23. Flashback

300 77 25
                                    

Hal yang harus dilakukan untuk mencari pelaku dari pembunuhan adalah; menemukan barang bukti, entah itu dari sidik jari, dari rekaman CCTv, dari barang yang diduga digunakan untuk menyerang, bahkan dari hasil otopsi; keadaan jenazah korban. Banyak yang bisa ditemukan atau dilakukan.

Namun, tidak pada kasus Sam. Tidak ada sidik jari yang tertinggal di TKP selain milik korban, rekaman CCTv yang didapat juga hanya satu; dari koridor di mana pintu ruangan kerja korban berada, dan pada tubuhnya tak ditemukan bekas penganiayaan sama sekali. Tidak ada zat aneh atau berbahaya dalam darahnya, lambung, hingga ginjal, tidak ada sama sekali. Semua bersih, semua seolah menunjukkan jika yang menjadi penyebab kematian sang ilmuan adalah murni kecelakaan.

Ya, memang, banyak pihak berspekulasi akan hal itu, tapi yang menjadi janggal adalah pesan terakhir dari rekaman yang dititipkan pada Chris seolah-olah Sam memang tahu kapan ia mati.

Oh? Mungkin saja ia memang bunuh diri?

Ya, sempurna sekali kalau memang mau menyimpulkan ke sana, tapi untuk apa? Atas alasan apa ia melakukannya? Masalah percintaan? Terdesak keadaan ekonomi? Ah, sepertinya tidak bisa disimpulkan dengan demikian.

Lagi, sekarang rasanya semakin buruk karena satu-satunya sosok yang menjadi saksi kunci justru membuat alibi dan pengakuan kalau ia sebenarnya ialah yang membunuh, padahal notabenenya lelaki itulah yang menciptakan dirinya.

Ah, kenapa? Untuk apa? Sebenarnya apa yang Sam sembunyikan? Sebenarnya apa yang Ino rahasiakan? Kenapa sulit sekali kasus ini untuk dipecahkan?

Malam itu Chris tak dapat tidur, ia berguling resah dan gelisah di kasurnya tanpa bisa terlelap sama sekali. Kesal dengan apa yang kini berkecamuk dalam pikirannya sendiri, ia pun akhirnya memutuskan untuk pergi.

Danau tempatnya dulu kecelakaan adalah tujuannya. Setelah ia memarkirkan motor di tempat yang aman ia pun duduk di rerumput sembari memandang pantulan bulan dari riak air yang tenang. Seperti biasa, seperti pada umumnya, danau itu sunyi sepi tak ada seorang pun selain dirinya sendiri. Ditemani embusan angin dingin dan suara-suara hewan malam pikiran Chris pun kembali melayang, memutar ingatan beberapa tahun silam.














Ruangan tempatnya bangun itu didominasi warna putih bersih. Suasananya sepi sekali, dan hanya ada suara detik jarum jam serta bunyi nyaring yang entah apa tertangkap rungu.

Sakit. Sekujur tubuhnya terasa seperti baru saja jatuh dari ketinggian ratusan meter. Kepalanya pun berdenyut, dan tangan serta kakinya sulit digerakan.

Ada apa? Kenapa? Apa yang sudah terjadi sebelum ini? Ia tak bisa mengingatnya dengan jelas dan malah semakin memperparah rasa hantaman di kepala.

Di ambang rasa seperti hidup dan mati, mendadak pintu ruangan itu terbuka pelan. Suara derit kayu yang bergesek dengan lantai pun memecah sepi sesaat, lalu seorang lelaki berperawakan kurus namun jangkung pun muncul dari baliknya.

"Ah, syukurlah ... akhirnya sadar juga," katanya.

Loh? Memangnya kenapa? Yang diajak bicara tak paham sama sekali. Inginnya menjawab, tapi tak sanggup membuka mulut dan hanya diam dengan hati berharap; semoga saja lelaki ini bisa mengerti tatapan matanya kini.

"Christopher 'kan?" tanyanya sembari memerhatikan kertas yang dijepit papan clipboard di tangannya.

Chris tidak bodoh, dari pakaian terutama jas putih yang dikenakan orang ini jelas menunjukkan profesi apa yang ia geluti. Namun, dia bukan dokter, sekalipun panggilannya tetaplah sama.

"Il ... mhu ... an?" cicit Chris kecil, dan lelaki yang usianya kisaran tak jauh berbeda dengan Chris sendiri itu menoleh, alis tegasnya tertaut sesaat sebelum ia mengunggingkan seulas senyuman hingga mata sipitnya tinggal segaris saja.

I.N.O : Identified National Object [Banginho]Kde žijí příběhy. Začni objevovat