5. Perjalanan Singkat

7.5K 1.2K 155
                                    

Uwi dan Aga sudah tiba di penginapan. Sebuah apartemen studio di Colmar yang Aga sewa melalui situs Airbnb.

Uwi mengernyit kala melihat kondisi di dalam ruangan tersebut. "Satu kasur banget nih? Nggak ada sofa bednya gitu?"

"Yang paling affordable cuma penginapan yang ini, Wi."

Uwi merutuk dirinya sendiri yang bodoh, acuh perihal penginapan. Dia kira, nasibnya akan sama seperti Lily dulu yang menginap di hostel dengan banyak orang asing di dalam kamar. Rasanya lebih mengerikan berdua dengan Aga di dalam satu ruangan, ketimbang bergabung dengan banyak orang asing.

"Gue nggak mau sekasur sama lo. Terserah lo atur sendiri mau tidur dimana," ujar Uwi tegas.

"Kaki sama tangan aku kan masih sakit, Wi. Kamu tega biarin aku tiduran di lantai?"

"Ya bodo amat. Kan elo yang keukeuh berangkat hari ini. Bukannya kemarin lo bilang udah sembuh?"

"Tapi tidur di atas lantai pasti bikin aku sakit lagi, Wi." Aga tetap konsisten dengan ekspresi wajahnya yang terlihat kesakitan.

"Yaudah tidur di atas sofa aja," ucap Uwi datar.

"Kamu tega banget, Wi. Sofa double seat gitu mana muat buat aku."

Uwi menggeleng-gelengkan kepala. "Rewel deh lo."

"Aku nanti bobo bareng di kasur sama kamu aja ya?"

"Enggak. Yang ada toket gue digrepe-grepe sama lo pas gue lagi tidur," tegas Uwi.

"Astaga. Pikiran kamu mesum banget," Aga cengengesan. "Tapi kalo boleh, nggakpapa dong aku pijet-pijet dikit."

Aga memang playboy mesum. Semua anak PPI mengakuinya. Sejak awal kenal, lelaki itu memang nggak segan-segan menceritakan pengalaman seksnya yang (bagi dia) seru dan membanggakan. Mungkin hanya Lily yang nggak tahu Aga semesum apa. Karena Uwi nggak akan membiarkan otak Lily tercemar omongan kotor Aga.

"Rugi di guelah. Dapet apa gue digrepe-grepe sama mahasiswa modal duit Papi kayak lo," tanggap Uwi blak-blakkan.

"Dapet kenikmatan dong, Sayang," Aga tersenyum miring.

Uwi menghampiri keran westafel di pojok ruangan, lalu membuka dan mengambil airnya sedikit. Dia mencipratkannya ke arah Aga. "Audzubillahiminassyaitonirrojim. Pergi lo setan mesum!"

"Aku kan nonis, Wi. Mana mempan dijampi-jampi pake ayat Al Quran. Setannya beda agama, Sayang." Aga tertawa kencang.

Berdecak kesal, Uwi kembali menggelengkan kepala. "Terserah elo aja. Gue mau tiduran dulu ya, Ga. Tolong bangunin sejam lagi."

"Kamu nggak mau makan dulu?"

Uwi melirik jam dinding, jarum panjang dan pendeknya tepat berada di angka 12.

"Engga ah, gue pengen rebahan dulu. Badan gue kayaknya remuk deh Ga kelamaan duduk di kereta," keluh Uwi. Duduk lima jam penuh di dalam kereta membuat bokong Uwi mati rasa.

"Oke. Met bobo princess. Bilang ya kalo kamu kedinginan terus butuh dekapan dari selimut hidup." Aga menepuk kaki Uwi yang sudah rebahan di atas kasur.

"Apaan tuh selimut hidup?"

"Makhluk hidup yang memiliki kehangatan untuk memeluk kamu. Kayak aku, Wi."

Uwi melempar kepala Aga dengan bantal.

---

"Dingin banget anjir." Uwi semakin menyembunyikan sepertiga bawah wajahnya di dalam belitan syal.

Memetik Bulan [Completed]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora