3. MP3 Player Biru Muda

740 175 24
                                    

-

Ops! Esta imagem não segue as nossas directrizes de conteúdo. Para continuares a publicar, por favor, remova-a ou carrega uma imagem diferente.

-

-

Terik matahari yang semula panas menyengat perlahan memudar. Sepoi-sepoi angin sore hari memainkan surai tipis perempuan di sebelah Djuan. Sudah hampir dua jam Djuan mengekori Putri dan menjelajahi sudut pertokoan di pasar Jatinegara. Sudut yang belum pernah Djuan kunjungi selama masa SMA nya di sini. Penjual gorengan, ikan mas hias, sampai baju-baju seharga 20.000-an berbaris rapi di kanan dan kiri mereka. Sesak dan pengap membuat Djuan beberapa kali mengelap keringat di wajah. Djuan bahkan melihat keringat sudah membanjir di wajah Putri, tetapi tidak sedikitpun menyurutkan semangatnya menyusuri jalan.

"Kamu mau bawa saya ke mana?"

"Kak Djuan enggak usah banyak tanya, pokoknya hari ini Kakak kudu temenin aku seharian," jawab Putri sambil mengerling iseng dan menyodorkan sebungkus bakso tusuk yang dia beli begitu turun dari metromini. "Kakak mau?"

"Enggak," tolak Djuan dengan nada datar dibarengi helaan napas lelah. "Udah sore. Orang tua kamu enggak nyari nanti?"

Senyum masam menghiasi bibir Putri. Dia menggeleng sembari menghabiskan sisa bakso di plastik. "Nah ini dia. Ayo masuk! Temenin aku cari barang."

Kaki Djuan berhenti di depan pintu toko. Kepalanya mendongak untuk membaca papan nama di atas kepala.

Flechazo Art Shop & Gallery

"Kakak ngapain bengong? Ayo masuk!" geram Putri seraya menarik tangan Djuan. Mata Djuan seketika menyipit seakan-akan mulai jengkel dengan cara Putri menarik tangannya paksa. Namun, genggaman tangan Putri malah mengencang tiap kali Djuan berusaha melepaskan diri. Walhasil, Djuan hanya bisa pasrah meskipun ekspresi wajahnya tidak dapat berbohong.

Di dalam, deretan rak berisi alat lukis, kanvas kosong, cat lukis dan benda-benda seni lain menyambut Djuan. Toko itu terlihat tenang dengan suara musik klasik mengalun lembut. Aroma cat bercampur kamper menguar di seluruh ruangan. Suasananya mengingatkan Djuan akan ruangan ala Belanda yang sudah lama tak dihuni. Dia bahkan tidak menemukan seorang penjaga pun di sana.

Namun, sebelum Djuan dapat menikmati suasana, lagi-lagi dia merasakan tangannya ditarik Putri. Deretan cat beraneka warna berjejer di hadapan mereka. Sementara Putri memilih cat, perhatian Djuan teralihkan kepada lukisan-lukisan tua di dinding. Diam-diam Djuan menikmati suasana tenang si sana.

"Hobi Kakak apa? Kakak suka ngelukis?" tanya Putri memecahkan sunyi. Djuan menoleh kepada Putri. "Kalau aku... sedari dulu suka banget ngelukis. Terutama aliran surealis. Kakak tahu Rene Magritte? Dia idola aku. Menurut aku..."

Djuan membisu sambil terus mengamati Putri yang berceloteh panjang lebar tentang dunianya, dari mulai soal alat lukis sampai teknik melukis. Dunia yang sangat asing di telinga Djuan, jangankan memahami dunia seni, dapat bersekolah dan memiliki kesempatan untuk belajar saja membuat Djuan bersyukur bukan main.

Coffee In The MorningOnde as histórias ganham vida. Descobre agora