How I Met Him

2 1 0
                                    

Tahun 2013 Agustus, Bandung

"Amara, lo sudah gila ya?" kataku sambil berlari menuju kamar Amara -sahabatku-

"Kenapa lo gak mau pergi ke Singapore?! Lo gak mau dioperasi jantungnya?" lanjutku sambil menggerakkan tubuh Amara yang tergeletak di atas kasur.

"Apa gunanya operasi kalo gue gak punya jantung." sahutnya. Hahhh, Aku menghela nafas lesu, karena mendengar jawaban Amara yang sedang berhalusinasi.

"Ngomong apasi lo?"

"Jantung gue... jantung gue sudah dicuri" jawabnya sambil tersenyum lebar. Aku kaget mendengar jawaban dari Amara. "Ngelantur terus lo! Certa coba, kenapa emangnya lo gak mau pergi ke Singapore?". Amara bersiap untuk menceritakan apa yang dimaksud dengan omongannya.

Amara pov...

Kringg.. Kringg...

"Selamat dat-" Amara tak melanjutkan sapaannya tetapi dia hanya berdiri diam dengan wajah terkejutnya.

"Ibuku sedang tidak ada disini" lanjutnya dengan gugup.

Pelanggan yang tadi datang hendak keluar kembali. "Tunggu!!" teriak Amara. "Aku juga bisa ukur baju untukmu. Tunggu sebentar, akan aku ambilkan alat ukur badan,"

"Ahh..." Amara jatuh terpeleset, jarinya berdarah mengenai jarum yang ada di samping alat ukur badan.

Sontak pelanggan tersebut terkejut melihat Amara yang terpeleset. Diraihlah tangan Amara oleh pelanggan tersebut. Amara terkejut diam mematung, "Kanes Pradipta.... Pernahkah jantungmu berdebar kencang seperti akan meledak?"

Amara's pov ends...

"Lah itu mah karena penyakit jantung lo kali" tanggapan Namira setelah mendengar cerita Amara. Amara langsung mengelak perkataan Namira "Enggak, bukan! Lo pernah gak sih liat gue kayak gini?"

"Fariz, ketua kelas disemester dua. Arka, ketua paskib di kelas satu SMP. Guru PKN pengganti, kelas dua SMP. Ayo kita lihat, siapa lagi? Oh ya, Bukannya lo bilang Sahrul Gunawan bakalan jadi cinta terakhir lo?"

"AAAA, Kali ini gue beneran serius! Gue bahkan gak bisa tidur semenjak kejadian itu!"

"Gue takut gak bisa lihat dia lagi. Bahkan gue nangis saat ngedengerin musik. Ini beneran serius!" Lanjutnya.

Aku memutar malas bola mataku dengan bibie manyun, "AH! Pokoknya enggak! Ayo cepetan dikemas barang lo!" Jawabku sambil mengemas pakaian Amara

"Menurut lo gue ngelakuin ini tanpa alasan?". Aku menoleh menanyakan maksudnya.

"Dia pesen seragam SMA Pelita Harapan! Satu sekolah sama kita! Bagaimana gue bisa pergi?" cerita Amara sambil merengek. Aku terdiam lemas, lalu menghela nafas dengan bingung.

Aku menemukan ide, lalu aku segera berdiri dan duduk di bangku dengan komputer jadul di depan ku. Aku menyalahkan komputer tersebut, lalu ku buka aplikasi email. Aku buatkan email untuk Amara dan aku sendiri, agar kita bisa berkomunikasi lewat onlline untuk memberikan kabar tentang Kanes Pradipta. "Terus bagaimana selanjutnya?" tanya Amara dengan penasaran. "Mulai sekarang, lo bakalan tahu apa yang dia lakuin di sekolah, ketika lo pergi ke Singapore" jawabku. "Namira..." sahutnya terharu hingga memelukku. "Jadi, lakuin operasi jantung olo dan kembali ke sini dengan sehat, oke?" "Oke!'

Amara sudah berangkat ke Singapore sejak kemarin sore. Sekarang aku sudah berada dihadapan komputer jadul punyaku. Aku buka email dan mendapatkan pesan surel dari Amara.

Dari

Ini pesan untuk Namira. Gue sudah sampai di Singapore, sekarang gue lagi di rumah bibi gue dulu! Disini benar-benar seperti dunia baru! Singapore sangat bersih dan bangunannya tinggi! Warga disini terlihat trendy! Tapi, gue gak bisa menikmati negara ini karena gue harus pergi ke Rumah Sakit dan gak ada liburan. Gue harap sih, gue bisa main sama lu di sini. Omong-omong bukankah ini hari pertama lo upacara?

Setelah membaca email dari Amara, aku langsung memakai seragam sekolahku dengan terburu-buru. "Aleandra, bangunin kakakmu!" teriak Ibu yang terdengar hingga ke kamar ku. "Kamu gak kesiangan lagi, kan?" lanjut Ibu. "KAKAK SUDAH BANGUN" teriak Aleandra -adikku- dengan terkejut. Ibu yang mendengar perkataan Aleandra terkejut tak percaya, "Benarkah? Itu mah bakalan terjadi kalau matahari terbit dari barat. Suruh dia makan sarapan dul-". Setelah selesai mempersiapkan alat sekolah dan sudah rapih. Aku langsung berlari ke luar rumah. "Apaan itu? Langsung pergi?" kata Ibu.

Ini adalah hari penting! Aku akan bertemu dengannya.Mmembayangkannya saja sudah buatku bahagia! Hari itu aku lihat dia keluar dari apartemen dekat rumah dan menuju halte bus dekat rumah.

Aku berlari dengan kencang agar tidak telat naik bus. Sayangnya, aku terlambat dan tertinggal. "Pak, pak, tunggu saya!!" teriakku sambil berlari disamping bus. Bus tersebut berhenti dibukan tempatnya, agar aku bisa naik. "Terima kasih, Pak". Aku langsung masuk ke dalam bus tersebut. "Permisi, Aku minta ma-" belum sempat menyelesaikan perkataanku, tiba-tiba saja bus tersebut berhenti mendadak dan aku terdorong hingga mengenai penumpang lain. Aku menyadari hal tersebut dan langsung berdiri dengan tegap, "Aku minta maaf.". Sedetik kemudian bus tersebut mengerem mendadak lagi lalu aku hampir terjatuh lagi, namun ditahan oleh penumpang tadi yang aku senggol. Tak tahu hari ini aku beruntung atau tidak, karena aku memulai hariku dengan rasa malu. "Pak! Pak! Pelan-pelan dong bawa mobilnya!" teriakku memarahi supir bus.

"Duduklah. Jangan jatuh lagi," tawar penumpang itu. Aku menoleh ke arahnya
"Terima kasih banyak". Lalu aku melihat ke arah seragamnya. Seragam sekolah yang sama denganku, lalu kulihat name tag yang ada diseragamnya. 'Kanes Pradipta... Kau rupanya Kanes Pradipta.'

Di Gerbang Sekolah

Sesampainya di depan gerbang sekolah, aku langsung berlari ke dalam. Tiba-tiba saja dari belakang, ada seseorang yang menarik tasku, "Hei! Kamu mau kemana? Siswi ke sebelah kiri, siswa ke sebelah kanan! Cepat masuk!"

"Ah,sial. Gue sudah seneng pergi ke sekolah campuran, tapi ini seperti sekolahkhusus perempuan." Kata Jessie -teman sebangku- memulai pembicaraan denganku."Bukan berarti tak ada solusinya. Saat bel berbunyi, semua siswa dan siswi yanglapar akan berbaur di satu tempat, yaitu kantin." Sahut Helena. Aku dan Jessieterkejut, karena kami bertiga satu sekolah dan satu kelas lagi di SMA ini."Nyonya Helena?!" kata kami -Aku dan Jessie- berbarengan.

Century GirlWhere stories live. Discover now