[PHILE]

34 4 0
                                    

—o0o—

Pagi yang seharusnya Anseno sambut dengan bersemangat terpaksa hanya menjadi wacana setelah kakak perempuannya tiba di rumahnya sejak pukul enam dini hari. Alina terus menerus mendesak Anseno untuk segera mencari istri. Bukan sekali dua kali hal ini terjadi mengingat usia Anseno sudah cukup matang untuk menikah.

"Anseno kalau kamu nggak segera ngenalin calon istri ke kakak dalam waktu deket, kakak sendiri yang bakal nyariin calon istri buat kamu!" desak Alina.

"Kakak enggak punya hak buat ikut campur soal itu." Akhirnya Anseno mau angkat bicara setelah bertahun-tahun ia menulikan pendengarannya tiap Alina membicarakan hal ini.

"Gimana enggak ikut campur kalau di umur segini kamu masih perjaka, Sen? Seumuran kamu normalnya udah punya dua anak sekarang," tekan Alina.

"Enggak ada kata 'normalnya', kak. Tiap orang punya waktunya sendiri. Dan itu enggak bisa dipukul rata," balas Anseno tenang. Di tengah wajah kakaknya yang sudah setengah merah, Anseno dengan santai membuka sarapan yang di bawakan kakaknya.

"Lagian, bukannya di umur segini, justru bisa diprediksi kalau jodoh Anseno makin deket. Kakak enggak perlu repot nyariin buat aku. Pasti sebentar lagi," ujar Anseno yang kalau dipikir ada benarnya.

"Ya sebentar laginya kapan? Setahun? Dua tahun? Atau sepuluh tahun? Kamu bisa ngasih jaminan nggak tentang waktu yang kamu prediksi itu?" tuntut Alina.

"Ditunggu terus, kalau enggak sambil dicari sama aja bohong!" tandas Alina dengan berapi-api lantas meninggalkan rumah Anseno. Bisa stress jika ia terlalu lama seatap dengan si bebal itu.

—o0o—

Sabtu sore usai selesai bekerja, Naya mengajak Alya untuk belanja bahan makanan. Harusnya besok, tapi Naya pikir sekalian capek, jadi besok ia bisa beristirahat seharian.

"Al, lain kali kalau bikin list belanjaan kasih tulis mereknya juga, dong. Waktu itu Naya habis puluhan menit sendiri buat nyari bumbu dapur doang. Mana diomongin ibu-ibu lagi," rengek Naya.

"Lagian belanja sendiri, sih. Enggak mau nunggu aku pulang dulu," katanya.

"Ya, kan niat Naya baik nggak mau ngerepotin. Ternyata repot sendiri," keluh Naya sambil menyomot beberapa cemilan di depannya.

Pergerakan itu tak luput dari pandangan Alya, "Aku enggak mau ya, kamu ambil banyak gitu terus nanti enggak dimakan gara-gara takut gendut," sindir Alya. Akhirnya dengan sedikit gemas Naya memilih mengembalikan sebagian agar Alya tidak mendadak ceramah di sini.

Sesampainya di kasir, Naya teringat sesuatu, "Alya nanti kalau mau pulang duluan nggak apa-apa. Aku mau beli sesuatu dulu."

"Sekalian aja, Nay. Enggak usah boros buat bayar taksi."

—o0o—

"Kirain mau beli buku, ternyata nyari dress. Buat ke acara siapa, Nay?" tanya Alya.

"Ulang tahun temen," jawab Naya singkat sebab terlalu fokus memilih dress yang akan ia beli.

"Temen yang mana? Selin?" tanya Alya memastikan. Pasalnya Naya tidak pernah bercerita kalau ia punya teman yang dekat. Toh, jarang ia mau pergi ke acara seperti itu jika ia tidak merasa benar-benar dekat dengan seseorang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 25, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Cerry on the CakeWhere stories live. Discover now