BAB 2 : Ketika Hujan Turun

144 16 0
                                    

Sampai di parkiran kampus, ponsel milik Riga berdering. Tapi saat melihat jika itu nomer yang tak dikenal, malah diabaikan begitu saja.

"Kok nggak dijawab?"

"Pemiliknya nggak diketahui," jawab Riga.

"Siapa tahu penting."

"Yang berkepentingan bisa chat aku sebelum menelepon."

"Ribet banget kamu, Kak," respon Vio menghela napas ketika memperkarakan aturan dalam kehidupan saudaranya ini.

Keduanya turun dari mobil dan berjalan menuju kelas. Vio jalan masih sibuk dengan ponselnya, bahkan satu tangannya memegangi ujung kemeja Riga sebagai arahan langkahnya karena matanya tertuju pada benda pipih itu. Sedangkan Riga malah fokus jalan, dengan sebuah headseat yang menempel di telinganya.

Berasa lagi nuntun tuna netra dengan kelakuan Vio, tapi sepertinya tidak dengan penilaian orang orang di sekitar. Karena pesona mereka seakan mengalihkan pandangan buruk. Riga yang terlalu dingin, tapi jika menyangkut Viona seolah apa yang gadis itu lakukan, dia abaikan begitu saja.

Sampai di salah satu lorong, seketika Vio terhenti ... membuat langkah Riga yang kemejanya dipegangan Vio juga ikut terhenti.

"Kenapa?" tanya Riga.

Vio menatap ke sekelilingnya. "Kakak nggak salah jalan?"

"Jangan-jangan kamu yang salah jalan. Kan ngekorin aku." Mengarahkan pandangan pada kemejanya yang masih Viona pegang.

"Eh, iyakah?" Menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Seketika bingung sendiri.

Riga melanjutkan langkahnya, meninggalkan Vio yang masih merasa tersesat di lorong kampus. Hingga beberapa detik kemudian barulah dia sadar akan sesuatu kalau ternyata tak salah jalan.

"Kakak, kamu mempermainkanku, ya!" teriaknya langsung berlari menyusul langkah Riga yang sudah mendahulinya, kemudian menarik ransel dia hingga membuat langkah keduanya sejalan. "Kamu mau kemana?"

"Kelas," jawab Riga singkat.

"Kelas yang mana? Kamu tersesat, Kak."

Riga tak menanggapi pertanyaan Viona, tapi terus saja melangkah menuju tempat yang ia tuju.

Dari kejauhan tampak seorang gadis sedang melambaikan tangan ke arah keduanya. Tidak tidak ... tentu bukan pada Riga, tapi pada Viona. Karena mana berani sahabat dari adiknya itu berbuat seperti itu padanya.

"Billa!" heboh Vio langsung berlari menghampiri Billa yang melambaikan tangan padanya. Kemudian duduk di kursi yang ada di taman yang berada di area  depan kelas.

"Tugas gimana, tugas. Gue takut kena depak sama Pak Wisnu," ujar Billa mulai ketar ketir.

"Tenang, berhubung Kak Riga lagi mode manusia, dia bikinin tugas gue dong," respon Vio dengan wajah sumringah sambil mengeluarkan bukunya dari dalam tas.

Riga berdiri dihadapan keduanya, memasang wajah dingin. Membuat fokus dua gadis itu, seketika beralih dari buku ke arahnya.

Billa tersenyum miris, ketika dihadapkan pada sosok Riga ... si cowok paling wah di kampus ini. Ayolah, siapa sih yang nggak dibuat mati gaya, mati kutu dan mati segalanya jika dihadapkan pada dia. Tapi berhubung ia berstatus sebagai sobatnya Viona, jujur saja ... dirinya lebih merasa takut kena labrak seorang kakak, daripada rasa memuja layaknya gadis lain.

"Haii, Kak Riga," sapa Billa dengan muka yang takut.

"Kalian masih sempat sempatnya duduk manis di sini?"

"Kan pak Wisnu belum masuk," respon Viona.

"Belum ngejain tugas aku, Kak," tambah Billa dengan wajah mengenaskan.

Pemilik Hati Sang Pewaris (Session 2)Where stories live. Discover now