16. Satu Restu

201 50 1
                                    

"Mami, kenapa tidak bilang kalau dia sekaya itu?"

Airin menggelengkan kepalanya saat Aster yang tengah berjalan berdampingan dengannya berbisik demikian. Tak hanya itu, Airin bahkan menghela nafasnya dalam, tak mengerti lagi dengan anaknya yang satu itu. Aster memang begitu berbeda dengan Arsen untuk beberapa hal. Apalagi soal berbicara.

"Aster, diamlah. Sekarang lebih baik kau fokus pada sekolah," ucap Airin berusaha mengingatkan.

Airin sendiri khawatir kalau Taesung dan Vee yang berjalan di depan mereka mendengar pembicaraannya dengan Aster. Bisa-bisa membuat Airin semakin tak enak lagi pada mereka. Apa yang terjadi sebelumnya saja sudah membuat Airin merasa tak enak. Aster benar-benar harus diajarkan lagi jika tempat tinggalnya sekarang berbeda dengan negara sebelumnya dia tinggal.

"Silahkan masuk, Nona Bae," ujar Taesung begitu dia telah membuka satu pintu ruangan bertuliskan 'Ruang kepala sekolah'.

"Ah, iya. Terima kasih," ujar Airin sopan.

Dia kemudian menyusul Taesung dan Vee yang sudah masuk terlebih dulu ke sana.

Airin berjalan bersama dengan Aster. Saat Arsen sendiri sudah terlebih dahulu pergi untuk masuk kelas. Tidak ikut bersama dengan mereka.

"Duduklah," ucap Vee pada Airin. Menunjuk pada sofa yang ada di sana.

Sebenarnya, Taesung bukanlah kepala sekolah di sana, dia hanya pemilik sekolah itu. Tapi, kebetulan si kepala sekolah tak bisa datang tepat waktu hingga akhirnya Taesung lebih memilih untuk mengobrol dengan Airin menggantikannya di sana.

Vee hendak duduk di samping Airin, tapi begitu dia melihat tatapan Aster, dia kembali mengurungkan niatnya.

"Jadi, putramu ini sebelumnya bersekolah di luar negri?" tanya Taesung saat dia sudah duduk di hadapan Airin bersama dengan Vee di sampingnya.

Airin mengangguk untuk mengiyakan. "Benar. Aster baru pindah kemari beberapa hari ini saja."

"Ayah. Airin mengatakan ingin meminta Aster ditempatkan di kelas yang sama dengan kembarannya. Bisa ayah membantunya?"

Airin menatap Vee terkejut. Tak menyangka jika Vee akan mengatakannya begitu saja pada Taesung. Dimana Airin bahkan ragu untuk memintanya dan berniat mengatakannya pada salah satu guru di sana saja.

Siapa sangka jika Vee akan mengatakannya terlebih dahulu.

"Aku tidak memegang urusan seperti itu. Tapi, nanti biar aku bicarakan pada wali kelasnya. Tadi, kelasnya dimana?" tanya Taesung kemudian pada Airin.

"Kelas 11-A," jawab Airin.

"Baiklah, sebentar. Biar aku meminta wali kelas di sana untuk mengurusnya," ucap Taesung dengan dirinya yang sudah bangkit dari duduk.

"Ayah, biar aku saja." Vee berusaha menahan sang Ayah.

Namun, Taesung sudah terlebih dahulu menggelengkan kepalanya. "Tidak apa-apa. Sekalian aku ingin mengecek ruangan para guru."

"Ah, biar aku juga ikut saja untuk menemuinya langsung di sana," ujar Airin merasa tak enak sendiri.

Pemilik sekolah anaknya, malah dia repotkan seperti itu. Rasanya membuat Airin jadi semakin tidak enak sendiri.

"Tidak tidak. Duduk saja. Tunggu di sini. Vee akan mengekor kalau kau juga ikut ke sana. Lebih baik kalian tunggu di sini saja."

Airi hendak menolaknya lagi. Tapi, sayangnya Taesung sudah terlebih dahulu pergi meninggalkan ruangan tersebut. Dengan pintu yang kembali tertutup.

"Vee—"

"Jadi kau benar-benar anak tunggal kaya raya? Apa pekerjaanmu? Apa gajimu cukup untuk membiayai empat orang?"

Aster tiba-tiba menyela Airin yang hendak berbicara pada Vee.

Dimana selanjutnya, Vee menunjukan raut wajah terkejut saat Aster melemparkan tanya yang tak pernah dia kira akan keluar dari mulut anak laki-laki itu.

"Aster!" Peringat Airin dengan satu tepukan pelan pada tangan Aster.

"Tak apa Airin," ucap Vee pada Airin yang mencoba memarahi Aster.

"Jawaban iya untuk pertanyaan pertama. CEO di salah satu perusahaan untuk yang ke dua, dan untuk pertanyaan ketiga jawabannya, cukup sekali. Bahkan untuk lebih dari itu juga rasanya cukup," jawab Vee atas pertanyaan Aster.

Sekarang, Aster membuka mulutnya tak percaya dan kembali menunjukan bagaimana takjubnya dia pada Vee.

Sebenarnya, ayahnya juga memiliki banyak uang. Tapi, tentu sepertinya tidak lebih banyak dari Vee.

"Wow! Kalau aku menyetujuimu dengan Mami, bisakah kau membelikanku mobil saat aku sudah bisa membuat sim nanti?"

Aster sebenarnya hanya iseng saja mengatakan seperti itu. Penasaran juga apakah memang Vee bersungguh-sungguh.

Tapi ternyata, Vee malah mengangguk dengan begitu yakin. Raut wajahnya juga terlihat teramat yakin dengan jawabannya. Dimana hal itu tak hanya membuat Aster terkejut, melainkan juga dengan Airin yang membuka mulutnya dengan gelengan di kepala.

"Bukan masalah. Mau mobil yang seperti apa?" tanya Vee begitu santai.

"It's Crazy! Kau benar-benar begitu suka dengan Mami Airin, ya?"

"Tentu saja! Memangnya kau pikir aku bermain-main. Kalau kau dan Arsen setuju aku menikahinya saja aku siap menikahi dis secepat mungkin!"

Sekarang Airin yang dibuat oening. Tak mengerti lagi dengan Aster dan Vee yang malah berdebat soal itu. Padahal, tujuan mereka di sini adalah untuk mengurus sekolah Aster.

"Hentikanlah. Kenapa malah membahas hal seperti ini!" Seru Airin menengahi.

"Okay. Sedikit aku setujui. Tapi, biar aku lihat dulu apakah kau lebih baik dari Daddy atau tidak."

Ya, bukannya berhenti sesuai yang dikatakan Airin, Aster malah kembali berbicara pada Vee dengan ucapan yang membuat Airin semakin terkejut lagi.

"Deal!" Seru Vee bersemangat.

Dimana keduanya kini sudah saling bersalaman dengan senyuman lebarnya masing-masing.

Gila, rasanya seperti Airin tengah berada di antara dua orang yang tengah bertransaksi.

"Ajak Arsen untuk menyetujuinya juga," ucap Vee kemudian dengan cengiran lebarnya.

Aster menggelengkan kepalanya. "Berusahalah sendiri."

Jawaban Aster membuat Vee menghela nafasnya kecewa. Tidak sulit untuk membujuk Aster, tapi kalau Arsen, itu sulit sekali. Bahkan hingga sampai saat ini Vee tak pernah merubah keputusan Arsen yang terus tidak menyukainya.

Tapi, sekali lagi Vee tak akan menyerah agar mereka bisa bersama. Menjadi bagian dari keluarga Airin dan dua anak kembarnya, adalah impian Vee sekarang.

"Airin, kau dengar itu? Satu restu dari Aster sudah didapatkan. Jadi, mau menikah pakai adat seperti apa?"

Pertanyaan dari Vee yang kemudian direspon dengan helaan nafas yang ditunjukan Airin.

Ternyata Arsen memang benar. Vee itu, aneh. Meskipun yang lebih anehnya lagi, Airin senang saat Aster tak lagi menatap Vee dengan tatapan tak sukanya.

TO(GET)HERWhere stories live. Discover now