Moving On

187 42 0
                                    

Beberapa tahun kemudian.

Jihan berjongkok di depan dua makam yang ia hafal. Satu makam bunda bersama anaknya–Azka– dan satu lagi makam Aba yang berpulang setengah tahun lalu. Jihan tersenyum menatap tiga nama yang ada di makam.

"Jihan akan ke sini kalau lewat daerah ini, Jihan harus berangkat sekarang. Takut di cerewetin Mba Kyra sama Mas Adityo, assalamualaikum." Ia lalu beranjak, berjalan menjauh dari tiga orang yang penting di hidupnya. Sebenarnya ada satu lagi, tapi Jihan hanya bisa diam menyimpannya seorang diri.

Sejak terakhir pertemuan dan perpisahan di depan kantor pengadilan itu, ia benar-benar tak tahu kabar mantan suaminya tersebut. Separuh hati dan hidupnya sudah hancur. Tapi ia masih simpan kehancuran itu sampai kapanpun.

Takdir Allah memang harus dijalankan seberat apa pun. Doa tak pernah Jihan lewatkan untuk meminta supaya ia tidak berjodoh dengan siapapun juga. Ia memutuskan untuk sendiri hingga akhir. Tak lupa ia sematkan doa untuk Abay supaya selalu sehat dan bahagia.

Kyra dan suaminya saling menatap.

"Kamu yakin Jihan nggak mau nikah lagi, Ky?"

"Yakin, Mas. Jihan keras kepala untuk yang satu ini, dia mau lebih dekat ke Allah dan mendalami ilmu agama, hidupnya sekarang untuk akhirat dan Allah, terbukti kan, aku sekarang udah semakin kenal Allah dan berhijab. Jihan bawa dampak positif ke aku."

"Iya. Aku bersyukur kalian selalu baik dan kamu masih merahasiakan keberadaan Jihan sama Abay?" Adityo menoleh ke arah istrinya, Kyra mengangguk.

"Jihan yang minta. Dan, lagi pula semenjak Abay menikah resmi sama Mela, aku juga mutusin buat putus komunikasi sama dia. Aku nggak mau bikin Jihan kecewa, Jihan cuma punya kita."

"Aku paham. Oke, kita berangkat." Adityo masuk ke dalam mobil hitam besar di posisi tengah, disusul Kyra dan Jihan yang saling merangkul. Di kursi depan, supir dan seorang ajudan kepolisian anak buah Adityo. Jihan duduk di paling belakang bersama kedua anak Kyra.

"Tante Ji, nanti Tante beneran nggak mau tinggal bareng kita lagi? Tante mau di sana aja?" tanya anak pertama Kyra. Jihan mengangguk.

"Kita masih bisa main, 'kan, Bang, masih satu kota," ucap Jihan. Anak sulung Kyra mengangguk.

Jihan, memutuskan tinggal dan menetap di sebuah pesantren yang ada di kota tempat Adityo ditugaskan. Ia ingin berada di sana hingga akhir hidupnya. Mendalami ilmu agama, kembali belajar mengaji dengan benar dan menjadi tenaga pengajar anak-anak usia dini yang ada di sana. Pesantren itu milik keluarga besar Adityo, Jihan pernah ke sana, satu kali bersama Kyra juga suaminya itu. Ia merasa nyaman dan tenang berada di sana.

Mobil berjalan meninggalkan area pemakaman. Jihan menunduk menggulung rasa sedihnya. Mobil mereka berpapasan dengan satu mobil sedan hitam. Jika Jihan tak menunduk, ia pasti melihat. Tapi tidak kali ini.

Mobil itu berhenti. Lalu seseorang turun dengan pakaian rapi, berjalan menuju ke titik lokasi pemakaman. Sudut bibirnya terangkat saat berdiri di makam tersebut. Ia berjongkok.

"Assalamualaikum, Bunda, Aba, Azka." Ia lalu diam. Selalu, air matanya akan selalu menetes jika mengingat Jihan. Tak bisa terbendung.

"Papa kangen Mama kamu, Nak, sangat. Nggak pernah hilang sedetikpun." Abay menunduk. Tetesan air matanya membasahi celana kerjanya.

Sudah puas ia berada di sana, ia lalu berdiri. Mengatur napasnya. Lalu berjalan dengan santai sambil mengenakan kaca mata hitamnya. Abay ingat, ia diberitau Aba meninggal setelah satu minggu, ia sadar hal itu dilakukan karena Jihan tak ingin bertemu tatap dengannya. Pun, kala itu yang menghubungi juga seseorang suruhan suami Kyra.

'Jaga dia, lindungi separuh hati dan hidupku itu ya Allah. Satukan kami kembali nanti. Di sana.' Abay berdoa didalam hati. Doa yang sama, yang selalu ia panjatkan kapan pun itu. Lebih sering saat ia melaksanakan sholat malam. Sering ia menangis dalam sholat dan doanya. Terlalu berat, tapi ia sadar ini harus dijalankan sebagai konsekuensi kesalahan dan takdirnya. Walau ia tidak akan mau menyentuh Mela, berdosakah ia? Jelas. Abay punya rencana. Dan hanya ia serta Allah yang tahu.

***
Tahun demi tahun berlalu, Suara anak-anak terdengar riuh dan kompak saat sedang membaca doa yang diajarkan Jihan. Ia tersenyum dan tertawa melihat murid-muridnya lancar hafalan doanya.

"Ibu senang kalian hapal ... Masyaaallah, alhamdulillah," ucap Jihan seraya memberikan coklat ke tangan para muridnya satu persatu. Jam mengajar pun selesai, ia mengantarkan murid-muridnya menuju ke depan pintu kelas. Melambaikan tangan lalu kembali ke dalam kelas.

"Assalamualaikum," ucap seseorang.

"Wa'alaikumsalam," ucap Jihan sambil menoleh ke arah pintu. Senyumnya merekah, mana kala seseorang yang ia rindukan hadir di hadapannya. Yasmine.

"Jihan." Yasmine memeluk mantan adik iparnya itu dengan hangat.

"Kamu kurusan ya, wahhh...," ucap Yasmine sambil melepaskan pelukan.

"Masa sih, Kak, perasaan aku biasa-biasa aja, kakak lagi dinas di sini?" Jihan bertanya sambil mengajak Yasmine duduk.

"Iya. Cuma dua hari, periksa doang. Aku sempetin ke sini, kangen adek aku," Yasmine menggenggam jemari Jihan.

Jihan tersenyum. Ia menunduk malu.

"Apa kabar keluarga lainnya, Kak? Bunda sehat?" tanya Jihan. Yasmine mengangguk.

"Bunda sekarang tinggal di rumah ummi Ray, biar kesehatannya terus dipantau, semenjak Ayah meninggal, Bunda lebih sering diem. Kamu, nggak pingin ketemu Bunda?"

Jihan sendu. Tentu ia rindu dan ingin bertemu bunda. Tapi ia tidak bisa. Ia takut bertemu Abay. Takut rasa sakit dan cinta akan bersamaan hadir di moment yang sama.

"Kalau ... Mas Abay," ucapan Jihan terhenti.

"Abay baik. Kelihatannya, nggak tahu kalau hatinya," ucap Yasmine sambil terkekeh.

"Faiz udah dewasa, ya, sekarang?" Jihan ingat betapa tampannya anak Abay dan Mela.

"Ia. Tapi, Han, ada yang mau aku omongin ke kamu, harusnya si Abay yang ngomong, tapi berhubung aku jaga amanah kamu untuk nggak bilang dimana kamu sekarang, jadi aku aja yang bilang."

"Tentang?" Jihan bingung.

"Abay dan Mela, mereka ... mereka sudah beberapa tahun ini cerai. Dari awal nikah, Abay tepatin janji untuk nggak sentuh dia, itu bikin Mela merasa nggak bahagia dan pernikahan mereka hanya status. Faiz, hak asuhnya diambil Abay, karena Mela, ingin kembali ke Turki. kebetulan, maskapai tempat dia kerja ada cabang di sana. Faiz juga nggak mau ikut Mela."

"Maksudnya, Kak?"

"Abay mau rujuk sama kamu. Andai itu bisa. Masalahnya, pertemuan dan komunikasi kita selama ini, masih jadi rahasia kita, 'kan?" Yasmine menatap serius ke Jihan yang tampak terkejut.


To be continue,

Senyawa (Repost) ✔जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें