1. RUISHA

17.5K 1.6K 248
                                    

Dianjurkan baca I Wanna Get Lost With You yah. Supaya lebih nyambung. Tapi kalau enggak juga nggakpapa.

Untuk penggemar David-Lily, semoga kita bisa move on yaa 🤗.

"Kak, Mama pinjem uang Kakak dulu ya. Tiga juta ada nggak? Buat tambahan bayar SPP semesteran Riko udah telat. Mama Papa habis-habisan banget kemarin baru bayar uang masuk SMPnya Rori sama SDnya Rei Rea," suara Mamanya begitu lirih di seberang sana.

Uwi yakin Mamanya pun menekan rasa nggak enak yang membumbung tinggi, lantaran baru saja seminggu lalu menelepon untuk hal serupa. Bedanya untuk tambahan biaya rawat inap Papa yang belum tercover BPJS.

Menghela napas pelan, Uwi menimpali, "Kan Kakak juga bilang si kembar masukin SD negeri aja Ma. Nggak usah maksain."

Keluarga Ruisha, yang biasa dipanggil Uwi oleh teman-temannya, merupakan golongan menengah. Hidupnya berkecukupan. Cukup dalam arti betulan cukup, nggak ada uang lebih yang tersisa setiap bulannya. Karena memiliki tanggungan anak lima.

Uwi merupakan putri sulung, yang untungnya sudah nggak menjadi beban keluarga. Meskipun sedang menempuh S2 di Munich, beasiswa LPDP yang diraihnya lebih dari cukup untuk menghidupi biaya sehari-hari. Syukurlah kelebihan uang sakunya justru menjadi sumber rejeki untuk adik-adiknya di Indonesia.

"Pergaulan anak jaman sekarang makin seram, Kak. Nggak kayak jaman kamu waktu SD." Beginilah orangtua Uwi. Diantara hidup yang serba 'cukup' atau lebih cocok disebut pas-pasan, tetap selalu berusaha memberi lebih untuk pendidikan anak-anaknya.

Menyerah, Uwi membalas, "Yaudah, abis ini Kakak transfer. Nggak usah dibalikin Ma. Tiga juta kan?"

Setelah menutup teleponnya, Uwi memejamkan mata sambil merebahkan dirinya di atas kasur. Merasa energinya terserap habis. Bukan merasa terbebani apalagi nggak ikhlas. Tapi pikiran dia buntu, tabungannya nyaris nol tanpa sisa. Terkuras karena minggu lalu baru transfer uang kepada Mama. Juga bulan-bulan sebelumnya.

"Is everything okay?" Sapa suara di sebelah Uwi. Menoleh, Uwi seperti melihat malaikat penolong. Yang sudah menyelamatkannya berkali-kali. Malaikat itu adalah Lily, roommatenya selama satu tahun merantau di Munich.

"Beb, lo mau beli sepatu gue nggak? Atau gue gadai deh. Baru sekali gue pake." Uwi terlalu sering meminjam uang kepada Lily. Baru saja kemarin cicilannya lunas, itupun dikurang 50€ dari total hutang. Jadi sekarang dia agak tahu diri. Lebih baik menjual harta yang dia punya.

"Lo lagi butuh uang tiga juta?" Sejak tadi Lily memang tengkurap di sebelah Uwi. Jelas dia mendengar percakapan Uwi dan Mamanya.

"Iya, Beb," jawab Uwi lemas.

Lily sibuk mengotak-atik ponselnya.

"Ke Mama kan? Udah gue transfer ya." Begitulah Lily. Tanpa banyak tanya dan kata, selalu menolongnya tanpa pamrih.

Uwi beranjak dari kasur. Meraih sepatu sneakersnya yang masih tersimpan rapi di dalam kotak sepatu. Dia membelinya bulan lalu, hasil menahan diri berbulan-bulan. Baru dipakai sekali saking sayangnya.

"Thank you, Ly. Nih, sepatu ini jadi milik lo. Kemarin gue beli 150 €. Nanti gue itung dulu sisanya pake kurs hari ini." Uwi menaruhnya di atas ranjang.

"Nggak usah, Beb. Balikinnya kalo lo udah bener-bener ada uang aja. Dicicil juga nggakpapa," jawab Lily dengan senyum tulus.

Mata Uwi berkaca-kaca. Air matanya jatuh perlahan. "Ly, lo pasti sial banget deh punya roommate kayak gue."

Sejak awal kenal, Lily selalu membantunya dalam hal finansial. Lily juga awardee LPDP seperti dirinya. Bedanya, Lily nggak memiliki tanggungan.

Tapi Uwi tahu, di dalam dunia penuh tipu-tipu ini, malaikat seperti Lily itu langka. Yang selalu meminjamkannya uang tanpa banyak bertanya, membolehkan mencicil suka-suka, bahkan Lily dengan tulus sering diskon total hutang Uwi dengan alasan 'anggap aja buat jajan si kembar'. Coba, kurang beruntung apa punya sahabat seperti Lily. Kan Uwi jadi enak.

Memetik Bulan [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang