9. Kamu Sendiri ... Bisa Nggak Jatuh Cinta Sama Aku?

1.7K 307 27
                                    

"Jadi cerita yang ini latar belakangnya tentang Event Organizer?"

"Iya. Si cowoknya ganteng pakai banget. Tapi justru kehidupannya malah jadi susah karena kegantengannya itu."

Bang Domu yang tadinya menatap layar laptopku mengalihkan pandangannya pada kedua bola mataku. Aku membalasnya begitu saja. Mencoba untuk menilai arti tatapannya. Sendu, kelabu, pilu, kira-kira begitulah yang kutangkap dari pancaran mata berbentuk almond itu.

Entahlah untuk alasan apa.

Yang jelas, hanya dengan saling menatap begini ritme detak jantungku menjadi satu kali lebih cepat. Payah! Belum juga ngejalanin misi, akunya udah kebat-kebit begini.

Satu jam yang lalu dia bertanya aku di mana dan sedang apa. Kujawab saja sesuai keadaan sebenarnya. Bahwa aku sedang di rumah, menggali ide untuk bisa mengembangkan naskahku yang terbengkalai. Lalu dia bertanya apakah dia boleh join atau enggak. Dia bahkan menawarkan diri untuk menjadi rekan yang bisa diajak brainstroming. Jadi, kuizinkan saja.

Maka di sinilah kami sekarang. Di ruang tamu rumahku.

Kesempatan ini sekaligus kugunakan untuk mempertimbangkan ide Jihan untuk membuat Bang Domu jatuh cinta.

Setidaknya, aku merasa telah melakukan hal yang paling tepat saat membagikan masalahku pada kedua sahabatku tempo hari. Mereka membantuku menentukan sikap. Aku bahkan masih ingat betul pesan khusus yang mereka sampaikan demi menjaga masa depanku tetap aman.

"Sebelum yakin Bang Domu benar-benar jatuh cinta, jangan investasikan seluruh perasaanmu untuk dia, Pinky. Ingat, di sini kamu yang megang kendali. Kalau Bang Domu nggak bisa benar-benar mencintai kamu, kamu harus bisa melepehnya sewaktu-waktu. Jaga hatimu baik-baik!" pesan Jihan.

"Minta waktu. Pokoknya waktu sepanjang mungkin sampai Bang Domu bisa menghadapi mantannya si Zaana-Zaana itu sendiri, tanpa perlu mengandalkan kamu!" pesan Sukma.

"Kali ini kamu dapat inspirasi cerita dari mana? Aku?" tanya Bang Domu, membuyarkan ingatanku.

Pertanyaannya itu sukses membuatku mencibir, "Enak aja! Cuma karena aku pernah menuliskan kisahnya Kak Alitha, bukan berarti aku nggak punya ide lain selain dari keluarga kamu, ya!"

"Yah ... abisan, ini kan kisah aku banget!"

"Emangnya kamu CEO di perusahaan Event Organizer?"

"Ya, enggak sih."

"Trus? Kamu mau bilang kalau hidupmu juga susah karena tampang kamu ganteng banget?"

Bang Domu mengangguk tipis. "Kira-kira begitulah."

"Perlu aku ambilin cermin? Mungkin dengan melihat pantulan diri kamu di cermin, kamu bakal menyesali kata-katamu barusan," selaku sarkas.

Alih-alih kesal, Bang Domu malah tertawa terbahak-bahak sembari mengacak-acak rambutku. Tangannya yang besar ternyata terasa nyaman saat meremas puncak kepalaku. Kalau kami sudah cukup dekat nanti, kurasa aku bisa mempertimbangkan tangan gempal itu untuk memijit kepalaku saat sedang butuh pijatan nanti.

"Trus, apa yang akan kamu lakukan dengan Bapak CEO ganteng ini, Pinky?" tanya Bang Domu setelah membuat rambutku berantakan.

Sembari berdecak dan merapikan rambut kembali, aku mengoceh. "Lah, kan, itu tugasnya Bang Domu sekarang. Bantuin aku mikirin si Bapak CEO ganteng harus diapain?"

"Hmm ... kalau di kehidupan nyata sih, si gantengnya berubah jadi si buruk rupa dulu. Nah, ketika ada wanita yang bisa menerima dia apa adanya, meski dengan versi buruk rupa, di situlah kisah cinta dimulai." Usai mengucapkan kalimat itu, sebelah matanya dikedipkan ke arahku.

BALIK UDAHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang