Bab 1 Awal Mula

141 8 1
                                    

"Jangan kesana Nina anak kamu itu masih bayi," ujar Bukde Sumi padaku.

"Tapi, Bude. Bukde Yanti, itukan Kakak Ibukku, kalau aku ngga kesana ya gimana"

"Lagi pula, Ibuk juga udah ngga ada. Terus yang mewakili dari keluargaku siapa?" sambungku sembari mengambil kain jarik untuk menggendong Tiara, putriku.

"Iya sudah terserah kamu saja.tapi jangan lupa bawa deringu bengglenya yo, ditancepin kegunting kecilnya. Oh, iya, jangan lupa juga bawang putihnya" ujar Bude. Kemudia berjalan mendahuluiku.

Tiara, putriku baru berumur tiga bulan. Sebenarnya Ibu mertuaku sudah melarang aku datang, tapi apa daya aku sudah menganggap Bude Yanti seperti Ibuku sendiri.

Suamiku sudah disana sejak tengah hari tadi bersama dengan ibu mertuaku.
Bukde Yanti dinyatakan meninggal jam 11 siang tadi, akibat penyakit darah tinggi yang ia derita. Aku yang sejak pagi disana, langsung diantar pulang oleh suamiku saat Pakde bilang bahwa Bude sudah tiada.

Hati yang sedih, harus bertambah sedih. Saat aku dilarang ikut menyaksikan Bude untuk terakhir kalinya.
itulah yang membuatku akhirnya nekad kesana meski dilarang ibu mertua.

Jarak antara rumahku dan rumah bude cukup dekat. Hanya sekitar 500 meter saja, namun melewati banyak simpang.
Didesaku ini memang banyak simpang empat. Hampir setiap 500 m selalu ada simpang empat.

Aku berjalan dengan begitu tergesa, takut tidak bisa nemuin Bude untuk terakhir kalinya.

Saat tiba disimpang empat rumah Bude. Disebelah kiri arah rumah Bude, dan lurusku adalah makam, aku mengintip sedikit kearah makam kulihat kuburan yang sedang digali suamiku untuk Bude berada di pinggir jalan.
Namun saat akan melangkah, kakiku terhenti kala melihat sesajen dibawah got tepat disimpang masuk makam. Bau dupa dan wewangian kemenyan serta bunga mawar, membuatku bergidik ngeri. Kupercepat langkah meninggalkan simpang, sebab khawatir dengan anakku yang mulai menggeliat.

"Kok kamu kesini, Nina" sentak Ibu mertua, saat aku tiba dirumah Bude.

"Aku pingin lihat Bude, Buk. Untuk yang terakhir kalinya" lirihku dan menundukkan wajahku.

"Iya sudah bawa sini anakmu, biar Ibu gendong. Habis itu langsung pulang"

"Bandel banget kalau dibilangin orang tua" sentak Ibu, setelah menggendong Tiara.

Ntah apa yang Ibu lakukan, mulutnya komat kamit tepat ditelingga anakku.
aku segera berjalan kearah budeku yang telah dimandikan dan akan dikafani.
Air mata tak sanggup kubendung lagi kala melihat jasadnya yang sudah mulai kaku.
Aku terus mengenang masa masa bersamanya. Selama hidup Bude adalah wanita yang baik, tangguh, dan sangat disiplin.
Ia menggantikan sosok Ibu bagiku.

"Nina, cepet bawa anakmu pulang. Dia sudah mulai rewel"

"Nurut kalau dibilangin orang tua, Nduk"

Akupun akhirnya beranjak, meski sebenarnya belum puas memandangi bude. Namun Ibu mertuaku sepertinya sudah mulai marah, jadi lebih baik aku pulang saja.

"Jangan lupa mandi yaa, anakmu juga. Jangan masuk rumah dulu sebelum cuci tangan sama kaki, nanti takutnya sawannya kebawa masuk rumah" pesan Ibu panjang lebar.
Aku hanya membalasnya dengan anggukan.

Aku berjalan gontai meninggalkan kawasan rumah Bude, sesekali mataku masih menengok kearah belakang karena masih belum rela kalau harus pulang.

Sesampainya dirumah aku sudah lupa dengan pesan Ibu, aku langsung masuk rumah tanpa mencuci tangan dan kakiku terlebih dahulu. Sebab sudah sangat lelah dan begitu larut dalam kesedihan.

Aku meletakkan Tiara diatas ranjang, bayiku ini sejak tadi tidur terus. Hanya bangun, menangis saat aku melihat Bude tadi.

Karena Tiara masih pulas akhirnya aku memutuskan mandi duluan. Saat aku mulai menyabuni tubuhku, aku mendengar Tiara menangis. Lantas kumatikan kran agar aku dapat mendengar dengan jelas apakah Tiara benar benar menangis.

"Aaaa .... Ueekkk...ueeekkk"

Benar sekali dia menangis, namun mau bagaimana aku sudah terlanjur memakai sabun.

"Bentar, Nak!!" Teriakku dari dalam.

Aku lekas menyiram tubuhku asal asalan. Kemudian melilit handuk, dan berjalan keluar.

Betapa terkejutnya aku saat kulihat Tiara masih terlelap bahkan posisinya masih seperti semula saat aku tinggal mandi.

"Apa aku salah dengar" gumamku.

Kemudian aku masuk kamar mandi lagi guna untuk memakai baju yang sudah kubawa masuk tadi.

"Uekkkk....uekkk...uekkkk.."

Terdengar suara Tiara menangis lagi saat aku baru saja selesai mengenakan dalamanku.
Kali ini kubiarkan dulu sampai aku selesai memakai baju.

Namun semakin lama suaranya semakin memilukan seperti ia tengah kesakitan. Gegas aku keluar dan melihatnya kembali.

Namun aku lagi lagi dikejutkan, karena Tiara masih dalam keadaan semula nyaris tak berpindah sedikitpun.

Tapi tadi suara Tiara terdengar sanggat jelas. Lalu kugendong bayiku itu, mataku melihat kanan dan kiri. Bulu kuduk berdiri rasa takut menghampiri, membuat aku berlari keruang keluarga.

"Aaaaaakkkkkkk...."

Teriakku kala melihat yang kugendong bukanlah Tiara, namun mahkluk berwajah seram, dengan kulit melupas, tanpa mata.

"Ibuuu....."

Suara mahkluk itu terdengar sangat mengerikan.

Bersambung

JANGAN BAWA BAYI SAAT MELAYATWhere stories live. Discover now