[SCREENING]

29 5 0
                                    

-o0o-

Setelah melaksanakan ibadah, Naya segera mengganti kaos pendek yang ia pakai dengan sweter cokelat tua kesukaannya. Ia baru ingat kalau bahan makanan di apartemen habis. Jadi, ia berniat membeli persediaan untuk satu minggu ke depan.

Karena Alya belum pulang, Naya mematikan seluruh lampu di apartemen demi menghemat listrik. Sembari berjalan ke arah lift, ia memesan taksi karena ia tidak bisa mengendarai motor sendiri.

Naya sebenarnya kurang suka keluar di malam hari seperti ini karena sejak kecil ia sudah terbiasa dengan petuah ayahnya yang sampai sekarang masih ia hafal, "Wajib di rumah sebelum maghrib!"

Tapi Naya tidak mungkin begitu tidak tahu diri untuk lebih merepotkan Alya lagi. Dia sudah banyak membantunya selama ini.

Selang tujuh menit, terdengar bunyi klakson dari depan apartemen, Naya segera menghampiri taksi itu.

"Atas nama Naya Ayraa?" tanya driver itu memastikan.

"Iya, pak," jawab Naya, lantas membuka pintu dan duduk di kursi penumpang.

Beberapa menit di perjalanan, driver taksi yang Naya perkirakan sudah kepala tiga itu melontarkan cibirannya untuk orang yang sepertinya Naya tahu siapa.

"Mbak, sudah dengar berita suami mukulin istri itu belum? Kenapa harus dipukulin, kalau tidak punya uang, kan, bisa dibicarain baik-baik. Toh, kok ada, ya, nikahin anak orang, tapi nggak mau biayain," cibir bapak itu.

Belum sempat Naya memberi respon, bapak itu terus melanjutkan ucapannya, "Mbak sudah menikah belum? Kalau belum nanti cari laki-laki yang bertanggung jawab, ya? Banyak uang doang, kalau pelit buat apa? Ya, kan, mbak?" nasihatnya.

Naya tersenyum menanggapi ucapan orang di depannya itu. Ia kurang suka diajak menggosip sebenarnya, tapi yang bapak itu ucapkan memang benar.

Tidak terasa hanya mendengarkan ocehan bapak itu tau-tau sudah sampai di depan pusat perbelanjaan. Naya membayar taksi sesuai dengan angka yang tertera di argometer.

Ia menyampirkan totebag yang ia bawa dari rumah di bahu kirinya dan berjalan masuk ke dalam.

Biasanya Naya pergi dengan Alya di akhir pekan, karena Naya sangat payah untuk urusan dapur, jadi ia tidak tahu harus membeli apa saja. Beruntung, ia menemukan list belanjaan minggu lalu di meja dapur, Naya akan belanja sesuai list itu saja.

Naya mulai berjalan di rak sayuran dan buah, mengambil satu demi satu dan mencentang bahan yang sudah ia letakkan di troli, tak lupa ia membeli dengan jumlah lebih banyak dari yang tertulis di list agar tidak kehabisan seperti minggu ini. Semuanya terasa mudah karena Naya tidak asing dengan bentuk-bentuk sayur dan buah-buahan itu.

Tapi "kemudahan" itu tidak berlangsung lama sampai ia mematung dengan mulut sedikit terbuka di depan rak bagian bumbu dapur. Naya ingin menangis saja rasanya, kenapa Alya tidak menulis merek dari bumbu itu agar Naya bisa dengan mudah mencarinya. Ia mana tahu mana yang namanya penyedap, bubuk lada hitam, saus tiram, dan masih banyak lagi.

Satu-satunya list yang berhasil ia centang hanya kecap manis. Mau tidak mau Naya harus mencari di internet terlebih dahulu. Seluruh pergerakan Naya tidak lepas dari tatapan sekumpulan ibu-ibu yang berdiri tidak jauh dari Naya.

The Cerry on the CakeDär berättelser lever. Upptäck nu