BAGIAN DUA PULUH TIGA

3K 324 139
                                    

Sean tidak dapat berhenti tersenyum. Bibirnya terus membentuk garis bahagia, seolah-olah hanya ada dirinya dan pikirannya sendiri. Sampai-sampai ia tidak sadar, Milka, sekertaris nya sudah berdiri di hadapannya.

Senyumnya benar-benar kelihatan puas. Dia bangga pada diri sendiri karena bisa melakukannya sampai beberapa ronde dengan Sabrina. Semua penolakan Sabrina nyatanya sama sekali tidak berlaku untuknya.

"Selamat pagi, Pak Sean."

Sean tidak merespon sapaan dari Milka. Sudah sepuluh menit Milka berdiri. Dia heran, apa yang membuat Sean terlihat sumringah?

"Permisi, Pak Sean?"

Sean langsung merubah raut wajahnya yang tersenyum tadi begitu menyadari sekertaris nya ada di depannya sekarang.

"Y-ya, Milka, maaf saya tidak sadar kamu ada di sini."

Milka menaruh map yang dia pegang ke meja bosnya.

"Saya sudah sepuluh menit berdiri, Pak Sean. Itu dokumen yang harus Bapak tanda tangani," tutur Milka.

"Terima kasih, Milka, kamu boleh kembali ke meja kamu." Sean mengambil map yang tadi diberikan oleh Milka, membukanya dan mulai membubuhkan tanda tangan.

Milka tidak bergerak sama sekali. Dia seperti ingin menyampaikan sesuatu pada Sean. Sambil melirik sekertaris nya sekilas, Sean agak mengernyit, menebak apa yang diinginkan Milka sehingga belum juga pergi.

"Milka, masih ada yang ingin kamu bicarakan dengan saya?" tanya Sean mulai heran dengan sikap Milka. Dia kelihatan gelisah, seperti menahan sesuatu yang ingin diungkapkan.

"Begini ... Pak," ucap Milka mulai ragu, dia kelihatan semakin gugup.

Katakan Milka, katakan semuanya. Kamu pasti bisa. Milka terus membatin sambil berusaha menguatkan diri sendiri.

"Ya, ada apa?" Sean meletakkan bolpoin di tangannya dan mulai menatap serius pada sekertaris nya.

"Maaf jika ini bersifat sedikit personal. Tapi apakah benar, Bapak waktu itu pernah menyembunyikan Miska di penthouse Bapak?"

Sean sedikit terkejut, tapi bukan berarti dia tidak kepikiran bahwa Milka suatu saat akan menanyakan hal itu. Kata menyembunyikan itu agak rancu terdengar olehnya. Dia bukan menyembunyikan, hanya menolong.

"Bedakan urusan pekerjaan dengan pribadi, Milka. Jika itu penting, bicarakan nanti setelah jam kerja kamu selesai."

Sean menghembuskan napas panjang. Sekelebat bayangan masa lalu sempat membuat pikirannya carut-marut. Ingin sekali dia memperkarakan tindakan Daniel. Tapi itu bukan bagiannya dalam hal ini. Dia sama sekali tidak punya hak melakukannya.

"Baik, Pak Sean, maaf atas sikap lancang saya."

"Ya, kembali bekerja," titah Sean.

***

"Sabrina, ada yang tertinggal." Sean menarik kembali Sabrina yang baru saja akan keluar dari mobil.

"Kamu selalu lupa akan satu hal, jangan pernah melupakannya lagi, oke?" bisik Sean kemudian memberikan sebuah kecupan di bibir Sabrina.

Pipinya langsung memerah begitu teringat kejadian pagi tadi saat Sean mengantarnya sampai di depan Xaisar Corporation.

"Bu Sabrina." Geby mengetuk sambil sedikit melongok dari balik pintu.

"Ya, ada apa, Geby?" sahut Sabrina agak mengerjap kaget karena tadi dia sedang sibuk melamun.

"Pak Kaisar ingin Bu Sabrina ke ruangannya," kata Geby.

My Korean Husband (Oh Sehun)Where stories live. Discover now