Semester's Break.

1 1 0
                                    

Sekarang kami sedang liburan semester. Hubunganku dengan Hans semakin dekat. Aku tidak pergi liburan kemana-mana, seluruh hari libur ku habiskan disini. Sekarang aku merasa bosan karena aku sedang menjaga toko rental film milik Ayahku. Aku berdiri untuk melihat turunnya hujan dari jendela.


Namun, tak disangka ada seseorang yang kukenal berdiri di depan toko rentalku. Hans, itu Hans yang berdiri kehujanan di depan tokoku. "Mulai besok, gue kerja disitu." Kata Hans menunjuk sebuah kedai eskrim yang tak jauh dari tokoku. "Sampai jumpa besok." Hans langsung pergi begitu saja menerobos hujan, lalu menoleh ke arahku sambil melambaikan tangannya. Tanpa sadar aku tersenyum melihatnya.


Seperti biasa aku menjaga toko rental milik Ayahku. Aku melihat ke arah utara, aku melihat kedai eskrim dimana Hans bekerja. Kedai itu baru buka dihari ini. Aku terus memperhatikan Hans yang sedang bekerja.

Hingga akhirnya waktu malam tiba, aku mengajak Aleandra -adikku- untuk bermain badminton di depan toko. Aku melihat Hans yang sudah selesai bekerja berjalan menuju arah kami. "Al, main yang bener. Mau dapet eskrim, gak?" kataku berbisik kepada Aleandra.

"Halo! Lo sudah pulang kerja?"

"Ya. Dia adik lo?"

"Ya. Akhir-akhir ini gue main badminton sama dia. Al beri salam. Dia Aleandra."

"Halo" sapa Aleandra kepada Hans.

"Kalian sedang apa? Cepat masuk!" teriak Ibuku secara tiba-tiba yang muncul dari balkon.

"Kita lagi main."

"Tumben banget. Biasanya kamu gak mau diajak main. Cepat masuk!"

"Ada apa?" kata Ayahku yang menimbrung secara tiba-tiba.

"Ini mereka malah main di luar. Katanya mau tidur."

"Halo. Selamat malam, Om, Tante" sapa Hans kepada kedua orang tua Namira.

"Ya. Kamu temennya Nami? Sana pergi bermain."

"Apa maksudmu? Cepat masuk!"

"Sayang, lihat aku. Kamu mau aku pijat?"

"Nami, Al, cepat masuk!"

"Sayang, ayo aku pijitin." Kata Ayahku sambil menarik tangan Ibu untuk masuk kembali ke dalam kamar. Aku menolehkan pandanganku ke ara Hans dan tertawa canggung. Hans tersenyum menunjukkan kantong yang ia bawa berisikan eskrim.

Kami bertiga -Aku, Hans, dan Aleandra- sedang duduk di depan toko ku untuk makan eskrim bersama. "Ini, makan punyaku" tawar Hans kepada Aleandra. "Beneran?" jawabnya. "Iya. Ini ambil. Kalau mau lagi, datang ke tokoku." Ucap Hans kepada Aleandra. "Al, stop makan. Masuk sana ke dalam."

"Kenapa? Biarin dia makan lagi."

"Lo gak tahu seberapa sebelnya punya seorang adik."

"Aku juga punya adik laki-laki."

"Iyakah? Berapa umurnya?"

"Umur lima tahun"

"Masih kecil banget ya. Jadi ingin ketemu."

"Gue juga ingin ketemu."

"Apa?"

"Lo suka buah jambu, gak?" tanyanya mengalihkan percakapan.

___


"Omong-omong, ini tempat apa?" tanyaku membuka percakapan. Iya, kami sedang berada disuatu rumah kosong. Hans mengajakku untuk makan buah jambu di suatu tempat.

"Rumah masa kecil gue".

"Yakah? Dari umur berapa?"

"Dari aku bayi sampai aku pergi ke Swiss."

"Lo pernah ke Swiss?"

"Ya. Setelah orangtua gue bercerai, gue balik lagi ke Bandung sama Ayah gue. Adik gue sama Ibu gue di Swiss."

"Ah.. ngerti-ngerti. Pasti lo kangen banget."

"Woah, beneran ada buah jambu. Banyak banget buahnya." Kataku takjub setelah masuk ke halaman rumah.

"Gue nanem pohon itu sama Ayah gue waktu gue kecil."

"Gue suka banget sama jambu. Hans, ini enak banget! Cobain deh satu."

Tak terasa aku makan begitu banyak buah jambu sampai aku merasa kenyang, "Astaga, gue kenyang banget."

"Lo hebat banget, Hans. Lo bisa dalam banyak hal, dan lo tahu apa yang ingin lo lakuin. Gue masih belum tahu apa yang ingin gue lakuin."

"Lo bisa dalam hal itu. 'Yes or No. Bip.'"

"Woi! Stop godain gue! Nyebelin."

"Suara lo cantik."

Aku terdiam salah tingkah, entah apa yang harus aku lakuin setelah mendengar pujian darinya. Kami saling bertatap wajah, "A-apa?"

"Gue cuma suka aja."

Waktu terus berjalan, kini sudah menuju tengah malam, saatnya aku kembali ke rumah. Aku pulang diantarkan oleh Hans. Hans membawakan aku buah jambu yang sudah dipetik tadi. "Ini."

"Hans, lo mau nonton film sama gue di akhir pekan?" ajakku kepada Hans.

Hans tak menjawab ajakanku, ia malah berdiam membeku. "Ah, lupain saja. Kalau gak mau, gak usah datang." Lanjutku sambil memutarkan badan untuk masuk ke dalam rumah.


"Namira. Sampai jumpa diakhir pekan. Aku pergi." Jawabnya sambil mengusap kepalaku. 

Century GirlWhere stories live. Discover now