanya Amara dan menancapkan pisau itu di perut Amara.

...........

AmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang