Pertama

884 72 5
                                    

"Lo putus sama Vania?"

"Iye!" Rafa menjawab dengan malas.

"Kali ini alasannya apaan lagi? Lo tadi sampe berantem gede sama Fadi"

"Ya itu! Vania deket banget sama Fadi, gue gak suka. Makanya gue gebukin tuh anak. Eh, malah gue yang diputusin Vania! Bangke!" jelas Rafa.

"Ya ampun, Raf! Mau sampe kapan sih lu jadian putus jadian putus kayak gini terus??? Gak bosen apa? Lu gonta-ganti pacar terus???" cetus Rio, sahabat Rafa di sekolah.

"Lo pikir gue gak capek juga, apa???" sergah Rafa, "Gue juga mau kali punya satu orang yang bisa serius sama gue!!! Gue bosen cari yang baru, mulai lagi. Putus, cari yang baru lagi. Bosen anying!"

"Ya makanya lo jangan berulah, Rapaaaa!!!" omel Rio, "Cewek-cewek itu jelas gak betah sama lo, gara-gara lonya sering cari masalah tau gak!"

Rafa terdiam, bergeming sebentar. Dia menghela napasnya kesal, "Kenapa sih-"

"Tuhan gak adil sama gue!" potong Rio, "Udah hapal banget omongan lo tiap kali lo putus!!! Lo yang berulah, nyalahin Tuhan!"

"Gue tuh cuma pengen, satu orang aja buat seumur hidup. Gue juga pengin kayak kak Laras sama Kak Vino tuh, ketua pramuka! Mereka awet banget dari SMP!" curhat Rafa.

"Kalo gitu... ya elonya yang harus dirubah!" tukas Rio.

Rafa terdiam.

~

"KAMU SAYA PECAT!" teriak lantang salah seorang HRD kantor pada Dafi, dimana tempat ia bekerja.

Dafi menekuk alisnya bingung, "Saya di pecat, Pak? Salah saya apa, Pak?"

"Alah, udah banyak laporan tentang kamu! Udah sekarang kamu pergi aja sana" usir Pak Gatot, HRD tersebut.

Sebenarnya Dafi tahu betul apa alasan utama Pak Gatot memecatnya. Hanya karena ia tak sengaja memergoki Pak Gatot bersama sekretarisnya sedang melakukan seks di tempat photocopy kantor saat Dafi sedang lembur malam.

Dafi hanya bisa pasrah dengan keadaan tersebut. Ia pun memilih pulang dan mengikuti suruhan terakhir bosnya itu.

Di siang harinya, Dafi termenung di atas motornya. Dia berhenti sejenak di bawah pohon. Dia memiliki beberapa cicilan, belum lagi dia memiliki adik perempuan yang masih sangat kecil. Anak dari hasil pernikahan kedua Ibunya. Ayah Dafi meninggal 5 tahun yang lalu.

Dafi pusing setengah mati. Mana Ayah tirinya pun hampir tak pernah pulang ke rumah. Membuat Dafi harus giat mencari kerjaan baru agar ia tak terbebani dengan cicilannya.

"Ya Allaaah... gimana caranya aku bayar utang kalo gini. Punya kerjaan aja, kadang masih harus gali lobang tutup lobang. Apalagi gak ada kerjaan kayak gini" tutur Dafi dalam hati.

Hingga kemudian, sebuah telpon berdering seketika. Dafi langsung memeriksa ponselnya. Dia mengernyitkan keningnya ketika melihat nomor tak dikenal di layar ponselnya. "Siapa nih?"

Dafi pun segera menjawab telpon tersebut. "Halo?"

"Halo, selamat siang. Benar saya bicara dengan Dafi Rana Adista?"

"Iya, maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya Dafi.

"Saya Hanung, sahabat almarhum ayah kamu" tutur suara berat lelaki tersebut.

"Hanung?" ulang Dafi, sambil mengingat-ingat nama Hanung di antara beberapa nama sahabat ayah kandungya.

"Bisa kamu datang ke kantor, Dafi?" tanya Hanung seketika.

"Hah? Ke kantor? Kantor mana ya, Pak? Dan untuk urusan apa kalau boleh tahu? Ap-apa... Ayah saya meninggalkan hutang?" tanya Dafi. Pikirannya sudah kemana-mana.

FIX YOU (18+)Where stories live. Discover now