Satu penggal sajak berbahasa arab tanpa harokat yang tertulis rapih.

ﻳﻨﻔﺘﺢ ﻗﻠﺐ ﺍﻟﻤﺮﺍﺓ ﺇﻟﻰ ﻣﻦ ﻳﺪﻕ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﺜﻴﺮﺍ

Yang kurang lebih, artinya; 'Hati wanita akan terbuka untuk ia yang mengetuknya berkali-kali.'

Apakah Gus Anam sedang mengutarakan perasaannya? Setelah ratusan salam-nya yang terabaikan sejak beberapa tahun lalu. Apakah sekarang puncaknya?

Una dihinggapi kegelisahan. Apa yang harus ia lakukan? Tanggapan seperti yang harus ia berikan?

Ah, ia ingat setelah dirinya tiba di asrama, sebuah pesan masuk dari Gus Anam membuat Una mengernyitkan dahi.

Udah dibaca, Ning?

Padahal saat itu Una bahkan belum membereskan isi tasnya sama sekali. Karena itu juga gadis itu jadi curiga dan langsung mengecek kitab Mafatih Al-Ghoib-nya dan benar saja. Di sana lah ia menemukan secarik kertas itu.

Malamnya selepas Isya, lagi-lagi ada pesan masuk dari Gus Anam.

Maaf, Ning. Semoga sampeyan ndak marah. Saya hanya menyampaikan apa yang saya rasakan selama ini. Saya tak meminta semuanya serba cepat. Saya berniat serius, dan saya siap untuk menunggu sampai sampeyan siap.

Membaca itu sontak saja membuat kepala Una pening. Gadis itu tahu suatu saat nanti ia akan berada di posisi ini, tapi ia tak menyangka harus mengalaminya sekarang.

Ya Allah, baru beberapa minggu lalu isi kepalanya terkuras untuk memikirkan seorang bernama Abdullah Kafabihi, membuat banyak kegiatan dan hafalannya terasa tersendat. Sekarang, begitu ia terbebas dari sosok Abdullah Kafabihi, serta mulai bisa melanjutkan banyak targetnya dengan tenang, seorang pria lain malah datang lagi.

Menyita isi kepalanya sekali lagi.

Ah, Gus Anam adalah pemuda alim dan sholeh. Una tahu betul itu. Seorang calon suami idaman? Tentu saja. Tapi bukan itu masalahnya sekarang. Selain karena Una memang masih ingin fokus pada Al-Qur'an dan pendidikannya, ia juga belum merasakan apapun pada pria mana pun.

Jika hanya sebatas rasa kagum, mungkin. Ia pernah merasakannya, entah itu pada Gus Anam atau pada santri misterius bernama Abdullah Kafabihi itu. Tapi sekali lagi itu hanya rasa kagum biasa. Tidak lebih.

Baiklah, jika Gus Anam siap untuk menunggu, maka Una juga tak akan membalas pesannya dulu. Sampai ia siap. Bukan begitu?

"Mbak Na!" Teriakan Naora yang mencuat dari tangga menuju rooftop membuat Una sedikit terkesiap.

"Dalem?"

"Ke kamar bentar, deh."

"Ada apa, Ra?"

"Bentar, aja.

Una akhirnya nurut dan menyusul Naora menuju kamarnya di lantai satu. Tiba di sana, gadis itu sudah menemukan adik sepupu Naora yang masih kelas 2 Madrasah Aliyyah yakni Hilma tengah duduk manis menenteng sebuah kitab kuning.

"Minta bantuan, Mbak," kekeh Naora.

"Bantuan apa?"

NING, Dan Sebuah Kisah Dalam Hening Where stories live. Discover now