bagian 4

4 1 0
                                    

Ketika Ibu Amara memandang jam dinding, yang arah jarum janmnya menunjukkan pukul 17.15, pada saat yang bersamaan suara ketukan pintu terdengar begitu lantang dibalik munyinya rumah Tampa pikir panjang. Ibu Amara bergegas membukakan pintu harapnya semoga its adalah putrinya Amara. Dan benar saja, orang itu adalah Amara Namun buannya senang, ibunya malah kian bertambah cemanya Melihat kondisi anaknya yang memar hagian wajahnya, rambut yang urak urakan, ditambah lagi Amara di gendong oleh seorang laki-laki

"Tante, maaf Boleh nggak aku mamk dulu? Ini Amaranya lagi pingsan soalnya. "
Tanya Tama kepada Ibu Amara yang masih mematung melihat putrinya Tama sedang tidak berbohong. ucap Tama membopong Amara di punggungnya membuat badan Tama tidak bisa tegap dengan sempurna dan itu sangat tidak nyaman

"ayo nak, langung bawa ke kamarnya aja"

Segera Tama manik dan mengikuti langkah ibunya Amara menuju ke kamamya Amar Diletakkannya Amara di atas kasur, lalu ibunya menyelimuti Amara dan memeriksa memar yang ada di wajah Amara

"Nak, bisa kita bicara dibawah sebentar?"

Tama hanya menganggukkan kepala seraya turun kebawah mengikuti langkah ibunya Amara .
Ibu amara mempersilahkan Tama duduk terlebih dahulu, lalu pergi kedapur sebentar untuk membuatkan minuman. Saat itu juga, ayah Amara keluar dari kamarnya dan melihat Tama dengan kebingungan

"Ma,..... ini ada tamu "teriaknya kepada sang istri yang meninggalkan tamu sendirian

"nggak papa om, tantenya pergi ambil minum dulu." Ucap Tama menjelaskan

Tak lama ibu Amara datang membawakan segelas the hangat, yang biasanya memang sing mereka sajikan jika kedatangan tama. Telihat jika Ibu Amara sedang berbisik kepada suaminya, mungkin menjelaskan kejadian yang semenit lalu terjadi. Ekspresi wajah sang suami langsung berubah.

"Nak, tante mau tanya sama kamu? Sebenarnya kamu ini siapa, dan kenapa Amara ada sama kmu dalam keadaan luka-luka?" tanpa basa-basi, Ibu Amara melemparkan pertanyaan yang berbobot kepada Tama.

"izin sebelumnya tante, nama aku Tama, temen kampusnya Amara, Cuma kita beda fakultas aja Trus untuk kejadian yang nimpa Amara, Tama kurang tau. Cuma Tama tadi mobil Tama mogok pas di depan rumah kosong. Mau nggak mau, Tama harus masuk buat cari alat-alat buat benerin mobil. Pas Tama masuk, Tama denger suara orang nangis. Tama cari sumber suaranya ternyata itu dari gudang dan disitu Tama liat Amara dengan keadaan yang nggak baik Kejadiannya Tama nggak tau pasti, karna keadaan juga nggak memungkinkan, Akhirnya Tama nganterin amara pulang dan dijalan Amaranya pingsan." Jelas Tama dengan cerita bualannya, seakan-akan benar adanya padahal itu hanya cerita buatannya semata.

Ibu Amara hanya terdiam mendengarkan cerita Tama, tpi tidak sampai menangis. Suaminya hanya menenangkan dengan memeluknya dari samping.

"Sebelumnya Om berterima kasih sama kamu, mungkin kalo bukan kama kamu Amara mungkin belum pulang sampe sekarang Untuk pelakuny, biar itu jadi urusan om Dan kamu boleh pulang sekarang Kama ini udah sore nanti kamu juga di cariin sama orang tua kamu."

iya sama-sama Om, kalau gitu saya pamit pulang, om, tante." Pamit Tama lalu menghilang di balik pintu.

..........

Pelan-pelan mata Amara mulai terbuka. Yang Amara rasakan sekarang adalah sekujur tubuhnya remuk, wajahnya perih. Dilihatnya sekeliling ruangan an Amara menyadari bahwa ini adalah kamarnya. Tentu saja Amara penasaran, tiba-tiba berada dikamar, padahal baru saja ia terkurung dalam sebuah gudang kotor.

Suara pintu berdecit. Ibunya muncul dengan membawa baskom beserta kain. Dengan telaten, ibu Amara membasuh luka memar di wajah Amara dengan kain yang di rendam dalam air hangat.

"Shh Ma, perih..."

"Ra, kalo nggak perih bukan luka namanya. Tahan sebentar, nggak lama kok ini mama obatinnya."

"oh ya, tadi yang nganterin kamu itu cowok yang namanya Tama, temen kampus kamu katanya. Dia juga udah cerita kalo dia nemuin kamu di rumah kosong dalam keadaan yang kayak gini. Kayaknya dia anak yang baik." Jelas Ibunya sambil mengoleskan obat luka

Tiba-tiba saja air mata Amara keluar tanpa persetujuannya. Amara menatap langit-langit kamamya dengan tatapan kosong. Air matanya bertambah deras. Amara menangis dalam diam.

Ibunya tau jika amara sedang menangis meskipun tidak mengeluarkan suara tangisan layaknya orang anak yang menangis karena mainnannya diambil, atau karena ejekan temannya yang tidak disukainya. Amara dengan kepribadiannya yang berbeda membuat ibunya agak sulit berkomunikasi dengannya. Amara bukan jenis orang yang akan memendam ceritanya selama sehari lalu menceritakannya di hari berikutnya, bukan seperti gambaran seorang Amara. Amara akan tetap memendam cerita dan lukanya, dan bercerita jika hanya orang-orang sudah mengetahui apa yang dipendamnya selama ini.

Ibunya mengerti, dan juga tidak ingin bertanya kepada Amara Selepas kegiatan mengobati selesai, ibunya keluar dan meninggalkan Amara sendiri di kamarnya yang gelap gulita..
.........

AmaraWhere stories live. Discover now