Lamaran

155 7 1
                                    

°°°°°°°°°K

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°
°
°
°
°
°
°
°
°
K

A

F

K

A

                      06

—————————————

"Maaf apa bapak boleh bicara sebentar?" tanya Agra.

Yap pria paruh baya tadi adalah Agra.

"Ada apa Pak?"

"Maaf tadi saya tidak sengaja mendengar kalau kamu membutuhkan uang. Saya bisa membantu kalau kamu mau."

"Bapak ini mau membantuku? Tapi dia siapa? Bahkan ini terdengar lucu? Saudara kandung Ayah saja tidak ada yang peduli dan lihatlah orang asing ini mau membantu. Itu sangat tidak mungkin."

"Apa yang anda inginkan?" Tenaja sangat yakin jika pria dihadapannya ini tidak mungkin menolongnya secara cuma-cuma. Pasti ada maksud tertentu dibaliknya.

Agra tersenyum mendengar pertanyaan Tenaja. "Gadis pintar. Sangat cocok dengan Kafka."

"Bapak punya seorang putra berusia 22 tahun, tapi dia belum menikah. Kalau kamu mau menjadi menantu saya, saya akan membayar semua biaya rumah sakit Ayah kamu." jawab Agra.

"Sudah kuduga dia tidak mungkin meminjamkan dengan cuma-cuma. Dan apa ini? Tiba-tiba melamarku untuk anaknya yang aku sendiri tidak tahu seperti apa rupanya?"

"Waduh maaf Pak. Tapi saya belum ada niat untuk menikah. Saya masih mau kerja dan menikmati masa muda." ujar Tenaja.

"Kamu tenang saja. Setelah menikah kamu boleh bekerja. Saya cuma ingin anak saja menikah sebelum saya tiada."
Agra khawatir saat ia tiada siapa yang akan menjaga Kafka dengan kondisinya yang jauh dari kata sempurna.

Alasan apapun itu, Tenaja tetap menolaknya. Tujuannya masih belum tercapai, ia harus membeli kembali harta keluarganya.

Tanpa lama-lama Agra menulis nomor ponselnya di secarik kertas dan menyelipkannya ditangan Tenaja.

"Hubungi saya kalau kamu berubah pikiran."

•••••••••••••••••••

"Mbak Tenaja ada kabar gembira untuk anda." Seorang perawat tergesa-gesa menghampiri Tenaja.

"Ada apa Sus?"

"Pak Erland tiba-tiba siuman dan memanggil nama anda."

Tanpa berkomentar Tenaja langsung berlari keruangan tempat Ayahnya dirawat.

"A-ayah." lirih Tenaja diiringi air mata.

"Ini suatu mukjizat. Pak Erland bisa siuman, padahal beliau masih belum berada di fase aman. Pak Erland selalu menyebut nama anda." ujar dokter.

K A F K ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang