Some Information

2 1 0
                                    

Kringg.. Kringg.. Bel Berbunyi...

Benar yang dikatakan Helena, seluruh siswa dan siswi berbau saat bel istirahat berbunyi. Bahkan mereka berebut untuk pergi ke kantin. Beruntung kami mendapat jajanan terlebih dahulu. Kami bergegas mencari tempat duduk untuk makan. Namuun, ada sosok laki-laki yang membuatku harus terus memandanginya. Benar, seorang Kanes Pradipta. Aku terus menatap dirinya yang berada tak jauh dari pandanganku. Detik selanjutnya aku teringat kembali perkataan Amara, "Nami, gue ada tugas buat lo. Jangan lupain itu!"

Lelaki yang sedari tadi ku pandangi, sekarang kini sudah pergi entah kemana. Aku langsung bangun dari tempat dudukku dan langsung pergi ke tempat yang tadi Kanes tempati untuk istirahat. Ku keluarkan alat pengukur tinggi badan, lalu ku ukur tinggi badan milik Kanes. Segera aku catat di buku yang sudah ada judul Hal Kanes yang harus diketahui oleh Amara.

Yang pertama, dia menyukai minuman soda rasa jeruk dan ukuran sepatunya 280 atau 42. Yang kedua dia suka bermain bola basket dan dia lumayan populer. Bagaimana jika dia sudah mempunyai pacar? Ku rasa dia tidak punya, karena dia punya keluarga dan sahabat yang selalu bersamanya. Hans Wijaya, teman sekelasnya. Dia tinggal di gedung 306 Apartemen Lucky dan mereka berangkat sekolah bersama. Namun, apa ada cara lain untuk dekat dengannya?

Aku menghela nafas dengan frustasi sambil mendengarkan penjelasan dari guru mata pelajaran yang sedang mengajar. Ku arahkan pandanganku ke luar jendela, aku melihat Kanes sedang berolahraga bermain bola. "Tidak!" teriakku sambil melihat ke arah luar, melihat Kanes yang terjatuh. Aku menyadari hal tersebut dan semua teman beserta guruku menoleh ke arah ku. "Ada apa?" tanya guruku. "Itu...Ah.. Aduh. Perut saya, perut saya sakit banget, Pak. Saya izin ke ruang UKS, Pak."

Setelah mendapat izin, aku langsung bergegas menuju UKS. Sesampainya di sana aku melihat Kanes yang sedang diobati oleh temannya -Hans-. Aku terus memperhatikan Kanes hingga tak sadar bahwa sekarang giliranku untuk mendapatkan obat. "Murid selanjutnya.." "Murid selanjutnya. Apa murid selanjutnya tidak ingin diobati?"

"Ya? Oh ya? Aduh. Pak, saya lagi keram menstruasi yang parah. Rasanya sakit ssekali, Pak" kataku dengan berpura-pura. "Ohh, kamu lagi sakit kram perut? Baiklah, berikan tanganmu. Minum obat ini dan istirahat sebentar." Sarannya. "Terima Kasih, Pak". Aku langsung berjalan menuju kasur yang ada di UKS tepat di sebelah kasur Kanes diobati. Aku menguping percakapan mereka.

"Lo pingin ikut eskul apa?"

"Gak tau, bingung. Kalo lo apa?"

"Eskul Theater."

"Kalau begitu, gue juga."

"Lo tahu kegiatannya apa saja?"

"Nggak. Lo tahu? Denger-denger si, masuknya pakai tes"

"Ohh, sebentar,"

Keberadaanku yang sedang menguping percakapan mereka disadari oleh Hans. Aku langsung mengumpat di bawah kasur. Hans membuka Gorden yang menutupi antara kasurku dengan kasurnya. "Kenapa?" tanya Kanes yang ingin tahu. "Nggak, bukan apa-apa." Jawabnya Hans. "Mereka cari apa ditesnya?" kata Hans melanjutkan percakapan. "Kayaknya mereka cari orang-orang yang semangat dan mau belajar nge-drama"

___

Pendaftaran seluruh eskul telah dibuka, termasuk eskul theater. Aku sudah mempersiapkan diri bakat apa yang harus aku tampilkan. Apalagi kalau bukan bakat bela diriku? Tapi sebelum kami menampilkan bakat, kami disuruh untuk mengisi formulir pendaftaran.

"Baiklah, nomor 4, Namira Theodra" panggil panitia. Sekarang giliranku, aku segera berdiri siap untuk menunjukan bakatku. Di sudut aula sudah ada peserta lainnya yang ingin mengikuti eskul theater, termasuk Kanes Pradipta dan temannya Hans Wijaya. "Haa! Yaa!" teriakku sambil melompat memecahkan papan kayu yang sudah dipegang oleh temanku.

Di depan ku ada 3 juri dari anggota theater terdahulu. Sesekali ku lihat ke arah juri, tampaknya mereka terkejut dan takjuh melihat pertunjukan bakatku. Dan ini adalah bagian terakhir dari pertunjukan bakatku, yaitu melompat ke atas telapak tangan temanku dan membalikan tubuh sambil menendang papan kayu.

Berhasil, aku berhasil melakukannya. Aku memberi salam penutup dan ucapan terima kasih yang lanjut diberikan tepuk tangan oleh para peserta lainnya yang menonton. "Dia pasti lolos" "Namanya Namira" "Namira keren banget" begitulah kira-kira yang ku dengar percakapan dari peserta lainnya.

Aku tersenyum menandakan aku berhasil melakukannya. Namun, aku terus mencari keberadaan Kanes. "Selanjutnya, nomor 5 Kanes Pradipta" panggil panitia. Aku menoleh ke arah belakang ku, dan ternyata dia berada di belakang ku. Dia langsung memposisikan dirinya dan bersiap untuk menunjukan bakatnya. "Aku minta maaf..." katanya secara tiba-tiba. "Agar mereka dapat kesempatan lebih banyak, aku mengundurkan diri dari tes ini." lanjutnya sambil menunjuk ke arahku dan peserta lainnya yang sudah tampil. 

____

Keesokan harinya...

"Aku berhasil masuk, ke eskul theater tanpa Kanes Pradipta." Sambil melamun di tengah-tengah pertemuan dengan anggota theater baru. "Tapi jangan khawatir! Aku punya rencana bagus." kataku dalam hati yang hanya bisa didengar oleh diriku sendiri.

Selesai sudah pertemuan dengan anggota theater baru, dan kami sudah memiliki kelompok yang beranggotakan dua orang dimasing-masing kelompok. Aku sekelompok dengan Hans Wijaya, sangat kebetulan sekali aku satu kelompok dengannya. "Halo, Hans Wijaya. Kita sekelompok, salam kenal" sapaku kepada Hans. Dia menoleh ke arahku tanpa tersenyum, "Oke" jawabnya dengan enten lalu pergi meninggalkan aku. "Woi, tunggu!" teriakku kepadanya tapi tak dihiraukan.

Kringg... Kringg...


Bel istirahat berbunyi. Aku langsung berlari ke luar untuk melihat keberadaan Kanes. Aku menemukannya, dia sedang mengantri di depan telepon umum yang ada di sekolah. Ku lihat dirinya memegang penyeranta untuk telepon. Segera aku menuju tempat dimana Kanes berada. Aku memperhatikan nomor telepon yang ia ketik dari belakang, "08260-". 

____

          Kini sekarang aku sedang berada di depan telepon umum. Untuk mencari nomor telepon rumah Kanes Pradipta. Aku buka buku telepon yang ada di atas telepon umum, lalu ku cari namanya di bagian inisial 'K'. Yap, ketemu! Setelah berulang kali mencari.

"Please, please. Nyambung ke rumahnya Kanes, please" kataku sambil berharap telepon tersebut tersambung.

"Halo?"

"Aku ingin bicara dengan Kanes Pradipta."

1 2 3 detik tak ada jawaban.

"Siapa ini?"

"Ini adalah lembaga survey. Jawab iya atau tidak untuk menjawab pertanyaan. Apa lagu pop favoritmu? Mohon dijawab setelah kamu bunyikan bel. Bip."

"Mirrors - Justin Timberlake"

"Terima kasih sudah menanggapi survey kami. Kami akan mengirimkan hadiah kecil. Tolong berikan kami alamatmu."

1 detik

2 detik

3 detik hingga 5 detik berlalu dan tak ada jawaban

"Namira Theodra?"


Keesokan harinya...

Hari ini aku sedang berada di ruang theater untuk membahas kerja kelompok aku dengan Hand Wijaya.

"Kemarin itu lo, kan?" tanya Hans membuka pembicaraan kami.

"G-gue? Bukan, bukan gue." jawabku gugup

"Mau tau nomor Kanes?"

"Mau" jawabku kelepasan.

"Bener, ternyata lo."

"Hans! ngapain si lo pura-pura jadi Kanes ditelepon?!" kataku dengan nada tinggi

"Gua ga pernah bilang kalo gua jadi Kanes."

"Terserah!"

"Jadi lo mau gak nomor teleponnya?"

"Hm"

"Gue bakalan kasih nomornya, tapi lo pinjemin gue kaset film. Keluarga lo buka rental CD film, kan?

Century GirlWhere stories live. Discover now