31. Susah senang bersama?

Start from the beginning
                                    

"Aku jadi terdemotivasi belajar masak yang aneh-aneh." Uwi menggeleng-gelengkan kepala.

Bukannya berusaha membual untuk memotivasi Uwi, Raka malah menjawab, "Iya nggak apa. Biar Bi Odah yang masak. Kalau Bi Odah libur kayak sekarang, kita gofood aja ya."

"Kamu nyebelin tapi kamu bener." Uwi mendedah. "Ka, bulan depan Ibu sama Bapak kan mau ke Indo, masa aku masak pake bumbu cepat saji sih? Apa bikinin menu sehat kayak kamu ya? Kira-kira Ibu Bapak suka nggak?"

"Ibu Bapak nggak suka makanan rebus-rebusan hambar kayak makananku. Biar Ibu aja yang masak, Wi."

"Lah terus aku ngapain, Ka?" Uwi mendelik.

"Ya kamu liatin. Atau bantuin Ibu kalau mau." Raka tertawa lagi. Uwi semakin kesal mendengar tawa Raka.

"Hhh. Aku tuh mau pencitraan di depan Ibu, Ka. Bakal gagal lagi deh kayaknya."

Tawa Raka berganti menjadi senyuman teduh. "Ibu udah kenal kamu, ngapain kamu pencitraan, Ruisha?"

"Aku harus bisa masak makanan apa aja kayak Lily. Kalo bikin kue sih aku nyerah." Padahal dulu Mama sering mengomeli Uwi yang malas untuk belajar memasak sendiri. Uwi lebih memilih ketergantungan pada Mama, juga Lily saat di Munich. Alhasil skill dia nggak meningkat juga. Tapi entah mengapa, di hadapan keluarga Raka, dia ingin terlihat mampu mengurus suaminya.

Raka memajukan tubuhnya untuk meraih wajah Uwi. Mengelus pipi Uwi dengan ibu jari, Raka berujar, "Kata Ibu, beliau nggak pernah punya anak kesayangan. Semua Ibu sayangi sama rata. Begitu juga dengan mantu-mantu Ibu. Beliau nggak pernah menuntut apapun, termasuk bisa masak. Yang penting kita berdua bahagia, Ruisha."

Raka menyelipkan rambut Uwi ke belakang telinga. Memajukan bibirnya, hendak mengecup bibir Uwi. Tapi tangan Uwi menghalanginya.

"Setelah ini jadwalnya nyetrikain baju kamu. Enak-enaknya nanti aja," tolak Uwi.

Raka menarik tangan Uwi yang menghalangi wajah mereka. "Setrika bisa kapan-kapan, Ruisha." Raka tetap berhasil mencuri ciuman di bibir Uwi.

"Tapi kalo kamu udah nggak tahan ya Ka?" Balik menggoda, bibir Uwi melengkung maksimal. Hilang sudah rasa kesalnya pada Raka.

===

"Jadi ke rumah Mama nggak?" tanya Raka serak. Setelah pertarungan di atas ranjang, Raka dan Uwi langsung terlelap hingga pukul tiga sore. Bukannya langsung beranjak dari kasur untuk mandi dan bersiap ke rumah Mama, mereka malah enggan melepas tangan yang saling mengait pada tubuh masing-masing. Gaya gravitasi kasur lebih tinggi daripada niat mereka untuk beranjak pergi.

"Kok mager ya. Besok pagi aja kali ya sekalian angkut empat R." Riko sudah pindah ke rumah Mama lagi sejak bulan lalu. Beberapa minggu lalu dia baru lulus dan wisuda, sekaligus menambah satu beban pengangguran di Indonesia.

"Yaya kan bilang mau menginap di sini," Raka mengingatkan.

"Minggu malem aja nginapnya, Ka. Senin kan mereka kegiatan bebas di sekolah." Adik-adik Uwi baru saja selesai ujian, satu minggu terakhir Uwi dan Raka sengaja menginap di rumah Mama, untuk mengajari adik-adiknya. Uwi ingin hari ini hanya dipenuhi oleh Raka saja.

"Oke, Sugar." Raka menggerak-gerakkan hidungnya di dada Uwi. Yang membuat perempuan itu terkikik geli.

"Kamu tuh hobi banget ndusel-ndusel gini sih, Ka," komentar Uwi.

"Nggak apa kan?" Raka menatap Uwi dengan mata berbinar.

"Ya apa-apalah. Ini tuh namanya mancing," seloroh Uwi.

Raka menyematkan senyuman lebar. Dia mengeratkan tubuh Uwi semakin erat. Memejamkan mata, melekatkan telinganya pada dada Uwi. Dengan khidmat mendengar irama detak jantung Uwi. Menenangkan.

Memetik Bulan [Completed]Where stories live. Discover now