20. Gangguan Kecil

6.5K 1.2K 384
                                    

Pasti kangen banget kaaan sama Maura? Yuk kita silaturahmi dulu ya.

Sabtu sore waktunya leyeh-leyeh. Setelah membantu Mama di toko, Uwi langsung meluncur ke rumah Raka. Uwi menolak dijemput pacarnya. Dia ingin menikmati waktunya sendirian di perjalanan.

Memasuki halaman, Uwi mendapati pacarnya berdiri di depan rumah. Setelah membuka pintu mobil, Uwi langsung merangsek masuk ke pelukan Raka.

"Capek ya? Hmm?" Raka mengusap punggung Uwi.

Raka merasakan kepala Uwi yang mengangguk di bahunya. Semakin lama, Raka semakin paham isi pikiran Uwi. Tanpa perlu Uwi memuntahkan kata.

Sekarang mereka lebih sering bertemu di rumah Uwi. Minggu sampai senin, hampir 24 jam waktu Uwi (selain tidur) dipakai untuk kerja, bolak balik toko dan rumah, memantau kondisi Papa serta adik-adiknya. Raka sangat membantu dengan memperkerjakan Bi Siti dan Mas Anto, perawat pribadi Papa. Tapi ada saatnya batin Uwi kelelahan.

Sabtu sore Uwi harus keluar dari rumah. Dan rumah Raka adalah safe spacenya. Comfort zonenya.

Seringkali Raka membiarkan Uwi tidur di kamar tamu, yang kali ini lebih cocok disebut kamar Uwi, karena banyaknya barang pribadi dia di sana.

Atau mereka berdua duduk senderan bersebelahan di sofa. Sembari menonton drama komedi. Seperti saat ini.

"Hp lo geter Wi." Raka merasakan getar ponsel Uwi yang kencang mengguncang meja.

"Males buka. Sms dari operator paling." Mata Uwi terasa berat. Kesadarannya hilang timbul. Sebentar lagi dia jatuh tertidur. Sebelum terlelap, lengan Uwi memerangkap tubuh Raka. Dia memeluk Raka di atas sofa, seakan Raka adalah sebuah guling.

"Wi, ada telepon." Raka memberitahu.

"Hmm...angkat aja." Uwi memejamkan mata, sambil mengeratkan pelukannya pada Raka. Uwi nggak perlu jalan-jalan untuk melepas penat. Cukup tidur seharian, atau menonton film yang aktornya ganteng. Tapi sekarang Uwi punya Raka. Jadi healing versi Uwi saat ini adalah tidur di pelukan Raka.

Puluhan menit kemudian Uwi membuka mata. Dia mendapati Raka tengah menatap wajahnya.

"Sorry gue ketiduran. Pegel ya, Ka? Jam berapa ini?" Uwi menoleh ke arah jam dinding.

"Jam setengah enam, Wi," jawab Raka datar tanpa senyuman.

Uwi menatap Raka, dia merasakan kejanggalan.

"Lo kesel gue tindihin? Apa gara-gara gue ketiduran nggak jadi ikut nonton?"

Raka mengusap rambut Uwi. "Enggak kok." Memejamkan mata, Raka menghela napas. Lalu dia kembali memandangi Uwi. "Sorry, tadi gue angkat telepon dari Aga. Lo tadi bilang angkat aja."

"Oyaa?" Uwi membelalak. Dia meraih ponselnya di atas meja.

"Ruisha, maaf, chat Aga nggak sengaja terbuka. Dan kebaca."

Uwi langsung memeriksa kolom chat.

+6281200001111
Wi, aku udah bisa solat. Aku lagi mendalami agama Islam. Cowo kamu sekarang pasti ngga seserius aku.

"Ruisha. Lo...belum yakin sama gue gara-gara Aga ya?" bisik Raka pelan. Mendengar ocehan Aga dan membaca chatnya pada Uwi sanggup memupus kepercayaan diri Raka. Raka diselimuti ketakutan, bahwa Uwi akan berpaling.

"Hah?" Uwi masih loading karena baru bangun lalu membaca chat Aga yang konyol. Otaknya belum bisa dipakai untuk mencerna kalimat Raka.

"Kalau Aga pindah agama, lo bakal balik lagi sama dia?" Raka memperjelas pertanyaannya.

Memetik Bulan [Completed]Where stories live. Discover now