32. Teman Kecilku

211 55 7
                                    

"Jadi, berapa jauh lagi?" tanya Ilino sembari berjalan mengiri langkah kaki Joey di sebelahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jadi, berapa jauh lagi?" tanya Ilino sembari berjalan mengiri langkah kaki Joey di sebelahnya.

"Tidak begitu jauh, dua hari lagi paling cepat kita akan sampai," jawab si ksatria dengan santai, akan tetapi ucapannya justru membuat Sang Pangeran menghentikan langkahnya seketika.

"Apa? Selama itu?!" pekiknya meski tak seberapa kencang.

Joey yang ikut berhenti nampak terdiam, tangannya terulur dan menunjuk sesuatu jauh ke depannya. "Kamu lihat bukit salju yang menjulang itu?" tanyanya pelan.

"Heem?" Dan Ilino mengangguk mengiyakan.

"Melewati bukit itu satu-satunya jalan pintas tercepat agar kita sampai ke kastil, karena Teluk Putih berada tepat di baliknya," tutur Joey.

"Tapi ini sudah hampir petang, apa tidak sebaiknya kita bermalam di sini saja sebelum menuju bukit itu?" Nathan memotong dialog mereka tanpa ragu. Ia awalnya tak sengaja mendengar, tapi lantas membuatnya ikut bergabung dalam obrolan.

"Benar, lagipula jalannya masih cukup jauh. Jadi sebaiknya kita bermalam di sini saja," angguk Joey sembari melempar pandangan pada kawanannya. "Cepat siapkan kayu bakar untuk malam ini," titahnya kemudian, dan para prajurit itu mengangguk patuh padanya.

🍎🍎🍎

Pijar api itu meletup-letupkan bunga merah ke angkasa yang sedetik kemudian hilang ditelan dinginnya udara malam. Sayup-sayup di kejauhan terdengar suara binatang nokturnal yang mulai menunjukkan eksistensi mereka. Sementara itu di atas kepala membentang langit hitam bertabur kerlipan bintang bak permata yang dicecarkan. Begitu indah, begitu memesona.

"Kamu marah padaku?"

Suara lembut itu membuyarkan lamunan Chris dan membuatnya mengabaikan letupan pijar bunga api seketika. Wajahnya menoleh, mendapati Sang Pangeran sudah duduk di sebelahnya meski masih ada jarak yang memisahkan.

"Ini sudah malam, kenapa belum tidur?" Tapi, alih-alih menjawab lelaki itu malah balik melempar pertanyaan seolah-olah enggan mengikuti dialog yang diarahkan padanya.

"Bagaimana bisa aku tidur kalau kamu terus mendiamkanku?" keluh Ilino, suaranya pelan dan nyaris tak terdengar lantaran ada embusan angin yang datang disaat ia berucap.

"Aku tak mendiamkanmu," kelit Chris seketika.

"Tapi kamu terus memalingkan wajah enggan bersitatap mata denganku. Ada apa? Apa aku melakukan hal buruk padamu? Apa aku membuatmu marah?" cecar yang muda dengan wajah tertunduk lesu menatap kakinya yang dibalut sepatu kulit lembu pemberian dari Noah beberapa hari lalu.

"Tidak ... kamu tak melakukan hal buruk apa pun padaku," jawab Chris, akan tetapi wajahnya berpaling ke sisi lain. Memandang kembali bunga-bunga api seolah hal itu lebih menarik daripada menautkan tatapan pada Sang Pangeran.

"Apa ini tentang Joey? Kamu marah karena aku terlihat akrab dengannya?" terka Ilino lagi, sepertinya ia belum lelah untuk terus mengulik alasan; mengapa Chris nampak mengacuhkannya.

The Prince, The Queen, and The Hunter [Banginho]Where stories live. Discover now