Menyatu

474 54 7
                                    

"SAH!" ucap suara penghulu dan saksi yang hadir di ruang rawat rumah sakit itu. Adityo membawa penghulu dari KUA setempat, atas permintaan Abay. Mereka melakukan pernikahan secara agama. Abay benar-benar tidak mau menyia-nyiakan waktu yang terbuang banyak.

Jihan tersenyum dengan wajah pucat. Tapi tak melunturkan wajah cantiknya. Faiz memeluk tubuh ayahnya yang terharu sambil membelai wajah Jihan.

"Assalamualaikum istri cantikku, Jihan ku sayang." Setelah sekian lama, ia akhirnya bisa mencium kening Jihan. Wanitanya tersenyum sambil memegang lengan Abay.

"Istri penyakitan," celetuk Jihan.

"Mulutnya, masih ada sisa-sisa suka jeplak, ya." Abay tersenyum sambil menatap Jihan.

"Bunda," panggil Faiz pelan. Jihan menatap Faiz dan tersenyum.

"Sini sayang, duduk sebelah Bunda." Faiz mendekat. Ia mencium punggung tangan Jihan.

"Udah gede. Ganteng," ucap Jihan.

Kyra mengabadikan momen tersebut dengan ponselnya, disaat Adityo mengantar kembali penghulu dan satu saksi dari KUA keluar kamar rumah sakit. Setelahnya ia kembali ke dalam kamar.

"Selamat untuk kalian berdua ya ..., So! Jihan, siap pulang? Semuanya sudah nunggu kamu. Tapi, kalau kondisi kamu udah stabil, ya." ucap Adityo sambil tampak menelpon seseorang dengan ponselnya.

"Aku udah lebih baik kok, serius deh," jawab Jihan yang wajahnya perlahan tak pucat seperti sebelumnya.

"Tau dehhhh, yang udah nyatu lagi sama belahan jiwanya, pinginnya cepet pulang aja," colek Kyra. Jihan tersenyum.

Abay terkekeh sambil mengusap kepala Jihan yang tertutup hijab.

"Kita berobat ya, ke luar negeri, ummi Ray udah hubungin temen-temen dokternya untuk cari informasi, kita operasi dan kemo di sana, bismillah sayang," ucap Abay pelan sambil menatap kedua mata teduh yang membuatnya nyaman.

"Nggak usah deh, Mas, kanker aku sudah stadium tiga, susah untuk disembuhkan, aku takut percuma," ucap Jihan.

"Nggak ada yang percuma Jihan, kita ikhtiar dan nggak lepas berdoa. Allah akan balas dengan yang terbaik."

"Kenapa nggak kita nikmatin aja waktu kita, Mas, dengan normal. Aku ngerasa sakit atau drop karena selama ini aku nggak mau berobat apapun, tapi sekarang– aku mau jalanin pengobatan, rawat jalan aja, karena, ada kamu yang harus aku urus, suami aku, nggak perlu ke luar negeri." Jihan tersenyum menatap Abay. Suaminya itu mengangguk. Ia tau, justru kemoterapi akan membuat Jihan lemah dan semakin menyiksa.

"Faiz, ikut Tante Kyra yuk ke rumah Tante di sini, biarin Papa sama Bunda kamu pacaran lagi, obat bunda kamu cuma papah kamu tuh, kita kaya nyamuk dianggurin," ucap Kyra sambil merangkul lengan suaminya. Adityo merangkul bahu Faiz yang menurut ajakan Kyra.

Jihan tersenyum. "Ganteng banget anak kamu, mirip kamu Mas Abay," ucap Jihan lalu melirik ke Abay yang langsung memeluk pinggang Jihan dengan kepala bersandar di atas perut istrinya itu.

"Anak kamu juga. Aku kangen kamu, Jihan," lirih Abay. Air matanya kembali menetes. Tak tega melihat kondisi Jihan sesungguhnya, tetapi ini harus ia jalankan. Jihan harus berpegang kepadanya,tanpa harus melepaskan lagi karena Abay tidak akan membiarkan itu terjadi.

"Mas, maafin aku, aku nggak bisa kasih keturunan untuk kamu, kondisiku nggak memungkinkan," ucap Jihan seraya membelai kepala Abay dengan sayang.

"Udah ada Faiz, dia anak kita. Ada Azka, yang jadi penolong kita diakhirat nanti. Itu udah dari cukup." Abay menatap ke kedua mata Jihan sambil mendongak.

Senyawa (Repost) ✔Where stories live. Discover now