Hong Naynay

179 5 0
                                    

Butiran keringat sebesar jagung, keluar deras dari wajah Tan Leng Ko yang sedang berkutat mengerahkan tenaga dalam. Matanya terpejam, tangannya menempel di nadi penting tubuh Biksu Mo Tian yang sedang bersila didepannya. Dibantu oleh Tan Leng Ko, biksu itu sedang mengatur pernafasan mencoba menyembuhkan luka dalamnya. Luka Biksu Mo Tian nampak tidak ringan! Darah kental masih menetes dari ujung bibirnya. Sukar bagi biksu itu untuk memusatkan perhatiannya. Beberapa nadi pentingnya tersumbat, pusat pengendalian tenaga saktinya macet, tidak dapat digerakkan. Walau sudah dibantu oleh Tan Leng Ko tapi usahanya seperti sia-sia. Tenaga dalamnya seperti masuk ke dalam jurang, tenggelam begitu saja tidak berbekas.

"Hen...hentikan!" ucap Biksu Mo Tian lemah.

Perlahan Tan Leng Ko membuka matanya, ia melihat biksu itu menggeleng kepalanya satu kali. Tan Leng Ko memaklumi maksud Biksu Mo Tian agar ia tidak memghamburkan tenaga dalamnya dengan percuma. Dengan menggigit bibir, Tan Leng Ko memompa semangat mengerahkan sembilan bagian tenaganya hingga tangannya bergemetar menahan arus tenaga yang dahsyat tapi juga terkontrol alirannya.

Biksu Mo Tian mengerut alisnya menahan sakit, segulung tenaga panas keluar dari tangan kiri pemuda itu sedangkan tangan kanannya keluar hawa sedingin es. Bagian kanan tubuh Biksu Mo Tian menggigil kedinginan sedangkan sebagian lain melepuh kepanasan. Tubuhnya tersiksa bukan main! Tanpa disadarinya, Biksu Mo Tian mengeluh perlahan, perutnya bergejolak, darah merah kehitaman muntah dari mulutnya menyiram sebagian wajah Tan Leng Ko. Disusul biksu itu terkulai tak sadar diri.

Khu Han Beng yang sedari tadi berdiri diam dikamar Biksu Mo Tian cepat bergerak, menotok kaku tubuh biksu itu yang masih dalam posisi bersila hingga tidak terjatuh dari tempat tidur.

"Jika tidak lekas ditolong, ia akan tewas" gumam Tan Leng Ko sedih.

"Haruskah kita menolongnya?" tanya Khu Han Beng perlahan.

Terkejut bukan main Tan Leng Ko mendengar ucapan itu. "Tidakkah kau ingin menolong susiokmu?" bentaknya marah.

Melihat toakonya melotot dengan geram, Khu Han Beng menunduk kepala. Sahutnya perlahan: "Jika ia tidak tertolong, aku hanya melihat dari segi baiknya"

"Mana ada segi baiknya jika susiokmu tewas!"

"Aku tidak usah ikut dengannya. Aku ingin secepatnya pergi mencari kakek"

Tan Leng Ko menarik nafas sambil termenung. Bocah ini tidak ingin sekarang pergi ke Shaolin, ingin cepat pergi menolong kakeknya. Jika disuruh memilih jiwa siapa yang lebih penting baginya, tentu mudah ia menentukan pilihannya. Bagaimanapun juga, Khu Han Beng masih seorang bocah yang cenderung mementingkan diri sendiri, ketimbang memperhatikan keselamatan orang lain. Walau Biksu Mo Tian adalah paman gurunya, tapi diantara mereka belum terjalin ikatan batin, malah baru saja kenal. Dengan muka serius, Tan Leng Ko menatap tajam Khu Han Beng. "Sebelum kau dilahirkan, kakekmu telah berkelana di dunia kangouw puluhan tahun, beliau dapat menjaga dirinya sendiri. Kau tidak harus menjadi seorang pendekar, tapi kau juga tidak boleh membiarkan seseorang tewas tanpa memberi pertolongan, mengerti!"

Khu Han Beng kembali menundukkan kepala, mengiakan. Diam-diam Tan Leng Ko menghembuskan nafas lega bercampur heran. Baru pertama kali, tak terasa ia telah menghardik bocah ini. Diluar dugaannya, bocah sakti yang beradat aneh yang tidak gemar mendengar nasehat, seperti dapat menerima ucapannya. Lama mereka berdua terdiam. Akhirnya Khu Han Beng memecahkan keheningan. "Aku tidak paham ilmu pengobatan, tapi dapat kulihat luka dalamnya parah sekali, beberapa urat nadinya tersumbat. Kita mungkin tidak mampu menolongnya"

Mendengar ucapan Khu Han Beng, mata Tan Leng Ko seperti mencorong terang. Serunya tak terasa: "Ada yang mampu menolongnya"

"Siapa?"

Goresan Disehelai DaunWhere stories live. Discover now