Pernikahan

240 69 1
                                    

"Ya tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan dan keturunan dari kalangan kami sebagai penenang hati." Q.S Al-Furqon: 74

-------------

Suasana restoran tempat Jihan bekerja disewa sebagai tempat acara pernikahan, terasa riuh dan penuh dengan senyum serta tawa dari semua yang hadir diacara pernikahan Abay dan Jihan, menikah? Ya, akhirnya Abay menikahi wanita yang ada di dalam mimpinya tiga hari berturut-turut itu. Prosesi akad nikah lancar dan tak ada kendala suatu apa pun, keluarga Abay mempersiapkan dengan cepat dan sederhana, tidak banyak seserahan yang dibawa, mas kawin pun sesuai dengan yang Aba Jihan minta. Seperangkat alat sholat, Alquran dan emas sepuluh gram. Aba tidak suka jika anaknya dihujani banyak barang-barang mahal dan mewah dengan nilai fantastis walau keluarga Abay tentu sangat mampu untuk memenuhinya.

Perasaan mereka masing-masing masih gamang. Belum tumbuh subur seperti orang-orang yang memutuskan untuk menikah. Itu karena dari awal mereka memang tidak memiliki perasaan apa pun di masing-masing hatinya. Masih dalam tahan percikan-percikan api cinta, belum membara.

Jihan duduk satu meja dengan Abay yang kini sudah SAH menjadi suaminya, kedua orang tua Abay dan Aba yang menjadi orang tua satu-satunya dari Jihan.

"Maafkan keluarga saya Bapak dan Ibu Said, keluarga kami jauh di luar kota, jadi yang hadir hanya Kakak-kakak saya yang dari Bogor," ucap Aba yang merasa tak enak hati.

"Tidak masalah, Pak, kami senang menikahkan anak bungsu kami yang susah diatur ini dengan keadaan sederhana, atas permintaan Bapak dan Jihan juga. Jihan memang tidak sama dengan perempuan lain pada umumnya yang suka pesta dan perayaan semacamnya," ucap bunda Abay.

Jihan tampak cantik dengan balutan gaun brokat warna putih dengan hijab senada, pakaian pengantin itu Yasmine dan Ummi Ray yang menyiapkan. Sangat pas di tubuh Jihan yang proporsional. Abay menggenggam jemari Jihan di bawah meja yang tertutup kain berwarna putih. Sontak Jihan menoleh dan mendapati Abay tersenyum menatapnya. Jihan membalasnya dengan senyuman malu-malu. Jantungnya berdebar, ia tak percaya kini ia sudah menikah dengan seorang pria yang belum ia kenal dengan rinci tentang hatinya. Jika tentang kehidupannya, semua keluarga Abay sudah detail menjelaskan, tapi tidak untuk hati. Abay, ia cukup tertutup untuk urusan itu di keluarganya.

"Nanti kalian tinggal di apartemen Abay atau mau di rumah Bunda dulu?" tanya bunda Abay. Jihan menatap Abay tak tahu menjawab apa.

"Apartemen, Bun, nggak apa-apa, 'kan? Biar deket juga ke tempat Aba dan tempat Jihan kerja." ucap Abay tegas.

"Jihan masih mau kerja? nggak mau berhenti aja, di restoran bisa berhenti, 'kan?" tanya Ayah mertuanya.

"Iya, Yah, Jihan nanti kerja di tempat penitipan anak, yang di sini Jihan berhenti," ucap Jihan malu-malu.

"Terus, ada rencana bulan madu nggak? biar kalian saling kenal, ini kilat banget prosesnya, mau kemana? Biar nanti Bunda sama Ayah siapin."

Abay dan Jihan bingung. Keduanya terdiam. "Terserah Mas Abay aja Bunda, Jihan nurut aja." ucap Jihan memberi jawaban. Aba, Ayah dan bunda terkekeh. Jihan tampak lucu dan malu-malu saat memanggil Abay dengan embel-embel 'Mas'. Bahkan Abay pun ikut mengulum senyum saat meminum jus jeruk di hadapan istrinya.

"Abay suka short trip. Alias suka pergi keluar kota tapi nggak jauh-jauh amat dan nggak jelas. Cuma buat cari makanan yang dia lagi pingin, habis makan, pulang lagi ke rumah," lanjut ayah mertuanya.

Abay seakan mendapat ide bagus. "Travelling lewat darat aja, deh, lima hari cukup kayaknya, mau, 'kan?" Abay menatap wajah Jihan yang memerah. Jihan mengangguk.

Senyawa (Repost) ✔Where stories live. Discover now