01 | Kontrakan Kosong

228 18 1
                                    

"Kenapa, Kaf?" Pemuda berkaos putih dengan celana jeans itu mengerutkan kening. Rambutnya agak gondrong dan tampak sedikit berantakan karena habis mengendarai motor tadi. Sebut saja namanya Lukas. Dia baru saja selesai memutar kunci pintu rumah saat menemukan teman kelasnya itu terbengong di halaman depan. Jadi, Lukas menghampirinya untuk mencari tahu apa yang membuat perhatian seseorang seperti Malkahfi Suhendar teralih.

"Enggak ada sih." Malkahfi menjawab dengan nada ragu. Karena sebenarnya ia belum bisa melepaskan atensi dari sebuah rumah yang terlihat sunyi, tidak jauh dari tempat tinggal Lukas yang ada di blok seberangnya. Lalu menggumam sesaat dan memutuskan untuk melanjutkan, "Sejujurnya lagi ngeliatin rumah pagar putih itu, Kas. Kok sepi ya? Biasanya rame setiap gue ke sini."

Lukas ikut melihat ke arah yang ditunjuk Malka tadi. "Oh, itu. Yang ngontrak udah pada pindah dari kemarin sore Kaf, makanya sepi. Barangkali lo mau ngontrak di sini, biar kita kayak pacar lima langkah."

Malka tertawa mendengar gurauan Lukas, tapi beberapa saat kemudian ia jadi diam. Kalau dipikir-pikir, perkataan temannya ini ada benarnya juga. Kebetulan sekali Malka memang sedang mencari tempat tinggal yang baru.

Kosan Malka yang sekarang jaraknya lumayan jauh dari kampus sehingga ia perlu menyisihkan beberapa uang saku untuk biaya kendaraan. Belum lagi kondisi kosannya yang kurang layak. Yang mana hanya tersedia wc umum ataupun sumber mata air yang tidak mengalir setiap saat, ditambah kondisi kamarnya yang panasnya minta ampun sampai-sampai Malka pikir ia sedang ngekos di dalam neraka.

Tapi karena merasa tidak enak dengan mama, beberapa tahun ini Malka bertahan di tempat itu. Dia tidak ingin membebani mama sebab UKTnya pun mencapai angka dua juta. Untungnya minggu lalu Malka berhasil mendapatkan keringanan berupa beasiswa, jadi ini adalah waktu yang pas baginya untuk pindah dari kosan lamanya.

"Lo tunggu di sini dulu." Malka mengerutkan alis saat Lukas mendadak masuk ke dalam rumah dengan langkah panjangnya.

"Nih," kata Lukas tak lama kemudian. Dia menyodorkan sebuah kunci dengan gantungan berkarakter chibi pada Malka.

Pemuda yang masih lengkap dengan almamater kuningnya itu jadi melongo. "Buat apaan?" tanya Malka masih tidak mengerti.

"Ini kunci rumah kontrakan yang ono." Lukas kembali menunjuk si pagar putih yang sedari tadi Malka perhatikan. "Kemarin ciwi-ciwi itu nitipin kuncinya ke gue, suruh kasih ke tante gue yang memang punya kontrakan di perumahan ini."

"Gak papa nih?" tanya Malka memastikan.

"Bro, lo tenang aja. Ada gue."

Malka pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan tenang, ia berjalan mengikuti Lukas dari belakang. Lalu saat pintu rumah itu terbuka dan Lukas mempersilakannya, Malka masuk hanya untuk menerawang kondisi bangunan itu satu per satu.

Mulai dari wc yang tersedia di dalam rumah, dapur yang cukup minimalis ditambah sebuah kulkas juga kompor, dan sebuah pintu belakang yang terhubung langsung dengan tempat menjemur pakaian. Rumah ini terdiri dari dua lantai dengan satu kamar di lantai atas dan dua kamar lagi ada di lantai dasar. Masing-masing kamar pun sudah dilengkapi tempat tidur dan sebuah lemari pakaian berbahan kayu jati. Secara keseluruhan, kontrakan ini benar-benar layak untuk dihuni.

"Bagus juga sih tempatnya," komentar Malka yang mengangguk-angguk setelah selesai menjelajahi seisi kontrakan, lantas menghampiri Lukas yang tampak mengipasi wajahnya menggunakan tangan di teras rumah.

"Gimana, Bro?" tanya Lukas ketika Malka baru saja duduk di sebelahnya.

"Fasilitasnya bagus banget, Kas. Gue suka."

"Nah, mantep tuh. Entar gue kirimin nomor wassap tante gue, jadi lo bisa japrian soal kontrakan."

Tapi bukannya bersemangat, Malka justru tampak menghela napas berat dan membuat Lukas mengerutkan alis. "Kenapa lagi lo?"

"Pasti sewanya lumayan gede, ya? Beasiswa gue mana cukup buat ngontrak di sini. Lagian kamarnya juga kebanyakan bagi gue yang cuma ngontrak sendirian," papar Malka cukup pesimis.

"Gitu doang?" Dan tanpa diduga, Malka menoyor kepala Lukas dengan emosi saat mendengarnya. Sebenarnya Malka tidak akan tersulut kalau saja nada bicara Lukas tidak nyolot dan meremehkannya.

"Palamu gitu doang. Ini masalah serius, Kas. Kalaupun gue tetep maksain ngontrak di sini, yang ada gue busung lapar!" katanya kesal sendiri.

"Wowowo. Kalem, Mapren." Lukas mencoba menenangkan Malka sebelum temannya ini semakin meledak karena ulahnya. "Gue punya ide cemerlang. Denger nih."

Untungnya, sumbu kesabaran Malka tidak sependek itu. Sehingga, saat Lukas mengajaknya merapat untuk mendengarkan ide yang katanya cemerlang itu, Malka menurut saja.


Pinter juga lo," kata Malka terperangah usai mendengar saran Lukas.

"Siapa dulu dong, Lukas Munawwir nih bos."

.
.
.

Bersambung

****

A/N:

Kurleb kontrakannya begini lah, tapi dua lantai. Kurang rerumputan aja sama pohon mangga di sisi kirinya noh

 Kurang rerumputan aja sama pohon mangga di sisi kirinya noh

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.


Follow me on :

Wp : 1Redapple
Ig acc : kzmauli_
Twitter : Renjunanajaemin

Kontrakan 7 Pemimpi [HIATUS]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt