Bab 15

69 2 0
                                    

Suara sirine mobil ambulan membuat warga sekitar berkumpul mendatangi kediaman Darmi. 

Zaki, dia hanya diam seperti mayat hidup memandangi jenazah istri dan anaknya. Fikiranya melayang entah kemana, sedangkan hatinya tengah terkoyak tak bisa disulam.

Setelah mobil tiba segera Zaki dan Darmi turun, sedangkan Adi yang naik mobil Zaki bersama Sukaji dan beberapa warga juga segera turun dan membantu menurunkan jenazah. 

Rambut panjang lurus Nina tergerai keluar membuat warga sekitar yang melihat terbayang-bayang.

"Kasihan, ya" ucap beberapa warga.

***

Prosesi pemakaman Nina dan Tiara telah usai. Semua orang kini sudah kembali kerumah masing-masing. Sedangkan di rumah Darmi kini berkumpul sanak saudara dekat, maupun jauh.

"Bu!" ucap Adi menggenggam tangan ibunya.

"Tadi pagi, sebelum Tiara pergi. Adi lihat Nina, dia gendong Tiara didekat jenazahnya"

"Dia juga bilang, kalau dia bawa Tiara, agar tidak menjadi anak iblis," timpalnya.

Mendengar penuturan Adi, membuat Darmi seketika melongak memandangnya. Kemudian menunduk lagi, dan meneteskan air mata.

"Buku, bu-ku iblis itu penyebabnya," ujar Darmi terisak.

"Ibu, tau siapa yang megang?" tanya Adi.
Disusul anggukan Darmi. Darmi menggeleng

"Tapi seharusnya, Ibu dengarkan kata Mbah Tarno. Seharusnya Ibu bakar saja buku itu," gumam Darmi.

"Berarti, kita harus selidiki siapa pelakunya!" tegas Adi.

***

Hari telah berganti hari, kini sudah tujuh hari kedua Anak dan Ibu itu pergi. Zaki, masih seperti orang linglung disana. Diam dikamar, tak nafsu makan. Baru tujuh hari Istri dan Anaknya meninggal, badanya sudah kurus tinggal tulang.

Hari-hari dia lewati dengan melamun didepan jendela, terkadang melentang diatas kasur. Darmi sangat prihatin dengan keadaan puteranya, terkadang dia sampai terisak karena melihat Anaknya itu.

"Assalamualaikum!" seru seorang wanita cantik berambut panjang, bertubuh langsing.

"Waalaikum salam," jawab Darmi dari dalam.

Adi dan Zaki, yang duduk disofa menatap kearah pintu utama.

"Nindy!" gegap Darmi.

"Hai, Bude," sapa Nindy ramah. Bibirnya mengukir senyum.

"Saya kesini mau berbela sungkawa, atas meninggalnya Mba Nina, dan puterinya," sambungnya dengan nada lirih.

"Ayo masuk, Nak," ajak Darmi.

Melihat sang mantan kekasih datang, membuat Zaki yang tadi tiduran disofa, seketika bangkit. Matanya menatap Nindy tajam, bak elang yang tengah mengintai mangsa.

"Ngapain, kamu kesini!" gertak Zaki.

"Zaki!" ujar Darmi, matanya melotot dan kepalanya menggeleng. 

"Mas Zaki, saya kesini niatnya baik, kok. Kemarin ngga ada waktu. Soalnya kakek sakit," ucap Nindy lembut.

Zaki tidak membalas, ia malah melengos pergi meninggalkan Nindy.

"Ma'afin Zaki, ya," lirih Darmi.

Zaki memang membenci Nindy. Sebab, Nindy pernah berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Bahkan saat Zaki akan Menikahi Nina, dia juga sempat membuat kacau keadaan, dengan memprovokasi Nina bahwa nanti kehidupan mereka tak akan bahagia. Sejak saat itulah Zaki benar-benar membencinya. Zaki tidak mengenal Nindy dengan baik. Sebab, meski Nindy juga punya keluarga yang satu desa denganya, Zaki tak pernah sekalipun berkunjung kerumah Nindy.

"Yu! Yu Darmi!" teriak salah seorang warga.

Darmi yang saat itu tengah menggulung tikar sehabis digunakan tahlilan semalam pun bergegas keluar.

"Ada apa to, tar?" tanyanya pada Tarman tetangganya.

"Ini lo, Yu. Kang Sukaji ketemu Lilis. Tapi, diajak pulang ngga mau," uajrnya sembari nafasnya naik turun.

"Astagfirullah! Udah lama?" tanya Darmi.

""Belum, baru aja. Kayaknya kabur dari rumah sakit. Sekarang aja lagi nangis," ujar Tarman dengan logat ngapaknya.

Mendengar itu, Darmi segera memanggil puteranya Adi, untuk menjemput Istrinya.

Lalu mereka segera mengendarai mobil, menuju rumah Sukaji. Sedangkan Tarman kembali dengan motornya.

Sesampainya disana, benar saja Lilis dengan wajah kusutnya, dan rambut sudah seperti seminggu tak disisir. Membuat Darmi membekap mulutnya. Darmi dan Adi saling tatap, kemudian berjalan kearah Lilis yang tengah duduk dibangku teras.

"Sayang, kamu ngga papa?" tanya Adi. Namun, ia didorong oleh Lilis saat akan mendekat.

"Pergi! Jangan kesini! Balikan bayiku, hiks .... hiks," teriaknya histeris.

Ternyata Lilis masih teringat pada kejadian dua tahun yang lalu, saat dia kehilangan bayinya.

"Dimana kamu ketemu dia, Mas?" tanya Darmi pada Sukaji.

"Didekat kuburan," jawab Sukaji singkat.

Entah mengapa tatapan Sukaji pada Lilis seperti tidak suka. Saat Adi dan Sukaji bertemu pandang, Sukaji seperti tengah memberi isyarat.

Setelah mengalami berbagai drama, akhirnya Darmi berhasil membujuk menatunya pulang.

Sesampainya dirumah Darmi segera membantu membersihkan badan menantunya.

"Sebenarnya, kamu kenapa kabur? Kalau kamu sudah sembuh, Ibu pasti jemput!" ujar Darmi sembari mengelus pucuk kepala Lilis.

Lilis hanya diam jari jemarinya saling memainkan. Ia terlihat rapi sekarang, mengguanakan baju yang lebih terlihat bersih.

Sedangkan Adi, sejak kembalinya Istrinya, seharusnya dia senang. Justru sebaliknya ia terlihat khawatir.

"Ada apa to, le?" tanya Darmi.

"Ngga, Bu. Apa ngga sebaiknya kita kembalikan dia kerumah sakit?" ungkap Adi. Ia terlihat sedikit panik.

"Entah mengapa, Adi merasa dia tidak seperti Lilis," timpalnya.

"Itu perasaan kamu aja. Kan udah lama ngga ketemu. Biar ajalah, mungkin lebih cepet sembuh kalau kita curahkan banyak kasih sayang," ujar Darmi.

Mendengar itu bibir Lilis mengukir senyuman, ia menatal kearah suaminya sembari menyeringai.

***

Ada apa sebenarnya? Siapa pelakunya? Nindy, atau Lilis?





JANGAN BAWA BAYI SAAT MELAYATWhere stories live. Discover now