18. LDR

7.2K 1.2K 246
                                    

Happy reading ya. Semoga harimu menyenangkan 🤗.

"Tumben Wi bawa hp ke ruang uji," tanya Dita heran. Biasanya Uwi menyimpan ponselnya di dalam laci. Koordinasi hanya via web whatsapp di layar komputer.

"Buat dokumentasi hasil." Padahal beberapa menit sekali Uwi memantau layar ponselnya. Apakah ada pesan baru. Dari seseorang.

Pasti Raka belum bangun. Uwi melirik jam, menghitung dalam hati perkiraan waktu di Munich saat ini. Masih jam lima pagi.

You
Ka, nggak workout? Atau jogging?

Orang bodohpun tau, siapa pula yang mau jogging jam lima pagi di tengah hujan salju.

Hingga memasuki waktu makan siang, balasan dari Raka belum datang juga.

"Lemes amat lo Wi. Gajian emang masih lama sih."

Kini tanggal gajian nggak lagi Uwi tunggu. Karna uang yang Raka beri lebih besar dari take home pay Uwi di Kuringer.

"Masa sih? Biasa aja ah." Uwi nggak merasa dirinya lemas. Buktinya masih bisa berjalan sampai kantin.

"Uji sampel lo gagal lagi?" tanya Asmi.

"Berhasil kok," ucap Uwi masih sama datarnya. Uwi tetap memaksa mulutnya mengunyah makanan jatah makan siang karyawan. Walau nafsu makan sedang hilang. Kunyahannya terhenti kala mendengar pengumuman di speaker kantin, bahwa pemilik Pajero plat nomor F 12 AKA harap ke area parkir.

Menghembuskan napas lelah, Uwi berdiri dari tempat duduknya. "Mi, nitip ya, gue belum kelar makan." Takutnya piring yang Uwi tinggalkan di meja kantin sudah diambil oleh petugas kebersihan.

"Mau kemana lo?" Asmi penasaran.

"Mau ke parkiran. Itu plat mobil gue yang disebut."

Seumur-umur Uwi nggak pernah pergi ke kantor mengendarai mobil. Alasannya satu, dia malas menghadapi macetnya Bogor di pagi hari. Apalagi dia harus saingan dengan banyaknya angkot hijau yang tumpah ruah dan ngetem seenak jidat.

Kalau disetiri Raka sih nggak apa, kan dia tinggal duduk manis. Paling resikonya harus berangkat lebih pagi.

Tapi hari ini, hari ketiga Raka pergi ke Eropa, membuat Uwi ingin memakai mobilnya untuk berangkat kerja. Aroma parfum Raka masih menempel di jok pengemudi. Sendal yang Uwi pakai di dalam mobilpun juga milik Raka.

Uwi mendesah panjang. Rasa nyaman menyapa begitu memasuki mobil dan duduk di balik kemudi.

Uwi parkir paralel di depan mobil orang dan lupa melepas rem tangan, sedangkan mobilnya menghalangi mobil tersebut yang ingin keluar.

"Maaf ya Pak. Saya lupa," membuka jendela, Uwi meminta maaf kepada petugas security dan si pemilik mobil yang dia halangi.

"Nggakpapa Mbak Uwi. Pertama kali ngantor bawa mobil ya jadi belum biasa."

"Iya nih, Pak. Maklum mobil orang. Belum terbiasa jadi orang kaya nih saya," celetuk Uwi jujur.

Sesampainya di kantin, teman-temannya kompak menatap Uwi.

"Kok bisa lo bawa Pajero? Mobil baru bokap?" Dengan gaji levelan staf biasa, memang mustahil memiliki mobil merk itu.

"Bukan. Punya gue," ucap Uwi bangga. Raka pernah bilang, barang dia adalah barang Uwi.

"Hah? Serius? Ngepet dimana lo?" Mata Rini membola.

Uwi menggeleng santai. Lalu melanjutkan makan siangnya kembali. "Nggak punya waktu lah gue buat ngepet. Mobil laki gue kok itu."

Memetik Bulan [Completed]Where stories live. Discover now