11. 4q 9x p3rn4h nyak1t1n kmu, k3n4p4h kmue jh4t sm4 4q

Start from the beginning
                                    

Bang Radit ikut tertawa kecil. "Kamu tetep aja selucu dulu, Pinky."

"Dari dulunya emang begitu ya?" Bang Domu malah ikut-ikutan bersemangat mengorek tentang masa laluku.

"Waduh, kalau Pinky, sih. Nggak ada jaim-jaimnya. Segala aib ditebar di media sosial." Bang Radit terkekeh. "Tapi itu juga yang bikin dia jadi berbeda. Dia selalu apa adanya, nggak pernah memasang topeng."

Mereka terus melanjutkan pembicaraan dengan membahas segala hal termasuk masa laluku. Aku nggak menyela. Memilih diam. Kubiarkan mereka menikmati pembicaraan itu, meski tak jarang terang-terangan menertawakan segala tingkahku di masa lalu.

Pembicaraan mereka terus berlanjut sampai kami berpindah tempat menuju sebuah coffee shop untuk menikmati kopi dan camilan ringan.

Bang Domu dan Bang Radit sangat cocok. Mereka mudah akrab.

Untuk membuatku ikut nge-blend, Bang Domu bercerita tentang kronologis hubungan mereka. "Radit ini salah satu anggota baru di law firm yang selalu jadi kepercayaan papa. Rekomendasi dari Bang Jorey juga karena mereka pernah kerjasama nanganin kasus buruh. Gitu kan, ya, Dit?" Bang Domu memastikan dengan menyebutkan serta nama abang iparnya.

"Iya bener. Waktu itu aku masih di Lembaga Bantuan Hukum punyanya Bang Jorey. Jadi beberapa kali pernah kerjasama nanganin kasus. Salah satu ya, itu kasus buruh yang nggak digaji perusahaan," Bang Radit membenarkan. "Gila sih, kerja bareng orang gila kerja kayak Bang Jorey. Mati-matian banget kalau udah megang kasus."

Mungkin, Bang Domu berpikir aku akan segera membuka kunci mulutku yang kututup rapat karena membahas sosok abang iparnya yang kisah hidupnya pernah kutuliskan menjadi sebuah novel. Memang harus kuakui, aku sangat mengidolakan Jorey Kalme Brahmana, nama lengkap abang ipar Bang Domu yang sejak tadi disebut-sebut. Bermodalkan cerita-cerita dari sesi ghibah ibu-ibu kompleks saja, rasanya aku tak kuasa menahan rasa kagumku, hingga merasa perlu menuliskan kisah tentangnya menjadi sebuah naskah novel.

Tapi sayangnya, kali ini aku tetap nggak bisa memberi respons selain senyum tipis dan seruan kekaguman yang dipaksakan semacam, "Oh, wow!" dan sejenisnya.

Jujur ... aku dongkol, kesal, nggak nyaman.

"Maaf kalau terkesan kepo, tapi ... kalian berdua ini ada hubungan apa ya?" Bang Radit membuat gestur kebingungan dengan kernyitan di keningnya. "Kalau abang-adik nggak mungkin, aku kenal baik anggota keluarga Pinkan. Kelihatannya juga bukan teman, karena kalian kelihatan sama-ama agak jaga image. Apa pedekate ... atau mungkin lebih dari itu?"

Emosi yang nggak karuan yang bercampur aduk di dalam dadaku akhirnya memuncak saat Bang Domu menjawab, "Nothing special ... kalau kata Pinkan, sih, hubungan nggak bernama."

***

"Kamu sendiri kan, yang bilang supaya hubungan kita nggak usah dikasi nama?"

"Hmm."

"Jadi kenapa kamu juga yang kelihatannya keberatan?"

"Aku nggak keberatan."

"Trus, kenapa dari tadi kamu diam aja?"

Pertanyaan itu sukses menyulut emosiku lagi. Serius, nih, Bang Domu beneran nggak paham? Jadi, dengan gaya sarkas, kutiru gaya Alif Cepmek yang sedang belakangan sempat viral. "Kamu nanyea'?"

Bang Domu tahu aku nggak sedang bercanda, jadi dia segera menepikan mobilnya ke badan jalan. Memutar tubuh gempalnya menghadap aku yang duduk di bangku sebelah supir. "Aku beneran nggak paham, Pinkan. Make it clear, please."

Oh, jadi serius dia nggak paham, Saudara-saudara. Kalau begitu biar aku kasih paham. Kuikuti gesturnya dengan memutar tubuh agar dapat saling berhadapan. "Menurut kamu, apa aku juga harus ngelakuin hal yang sama dengan kamu lakuin, kalau Zaana muncul nanti?"

"Maksudnya?"

"Apa aku juga harus ber-akrab-akrab ria sama mantan pacar kamu? Haha-hihi bareng? Trus dengan entengnya bernostalgia tentang masa lalu kalian? Membahas apa aja yang pernah kalian lakuin bareng?"

"Ya enggaklah! Aku bahkan nggak bakal ngizinin kamu deket sama Zaana?"

"Trus, kamu berharap aku bakal biasa aja gitu, kalau kamu deket sama Bang Radit?"

"Ya, kan, situasinya beda, Pinky. Kamu sendiri yang bilang kalau kamu nggak pernah pacaran serius."

"Oh, jadi itu yang ngebuat kamu ngerasa biasa aja?" Dia mulai berpikir. Maka kutambahkan beban pikirannya dengan mengaku, "Jadi gimana kalau aku membuat pengakuan kalau Bang Radit adalah satu-satunya cowok yang pernah nyium aku? Di bibir?"

Bang Domu tampak terkesiap. Tapi, aku rasanya terlalu lelah untuk melanjutkan pembicaraan ini. Maka kuputuskan untuk mengembalikan pandangan ke depan, lalu menurunkan sandaran bangku yang kududuki. "Aku ngantuk." Kurebahkan tubuhku.

Sebelum menutup mata, aku memberi pesan, "Kuharap ketika aku bangun nanti kita udah sampai di Medan."

💫💫

Nanya dong guys, untuk kepentingan lanjutan cerita nih...

Kalian nyaman nggak sih, kalau mantan kompak bingits sama pacar sekarang?

Kalian nyaman nggak sih, kalau mantan kompak bingits sama pacar sekarang?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Akak Pinkan Seubeulll... 😏


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 10, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BALIK UDAHANWhere stories live. Discover now