2. Fakta lain

377 68 4
                                    

"Kalau begitu, Mami harus berangkat dulu ke kantor, oke?" Airin bangkit dari duduknya, dia menatap Aster yang kini tengah duduk di meja makan, menikmati sarapan yang sebelumnya disediakan untuk Arsen.

"Tidak usah khawatir, Mi. Rumahnya akan aman bersamaku!" ucap Aster dengan mulut yang sedang mengunyah.

Sebenarnya cukup berat juga untuk Airin meninggalkan Aster sendiri. Apalagi saat mereka baru bertemu sebentar. Tapi, mau bagaimana lagi? Vee—bossnya sudah menjemput. Dia tak ingin menambah masalah. Bukan hanya soal pekerjaan, tapi juga soal kehadiran Vee yang tidak disukai Arsen.

Ah, untuk Arsen sendiri, dia sudah berangkat ke sekolahnya. Tepat setelah Vee datang. Faktanya, Arsen benar-benar tak menyukai Vee. Katanya, aneh.

"Mau mengajukan libur, Bae? Aku bisa memberimu izin agar kau bisa bersama Arsen kedua ini," ujar Vee memberikan penawaran.

"Aster! Namaku Aster! Bukan Arsen kedua." Koreksi Aster cepat.

"Oh? Padahal sama saja. Arsen satu, Arsen dua. Ah, Kalau namaku Vee. Choi Vee," ucap Vee sembari menatap ke arah Aster dengan senyuman lebarnya.

Aster menatapnya aneh. "Aku tidak mengajakmu berkenalan."

"Sudah sudah! Aku tetap akan berangkat kerja, Vee. Aku tidak bisa libur, kerjaanku masih terlalu menumpuk." Airin menatap Aster setelah berbicara pada Vee. "Aster, Mami pergi dulu. Kalau ada apa-apa hubungi saja Mami dengan telepon rumah, mengerti?"

"Sure, Mami! Laksanakan!" Seru Aster bersemangat.

Sebenarnya, Airin sendiri tidak tega kalau harus meninggalkan Aster. Selain itu, dia juga masih merindukannya. Ini kali pertama dia bertemu setelah terpisah belasan tahun lamanya. Tapi, dia masih harus tetap pergi bekerja.

Apalagi, kalau Aster benar-benar harus tinggal bersamanya. Airin harus membiayai Arsen dan Aster, dia harus mencukupi keperluan kedua putranya.

"Ayo, Vee," ajak Airin pada Vee di sana.

Vee mengangguk, sebelum akhirnya dia melambaikan tangannya pada Arsen dan lantas berjalan bersama Airin ke luar.

"Jadi, kau punya anak kembar, ya?" tanya Vee begitu dia sudah berada di luar rumah Airin.

Airin mengangguk. Dia paham kalau Vee tak tahu hal itu. Sebab, tidak ada yang mengetahui kalau sebenarnya dia memiliki anak kembar. Apalagi saat Aster selama ini tinggal bersama ayahnya di luar negri.

"Wow! Hebat," seru Vee dengan anggukan mengerti di kepalanya. "Tapi, aku tak masalah kalau harus membiayai dua putra," tambahnya.

Airin lantas memutar bola matanya malas. Kalau begini, Airin tahu kemana arah pembicaraan Vee selanjutnya.

"Masih belum mau menikah denganku, Bae?" tanya Vee.

Ya, tepat seperti dugaan Airin. Akhirnya pasti akan membahas soal pernikahan. Padahal, sudah berkali-kali juga Airin mengatakan penolakannya atas ajakan Vee. Airin sendiri benar-benar tak memiliki keinginan untuk menikah. Dia masih ingin fokus pada pekerjaannya, pada Arsen, dan sekarang juga pada Aster.

"Vee, lebih baik kau buka pintunya sekarang," tunjuk Airen pada mobil Vee. Dimana saat dia mencoba membukanya, Vee masih menguncinya.

"Menghindar lagi, ya? Bukankah waktu itu kau juga mengatakan kalau kau menyukaiku?" Vee kini berdiri di hadapan Airin. Menghalangi wanita itu yang hendak membuka pintu.

Airin menghela nafasnya. Vee benar, pria itu tak salah sama sekali. Beberapa minggu yang lalu Airin memang mengatakan kalau dia juga menyukai Vee. Siapa juga yang tidak akan menyukai pria tampan seperti Vee, dengan kesuksesannya? Belum lagi pesona nya yang selalu memukau.

Tapi, Airin juga mengatakannya karena tidak disengaja. Dia berniat menyimpannya seorang diri, tapi saat Vee kembali mendekatinya, Airin tak sengaja mengatakannya. Airin juga menyesal telah mengatakannya, dimana pada akhirnya itu membuat Vee semakin gencar mendekatinya.

"Vee, please. Dengan aku yang juga menyukaimu bukan berarti kau bisa menikahi ku," ucap Airin pada akhirnya.

Vee menatap Airin dengan lekat. Sorot matanya terlihat begitu lembut menatap Airin. Sebelum akhirnya dia menyunggingkan senyumnya pada wanita itu. "Aku masih akan tetap menunggumu berubah pikiran, Bae," ucapnya sembari mengusak kepala Irene dengan pelan.

Sebelum akhirnya Vee membukakan pintu mobilnya untuk Airin di sana.

Airin sendiri hanya terdiam. Dia tak ingin lebih jauh berdebat dengan Vee. Sebenarnya, tak hanya karena Airin tak ingin menikah, melainkan juga Airin tak bisa kalau menikahi Vee. Sebab, pria itu jauh lebih muda darinya. Perbedaan umur mereka cukup jauh, jangan lupakan dengan Airin yang bahkan beberapa bulan lagi akan menginjak usia 35 tahun.

Sekalipun Airin akan menikah suatu saat nanti, pasti tidak dengan Vee. Tidak hanya itu saja, fakta jika Arsen tak menyukai Vee juga menjadi pertimbangan Airin.

Sekarang, hidup Airin bukan hanya tentang dirinya sendiri. Dia juga harus memikirkan bagaimana perasaan kedua anaknya.

"Aster, tinggal dimana selama ini?" tanya Vee begitu dia juga sudah duduk di belakang kemudi.

"Bersama ayahnya di luar negri," jawab Airin.

Vee terdiam sejenak, ayah dari anak Airin, katanya. Pria beruntung yang bisa mendapatkan Airin sebelumnya, tapi bodoh karena membiarkan Airin dilepaskan.

Seandainya saja Vee yang saat itu berada di posisi pria itu, dia yakin sama sekali tak akan membiarkan Airin pergi darinya. Sayangnya, Vee tidak mengenal Airin sejauh itu. Rasanya, tuhan terlalu terlambat untuk mempertemukannya dengan Airin.

"Dia akan tinggal di sini sekarang?" tanya Vee sekali lagi. Dengan mobil yang sudah dia lajukan untuk menuju kantor mereka bekerja.

"Aster ingin begitu, tapi Arsen tak setuju. Kau tahu bagaimana Arsen, dia terlalu dingin, dia juga mungkin tak menyukai kehadiran Aster yang terlalu tiba-tiba," jelas Airin dengan raut wajah yang sendu.

Vee sedikit tersenyum simpul. "Arsen mirip denganmu."

"Karena dia anakku, Vee "

"Ya, aku tahu. Sikap kalian berdua memang sangat mirip, apalagi kalau sudah menjadi dingin. Wah, rasanya kulkas es krim di mini market kalah dingin."

Airin berusaha menahan kekehannya di sana. Beberapa hal yang dia sukai dari Vee selain dengan paras tampannya. Di balik keanehan sikap Vee seperti yang disebutkan Arsen, Vee adalah pria yang baik dan perhatian. Apalagi dengan pria itu yang selalu bisa membuat Airin tersenyum dengan tingkahnya.

"Airin?"

"Hm?" Airin segera menarik kesadarannya dari lamunan.

"Tentang mantan suamimu—"

"Aku tidak pernah menikah dengannya, jadi tak perlu menyebutnya sebagai mantan suamiku," koreksi Airin cepat.

Dimana hal itu lantas membuat Vee menunjukan keterkejutannya. Dia tak menyangka dengan jawaban yang baru saja diucapkan Airin di sana.

"Jadi, kau belum pernah menikah?" tanya Vee sekali lagi saat dia masih tak percaya apa yang dia dengar.

Dan sebuah anggukan yang ditunjukan Airin membuat Vee membuka mulutnya tak percaya. Jadi, selain dengan fakta bahwa Airin merawat putranya seorang diri, juga ada fakta lain bahwa Airin memang tak pernah menikah. Dimana selama ini Vee selalu mengira kalau Airin tinggal sendiri karena berpisah dari suaminya. Ternyata, Vee salah.

TO(GET)HERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang