Chapter 2 : Double G

Start from the beginning
                                    

Owen menatap serius Wilbert dan berucap, "Tidak, tapi jika tidak ada perlawanan dari Double G, maka aku sendiri yang menyelamatkan tunanganku."

Wilbert yang sudah lelah dan malas meladeni, menyentak cengkramannya pada kerah Owen dan mengusir, "Pergi dari sini!"

***

"We're extremely in danger," ucap Nieva menatap lurus ke dapan, tubuhnya berbaring di atas kasur king size milik Lora. Sementara Lora tengah mengobati luka di lengan Nieva. Ia menoleh pada gadis berambut pirang yang menghentikan aktivitas dan menatapnya. "Double Godfather tidak akan mengabaikan pemutusan aliansi ini dan pengkhianatan terhadap Daniel. Mereka akan mencari jalan untuk menghancurkan kita dalam waktu dekat," jelasnya mengerutkan dahi serius. "Sebelum hal itu terjadi, maka kita harus selangkah lebih maju dari—"

"Nieva," potong Lora jengah mendengar ocehan wanita berambut hitam itu. "Kita baru saja bernapas lega setelah menyingkirkan Daniel. Berhentilah membahas kelompok."

Nieva mengerutkan dahi dan menatap lurus manik biru Lora. "Aku terluka, aku tidak bisa melindungimu. Tidak akan kubiarkan siapa pun membuatmu menderita lagi."

Lora tersenyum senang, mencium punggung tangan Nieva, dan mengusapnya lembut. "Everything will be okay."

***

"Tuan, La Muerte lagi-lagi melakukan pembangkangan, mereka mencuri barang seludupan dan bertransaksi sendiri atas nama kelompok mereka," lapor Wilbert menunduk, takut jika bosnya tersulut emosi atas kabar buruk yang ia berikan.

Ansell memutar mata seiring memalingkan muka muak, sudah berkali-kali ia mendengar laporan pembangkangan cabang kelompoknya itu. Berbeda dengan Anver, pria itu menatap bawahannya dengan dahi mengerut.

"Apa yang membuat Lora Zamora selalu menentang kita?" tanya Anver.

Wilbert menoleh pada Alfred, membuat Alfred selaku bawahan Anver angkat suara, "Sejak Lora Zamora berpacaran dengan Nieva Castellanos, Lora memberikan wewenang Godmother pada Nieva dan Lora sebagai Mawar Birunya."

Ansell mengerutkan dahi terkejut mendengarnya. "Sejak ayah Lora meninggal dia menjadi lesbian?"

Wilbert terlihat berpikir sebentar. "Kematian Daniel merupakan pembunuhan dari Lora, Tuan."

Ansell lagi-lagi memutar mata muak mendengarnya. "Perempuan sakit."

Anver menaikkan sebelah alis menoleh pada adik kembarnya. "Menurutmu bagaimana?"

Ansell ikut menatap kakaknya. "Bagaimana apanya? Mengatasinya? Pisahkan dia dengan pacar gilanya itu. Kurasa dia menjadi sakit karena wanita bernama Nieva," balasnya kesal. Sudah berkali-kali pemberontakan terjadi dan ia cukup muak dengan hal tersebut, seakan-akan tiada tahun tanpa pemberontakan di The Greatest.

Alfred mengangguk setuju. "Banyak yang beranggapan Lora membunuh ayahnya sendiri karena mengikuti hasutan Nieva sebab hubungan mereka yang ditentang oleh Daniel."

Anver menautkan jemari di atas meja, berpikir bagaimana caranya mengatasi kegilaan kelompok cabang mereka. Ia tahu, La Muerte merupakan kelompok cabang terbesar yang ia punya, jika gugur, maka melemahlah The Greatest.

"Aku masih ingat, Lora sangatlah baik, ramah, dan santun satu tahun yang lalu," ucap Ansell. "Lalu mengapa sekarang menjadi binatang seperti ini?"

Anver yang mendengar adiknya memuji Lora, mengangkat sebelah alis, apa Ansell sangat memperhatikan gadis itu? Ansell yang ia kenal hanya peduli pada keluarganya saja. "Sangatlah baik?" ulang Anver tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Jangan memancing di saat seperti ini, Anver," dengus Ansell malas. Salah satu kata saja, Anver sudah mempermasalahkan seperti ini. Melihat kakaknya masih memerhatikannya seolah menunggu ucapan Ansell selanjutnya, ia mengacak-acak rambutnya. "What?"

"Do you like her?"

Ansell mengerutkan dahi muak. Ia sudah lelah dengan pemberontakan La Muerte, tapi kakaknya malah menuduhnya. "Fuck you, Anver."

"Be honest," desak Anver masih setia dengan ekspresi tenangnya.

"Never, asshole!" jawabnya dengan nada kesal.

Anver kembali menolehkan kepala ke depan, berpikir. Entah mengapa setelah mendengar ucapan Ansell, tersusun sebuah rencana di kepala pria tampan itu. "Marry her." Ansell menatap tajam kakaknya dengan lancangnya berani memerintahnya, Ansell bukanlah bawahan Anver, ia pun punya kendali atas The Greatest, masing-masing 50%. Anver menoleh pada adiknya. "Aku yakin pemberontakan itu tidak akan terjadi lagi—"

"Kau saja!" potong Ansell tidak terima. Jika Anver mempunyai ide, maka lakukan sendiri! Jangan menyuruh orang lain! Ansell bukanlah bawahannya.

Anver memutar mata kesal. "Begini, bagaimana jika kita bermain billiard dan yang kalah akan menikahi Lora Zamora?"

"Bullshit," umpat Ansell dengan ekspresi tenangnya. "Kau tahu aku tidak bisa bermain biliar, Anver."

"Balapan?"

"Go fuck your self," jawab Ansell muak karena kakaknya selalu mengajak pertandingan yang Anver selalu lebih unggul darinya. Ansell terlihat berpikir sejenak, lalu tersenyum miring. "Wilbert, bring my chess."

Anver menajamkan netra. "Kau tahu aku tidak bisa main catur."

"Maka hentikan berlagak untuk taruhan," balas Ansell cepat, tidak kalah tajam.

Anver mengedarkan pandangan seiring menghela napas berat. Ia mengangkat alis. "Alright," ucapnya menatap kembali adiknya. "Give me a week to kick your ass."

Ansell tersenyum miring. Ia akan mengalahkan Anver dengan permainannya sendiri. "We have a deal."






#To be Continue...





161022 -Stylly Rybell-
Instagram : maulida_cy

Queen in SuitWhere stories live. Discover now