4. Janda tapi Hamil?

10.3K 1K 7
                                    

Pagi ini Fanny di ajak bu Rani untuk belanja ke pasar, sekalian melihat lihat desa. Desa tempat tinggal bu Rani ini termasuk desa yang kawasannya masih asri dan sejuk, makanya bu Rani betah tinggal di desa.

Sesampainya di pasar mereka memutuskan untuk sarapan soto ayam di warung langganan bu Rani dekat pasar terlebih dahulu. Karena bahan untuk memasak di rumah Bu Rani sudah mulai habis, untuk semalam saja beliau memasak dengan dengan bahan seadanya.

Pasar tampak ramai oleh aktivitas jual beli dan tawar menawar. Fanny mengedarkan pandangannya, sepertinya barang yang di carinya tidak ada di pasar. Lagipula Fanny juga ingin menyembunyikannya dulu dari bu Rani sebelum Fanny tau kepastiannya.

"Bu, kalau apotek ada dimana ya? Soalnya Fanny mau beli vitamin," tanya Fanny.

"Ya nanti saja belinya sama ibu kalau sudah selesai belanja, nanti kamu kesasar kalau pergi sendiri."

"Haduh nanti merepotkan ibu, biar Fanny sendiri saja nggak papa bu," tolak Fanny halus.

"Ya sudah kalau begitu, dari sini lurus sampai ada perempatan terus belok kiri nanti ada apotek disana. Hati hati nanti ya nduk, terus dari apotek kamu mau langsung pulang apa gimana nduk?" tanya bu Rani.

"Habis beli vitamin dari apotek Fanny tunggu ibu selesai belanja saja, Fanny mau bantu bawakan belanjaan ibu."

"Ya sudah nanti kamu tunggu ibu di warung soto ayam tadi saja ya, kan penjualnya juga sudah tau kamu."

Fanny hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Setelah memastikan bu Rani masuk pasar, Fanny langsung menuju apotek lewat jalan yang di beritahu bu Rani tadi.

Fanny tersenyum setelah dia berhasil menemukan apotek yang tadi dikatakan bu Rani, otaknya memang pintar. Fanny melangkah memasuki apotek yang masih sepi karena mungkin masih pagi. Setelah menyebutkan barang apa yang dibutuhkan dan beberapa vitamin Fanny membayar total belanjaannya.

*****

Fanny dan bu Rani berjalan pulang ke rumah bu Rani dengan menenteng beberapa kantung belanjaan setelah turun dari angkot.

Jalanan desa mulai ramai karena aktivitas para warganya. Ada bapak bapak yang hendak pergi ke sawah dan bekerja, anak anak yang berangkat ke sekolah dan ibu ibu yang pulang dari pasar sama seperti nya dan bu Rani.

"Mbak Rani, habis dari pasar mbak?" sapa seorang wanita pada bu Rani yang kebetulan berpapasan dengan Fanny dan bu Rani.

"Iya Mar, maklum baru pulang dari kota nengokin Satria. Sekalian jalan jalan, soalnya beberapa hari di kota sumpek hawane. Lha kamu sendiri mau kemana tho?" tanya bu Rani.

"Mau belanja ke pasar juga mbak, soalnya mak Sri sudah ndak jualan lagi." Wanita yang dipanggil Mar oleh bu Rani itu meringis.

"Mau belanja ke pasar kok siangan gini Mar Mar. Lha emange kenopo Sri ndak jualan?" bu Rani geleng geleng kepala.

"Mbak belum tau ya? Anak perempuan nya mak Sri kan hamil di luar nikah mbak. Mbak tau sendirilah gimana watak warga di desa ini, apalagi yang ibu ibu. Rame mbak, sampai mau diusir paksa dari desa kalau ndak di tenangkan pak kades. Ya untungnya ndak jadi, tapi ya mak Sri sekeluarga harus pindah dari sini setelah menemukan tempat tinggal yang baru mbak." ceritanya menggebu gebu.

"Ya Gusti, aku kok baru tau kabar ini Mar, kasihan sekali Sri dan keluarganya. Semoga mereka di beri kesabaran dan ketabahan yang maha kuasa ya," ucap bu Rani sendu yang diamini Fanny dan wanita itu.

"Eh lha cah ayu iki sopone sampeyan tho mbak? Kok aku baru sadar," tanya wanita itu menunjuk Fanny penasaran.

"Jenenge Fanny, iki lho calone Satria. Ayu ndak?" Fanny tersentak saat bu Rani memperkenalkan dia sebagai calon dari anaknya, meskipun memakai bahasa Jawa namun Fanny tau artinya apa karena dia pernah mempelajari bahasa Jawa sewaktu ada film yang dibintangi nya memakai bahasa Jawa.

"Owalah, ayune ngene mbak, pinter Satria ndolek calon bojo! Lah berarti Satria muleh tho mbak?" tanya si wanita tadi penasaran.

"Loh ya ndak, bocah kui iseh dinas. Lah makane kui calon mantuku iki tak ajak," jawab Bu Rani.

"Oalah Yawes kalau begitu aku tak nang pasar sek, wis awan iki." pamit wanita itu lalu pergi dari hadapan Fanny dan bu Rani yang dibalas anggukan oleh keduanya.

Fanny dan bu Rani kembali melanjutkan perjalanan pulang. Tak ada percakapan diantara mereka, Fanny sibuk memikirkan apa maksud perkataan bu Rani pada wanita tadi, dan bu Rani yang memikirkan nasib keluarga mak Sri.

"Ehm bu, tadi itu kenapa ibu kenalin Fanny sebagai calonnya anak ibu?" tanya Fanny pada akhirnya.

"Oh itu, maaf ya ibu lancang. Tadi itu ibu bilang begitu soalnya ibu bingung mau bilang kamu ini siapanya ibu, soalnya banyak kerabat ibu di desa ini yang ndak kenal kamu kalau misalkan ibu kenalkan kamu kerabat ibu. Kamu faham kan maksud ibu nduk?" jawab bu Rani merasa tak enak.

"Iya bu, Fanny faham. Terimakasih ya bu, karena sudah mau menolong Fanny dan maaf kalau Fanny merepotkan ibu!" ucap Fanny sendu.

"Iya nduk sama-sama. Kamu sudah ibu anggap seperti anak ibu sendiri, soalnya ibu itu dari dulu pengen punya anak perempuan, tapi malah ndak dikasih sama yang diatas. Jadi kamu jangan sungkan ya, kamu ndak merepotkan sama sekali, malah ibu itu senang soalnya ada yang menemani ibu di rumah, jadi rumahnya sudah ndak sepi lagi," jawab bu Rani mengelus lembut rambut Fanny yang dibalas senyuman oleh Fanny.

*****

Fanny menunggu hasil testpack dengan harap harap cemas. Setelah menunggu beberapa menit Fanny memberanikan diri untuk melihat hasilnya.

Dua garis!!!

Lima testpack yang tadi dibeli Fanny di apotek, semuanya menunjukkan garis dua yang artinya dia positif hamil.

Fanny menyandarkan tubuhnya yang lemas di dinding kamar mandi, walaupun dia sudah menyiapkan diri akan besarnya kemungkinan ini, namun tak dipungkiri rasanya dia masih syok, kaget dan bingung campur aduk menjadi satu.

"Ok tenang Fann, lo pasti bisa ngadepin ini. Huh semangat!" ucapnya menenangkan diri.

"Tapi karena ini sesuai dengan apa yang dijelaskan di novel, berarti besar kemungkinan juga gue hamil anak kembar. Dan itu artinya gue harus cepet pergi dari desa ini sebelum perut gue membuncit, kan kata orang kalo hamil anak kembar perutnya bakal lebih cepet besar daripada orang yang hamil satu anak. Jadi lebih baik gue harus segera pergi dari desa ini." putusnya.

*****

Tbc

Bukan Sembarang JandaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon