Bab 11

83 4 0
                                    

POV zaki

Namaku Zaki Ardiansyah, umurku 26 tahun. Bekerja disebuah perusahaan swasta. Aku memiliki seorang istri yang cantik rupawan, senyumnya manis, kulitnya putih. Aku telah menikahinya selama 2 tahun lamanya. Namanya Nina Indriyani. Dari dua tahun menikah, kami telah dikaruniai seorang putri kecil bernama Tiara Putri Semanggi.

Hari itu saat bude Yanti, Budenya Nina meninggal, ibu sudah melarang Nina untuk datang. Namun, karena kedekatanya dengan Bude Yanti sudah seperti ibu sendiri membuat Nina berani melanggar larangan Ibu.

Dari saat itu, banyak kejadian aneh yang menimpa keluargaku. 

Sore itu saat aku pulang dari pamakaman, setelah mandi bersama dengan warga disungai. Aku melihat ibu tengah duduk dengan menggendong Tiara. Kulihat istriku tengah tertudur disofa.

"Ada apa, Bu? Kok lbu gendong tiara? Lah, Nina malah tidur?" tanyaku pada Ibu.

"Ngga tau, Le. Tadi pas Ibu sampai kemari, Nina sedang tidur. Tiara ada dilantai nangis kenceng. Kayaknya tadi Tiara jatuh dari atas sofa," jawab Ibu. Tanganya masih sibuk menepuk paha Tiara.

Aku duduk dilantai dekat dengan sofa tempat Nina tertidur. Kulihat wajahnya ada lebam didekat daun telinganya.

'Kenapa ya?' tanyaku dalam hati.

Saat aku akan berdiri, Nina mengigau memanggil-manggil nama Tiara. Seoalah-olah Tiara tengah terluka.

Malamnya Tiara masih rewel, wajahnya dipenuhi bintik-bintik kemerahan. Ibu bilang Tiara kena sawan. Aku disuruh ibu untuk mengunci semua pintu dan jendela. 

Namun, saat aku tengah mengunci pintu belakang. Tiba-tiba terdengar seperti ada yang mencakar-cakar dinding belakang. Kucoba untuk melihat dari gorden jendela, siapa yang disana.

Mataku membulat, kaki bergetar, jantung ini rasanya ingin lepas dari tempatnya. Kala yang kulihat banyak mahkluk mengerikan, tengah menduyung-duyung ingin masuk rumah.

Wanita dengan muka rata, mahkluk besar tinggi dengan tubuh dipenuhi bulu, ada juga mahkluk seram denga lidah menjulur hingga ketanah. Sontak aku beringsut mundur, kemudian berlari mencari Ibu.

Setelah menceritakan semua pada Ibu, Ibu bilang bahwa ini bahaya, itu semua mahkluk penunggu kuburan. Sebab, Nina tadi ternyata sempat mampir kemakam. Aku yang mendengar semua itu lantas memarahi Nina. Ibu mengatakan bahwa kami harus segera membawa Tiara ke tempat Pakde Sukaji.

Sebenarnya aku sendiri juga tidak percaya dengan semua mitos itu. Namun, aku sendiri bahkan sudah melihatnya. Tidak ada lagi, alasan untuk aku tidak percaya.

Ibu menyuruhku untuk menumbuk deringu banggle yang memang Ibuku telah menyediakan didapur. 

Saat aku berjalan menuju pintu suara itu masih sangat keras terdengar, kuberanikan diri untuk menumbuk itu, dengan terus membaca basmallah.

Sesaat kemudian aku telah rampung menumbuk, suara itu telah mulai mereda, kucoba memberanikan diri membuka gorden jendela.

Mahkluk itu telah pergi semua. Ditengah remang-remang lampu aku melihat sosok perempuan berbaju serba hitam, Tengah membawa seperti sesaji, dan meletakkanya dibawah pohon mangga depan rumahku.

Letaknya agak jauh memang, dipojok halaman rumah.

Siapa dia? Apa yang dia lakukan dengan sesaji itu?.

Saat aku tengah bertanya-tanya, tiba-tiba bau anyir menyeruak keindera penciuman ini. Bulu kiduk seketika berdiri.

Saat aku akan berbalik, ada sosok anak kecil wajahnya seram, kulit melupas, dan tanpa mata. Ia melayang-layang kelangit-langit rumah. Kaki rasanya sulit digerakkan, mulut komat kamit membaca ayat suci. Namun, bukanya pergi mahkluk itu justru malah tertawa.

"hihihihi .... Ayah, mau main sama aku. Nanti kalau Ibu Nina mati, kita bisa main sama-sama"

Suara mahkluk itu terdengar sangat mengerikan. Setelah mengatakan itu, mahkluk itupun menghilang. 

Keringat dingin membanjiri, rasa takut juga terkejut bercampur menjadi satu. Membuat diri ini diam mematung seperti kehilangan nyawa.

Diri ini tak mampu lagi bercerita pada Nina atau Ibu tentang apa yang kulihat dan kudengar tadi.

Paginya, semua telah siap untuk pergi kerumah Pakde Sukaji. Aku diam-diam menyelinap keluar untuk melihat apa memang ada sesaji dibawah pohon itu. Aku hanya berharap bahwa aku hanya salah lihat.

Benar saja, saat aku tiba dibawah pohon mangga tidak ada sesaji ataupun sejenisnya. Mungkin aku hanya salah lihat saja. Gegas aku melangkah untuk pergi. Namun, langkahku terhenti kala melihat sepotong jarik diikatkan di akar pohon mangga. Jarik itu seperti berlumuran darah. Benda apa itu? Kenapa harus diikat diakar?. 

Saat aku ingin mencoba membukanya, Ibu sudah keburu memanggil, aku segera pergi meninggalkanya.

Aku tidak ingin memberi tahu Ibu ataupun Nina, karena kutahu mereka sangat mudah percaya hal gaib seperti itu. Nantinya malah mereka menjadi panik.

Saat setengah perjalanan, terjadi kerumunan didepan. Kulihat ada dua mobil tengah mengalami kecelakaan. Kucoba mencari tahu siapa gerangan yang mengalami kecelakaan tersebut.

Nindy mantan kekasihku, ternyata dia pemilik salah satu mobil tersebut. Mobilnya mengalami kerusakan cukup parah. Dari penuturan warga, nindy baru pulang dari Palembang. Namun, saat ditengah perjalanan ada mobil yang melaju kencang dan menabrak mobilnya dari belakang. Namun beruntingnya dia tidak apa-apa, hanya lecet saja dibagian kakinya.

Kulihat ia tengah dikerumuni oleh beberapa ibu-ibu. Saat kami bertemu pandanh, tatapan Nindy cukup tajam padaku. Entah apa yang sedang dia fikirkan terhadapku. Karena tidak nyaman dengan tatapannya yang terus tertuju padaku, akhirnya aku memilih pergi dan melanjutkan perjalanan, melewati jalan lain.


Sekian dulu ya🤗

Jangan lupa tap love nya ya😘😘❤😍

JANGAN BAWA BAYI SAAT MELAYATKde žijí příběhy. Začni objevovat