25

7.5K 629 26
                                    

"Ngapain lo kesini?" Jinan menatap nyalang pada figur Shani yang datang menemuinya.

Shani menatap Jinan yang nampak berantakan, berapa hari dia tidak tidur? Pikir Shani.

"Menyelesaikan hal yang harus kita selesaiin Nan" ujar Shani.

Jinan terkekeh sinis.

"Apa lagi yang mau diselesaiin? Semuanya usai setelah kematian Sisca. Udah lah lo balik sana, gua ga mau ngomong sama seorang pembunuh!" Jinan kekeh pada wataknya yang keras kepala dan tidak mau mendengarkan orang lain itu, membuat Shani menghela nafasnya kasar.

"Terserah lo mau gimana Nan, panggil gua pembunuh atau apapun yang lo mau, gua ngaku salah Nan, gua ngaku salah. Gua juga ga akan maksa lo maafin gua, tapi Nan please.. sekali ini aja lo dengerin gua" mohon Shani pada Jinan.

Jinan yang memang pikirannya sedang semerawut itu menjadi gampang marah, semenjak hari dimana Cindy pergi dari rumah, Marsha juga tidak kunjung pulang, ditinggal oleh dua orang tercintanya tentu saja berefek fatal pada kehidupan Jinan, makannya tidak terurus, menyibukan diri pada pekerjaan yang membuatnya kekurangan tidur, Jinan saat ini terlihat menyedihkan.

Jinan duduk di sofa, kini ia berhadapan langsung dengan Shani, perasaan pusing di kepalanya ia abaikan.

"Apalagi? Gua ga ada waktu buat ngobrol sama lo, jadi cepet, lo mau ngomong apa?" Ujar Jinan dengan nada suara yang kurang ramah.

Shani hanya bisa melapangkan dadanya pada sikap Jinan yang bengis ini.

"Biarin anak gue dan anak lo bersama Nan" ujar Shani.

Jinan terbahak.

"Lo gila hah?! Seumur hidup gua, gua ga mau berhubungan lagi sama lo anjing! Ga akan sudi gua punya calon menantu dari anak seorang pembunuh kaya anak lo itu! Pasti anak lo sama bejatnya kaya lo, ga akan gua sudi biarin anak gua sama orang bejat!"

Shani menggertakan rahangnya. Ia bisa saja abai jika Jinan hanya menghinanya, tapi Shani marah, Jinan keterlaluan, Zee tidak sama sepertinya, mereka sangat berbeda, Zee lebih baik dari Shani, lebih dari Shani.

Shani yang kesal itu bangun dari duduknya lalu menarik kerah kemeja Jinan.

Jinan tersenyum remeh.

"Keluar juga sifat asli lo yang brengsek ya Shan?" Celetuk Jinan.

Shani marah sekali, namun tidak seperti yang dibayangkan, bukunnya memukul wajah mengesalkan Jinan, Shani justru menghempaskan tubuh itu lalu kembali duduk di sofa, menenangkan dirinya sendiri untuk tidak membuat situasi menjadi lebih runyam.

"Iya gua brengsek Nan.. gua akuin, ga akan gua lari dari rasa bersalah gua, gua pendosa, salah gua Nan.. tapi anak gua ga salah Nan..

gua juga kalo bisa, ga pengen Zee jatuh cinta sama anak lo Nan, karena gua tau semuanya bakal sulit buat dia.. gua ga pernah pengen anak gua kesulitan Nan.. asal lo tau, semenjak pertemuan kita waktu itu, gua udah larang Zee buat ketemu sama Marsha, tapi apa yang gua dapet? She's mad at me.. marah bangat dia sampai ga mau ngobrol sama gua bahkan sampai sekarang.."

Shani tersenyum sedih saat berbicara begitu, membuat Jinan membuang tatapannya dari wajah Shani itu.

"Gracia told me, gua ga boleh kaya gitu, dosa gua bukan dosa Zee.. kesalahan masa lalu jangan sampai jadi hambatan kebahagiaan anak gua.. makannya gua disini Nan, ngobrol sama lo, memohon dengan sangat lo turunin ego lo, dan jangan bikin anak- anak kita nanggung beban dari masa lalu"

Shani menunduk. Dia tidak lupa, tidak akan pernah lupa, memang dia adalah pendosa, kesalahannya fatal, bahkan dirinya sendiri pun membenci diri sendiri.

Enemies to Lovers [zeesha ff]Where stories live. Discover now