[13] Dewa Pengatur Rencana

16.7K 2.3K 120
                                    

"Mo, kurusan sekarang. Makin cakep," sapa Lidya, anak sales, pas kami bertemu di toilet lobi pagi ini. Lidya ini satu lantai dengan Kyle. Dia kenal Kyle dan otomatis aku jadi kenal. "Gue ikut sedih kalian bubar."

Nggak perlu diperjelas kan, siapa yang dimaksud 'kalian' di sini. Aku cuma nyengir.

"Gue nggak kebayang kalau jadi lo dan kudu lihat mantan setiap hari."

Makin ke sana, makin ke sini obrolannya.

Aku berlagak sibuk membersihkan cipratan air hujan yang mengenai kakiku karena pagi ini hujan. "Nggak usah dibayangin Lid," kataku sambil tertawa—pura-pura tertawa.

"Semua orang kantor katanya diundang. Lo...."

"Gue juga."

Lidya mematung di depan westafel mengamatiku membersihkan sepatu, tapi aku tahu pikirannya ke mana-mana. "Dan lo bakalan datang?"

Kegiatanku berpura-pura sibuk berhenti. "Astaga! Gue belum nyiapin SKU—Stock Keeping Unit—buat stock opnamenanti siang!" Aku menepuk kening keras-keras supaya terlihat kaget. "Sori Lid, gue duluan ya."

Kekhawatiranku soal pikiran orang-orang atas aku dan Kyle tidak salah, kan? Pasti ada orang-orang yang membicarakan dan aku tidak nyaman dengan itu. Okelah, aku nggak bisa mengontrol omongan orang soal apa yang mau mereka katakan, tapi tetap saja... digituin nggak enak. Apalagi aku di posisi yang kalah dan dicampakkan.

Aku terbirit kabur dari Lidya dengan kaki kiri yang masih kotor. Begitu membuka pintu, aku nyaris menabrak seseorang. Jaket dan tasku yang aku bawa serampangan berhamburan.

"Sori!" pekikku sambil menangkupkan tangan.


"Jam absen masih lama

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jam absen masih lama. Ngapain kayak dikejar setan?"

Aku mendongak. Dewang.

"Em. Maaf, Pak."

Sebelum aku berjongkok membereskan barang, Dewang lebih dulu mengambil barangku yang tercecer. Aku buru-buru mengambil alih dan berterima kasih.

"Ada setan di toilet?"

"Ng—" Lidya bukan setan sih, tapi tetap saja aku ketakutan dicecar.

Tiba-tiba Dewang menyodorkan sapu tangan. "Bersihkan dulu kaki kamu." Kemudian dia berlalu ke toilet cowok. Aku menatap punggungnya sampai hilang dibalik pintu. Sikapnya

Satu minggu berlalu sejak acara di Sentul dan dua minggu lagi sebelum pernikahan Kyle. Tidak ada pergerakan dari Dewang. Dia anteng saja tuh, padahal kemarin-kemarin menggebu ngajak jadi pasangan. Apa watak dia emang begitu? Gencar ngejar, dilepas kalau sudah dapat?

Padahal, kalau permintaan kemarin sungguhan, bukankah seharusnya kita bahas skenarionya? Kalau pun tidak bisa ketemu langsung, dia bisa telepon atau chat. Kemunculan kami di kondangan Kyle pasti menimbulkan banyak tanya. Masa iya cuma gandengan nongol anddone. Terus urusan sama ortunya gimana? Pasti banyak pertanyaan yang akan muncul. Indonesia itu warganya terlalu kepo sama urusan pribadi orang lain. Aku pasti dicecar dari berbagai arah dan untuk memastikan akting kami meyakinkan, tentu kami perlu punya skenario agar jawabannya sama.

Dewa Angkara Murka (END)Where stories live. Discover now