"Kamu pikir itu mudah, saya sudah mendaftarkannya di semua rumah sakit sampai rumah sakit di singapura."
Air mata yang dari tadi di tahan oleh Arasya jatuh kembali di mata cantik wanita itu, hasil pemeriksaan Langit sama sekali tidak ada yang bagus malahan di takutkan terjadinya komplikasi pada paru-paru Langit.
"Mas jangkauan kamu itu sangat luas belum lagi Arga."
Jendral tahu relasinya banyak namun banyak sekali pasien yang sedang mengantri untuk sebuah kehidupan baru, bukan hanya Langit ada beribu tau jutaan orang yang juga sedang menunggu sebuah harapan untuk sembuh.
"Kamu pikir ada orang yang suka rela mau mendonorkan jantungnya gitu aja, mana ada Arasya."
"Aku akan minta tolong ayah."
Benar ayahnya pasti dapat membantu Langit apalagi Langit juga cucu ayahnya, Arasya akan melakukan segala cara agar tuan besar Gamaelo akan membantu putri kesayangannya.
"Mana mau ayahmu menolong Langit, kamu lupa gimana ayahmu menolak Aira untuk melahirkan Langit. Ayahmu masih marah dengan Aira, sya."
"Mas bagaimanapun Langit itu cucunya, mana mungkin ayah tega melihat cucunya seperti ini. Aku tahu ayah hanya ego semata ia masih sangat menyayangi kakak walau bagaimanapun mas."
"Kamu ingat bagaimana ayahmu mengusir Aira karena apa yang ia lakukan hingga Langit ada sekarang."
Jendral mengencangkan kepalan tangannya di stir mobil mengenyahkan bayangan buruk yang hadir di kepalanya.
"Ayah marah karena ia sudah melewati batasannya mas, ayah menyuruhnya menggugurkan Langit supaya kakak tidak menghancurkan keluarga kita mas. Tapi tidak mungkin ayah akan diam saat melihat cucu sekarat."
Jendral menatap wajah sembab milik wanita tercintanya itu wanita yang masih menerimanya atas kesalahan yang memang bukan sepenuhnya kesalahan Jendral namun jika itu wanita lain mungkin mereka tidak akan mau menerima lelaki yang sudah berhubungan dengan wanita lain yang sialnya adalah saudara istrinya sendiri.
"Di antara orang tua kita tidak ada yang mengetahui bahwa Langit tinggal di rumah kita dan jika ayahmu tahu maka ayah saya akan tahu Sya." Entah apa yang akan mereka lakukan jika mereka tahu ia membawa Langit bersamanya, namun jika Arsya setuju ia rasa mereka tidak akan keberatan,
"Mas kedua orang tua kita tidak akan sanggup melihat cucunya kesusahan mas, percaya pada saya." Arasya tertawa kecil saat ia mengucapkan kalimat terakhirnya, Kata-kata yang selalu diucapkan oleh Jendral saat ingin meyakinkan dirinya.
"Jangan bercanda dulu sya."
"Itu kata-kata yang dulu kamu ucapkan, aku hanya mengembalikannya. kamu harus percaya padaku seperti aku percaya padamu."
"Nanti malam akan ada acara makan malam di rumah ayah kita coba perkenalkan Langit tapi jika mereka menolak saya akan membawa Langit menjauh dari ayahmu ingat."
Keputusan Jendral sudah bulat dan tidak akan berubah jika nanti tuan dan nyonya Gamaelo tidak menerima Langit jadi jangan harap mereka dapat melihat sehelai rambut Langit untuk selama-lamanya.
"Mereka pasti akan terkejut melihat wajah Langit." Arasya memperhatikan wajah lelap milik Langit sangat copy paste dari suaminya.
"Kamu tau gak apa yang paling aku suka dari Langit."
Jendral menatap tepat pada mata wanitanya, hingga senyuman hadir di bilah bibir Arasya. Wanita itu menyentuh pipi Jendral sambil mengusap pelan.
"Matanya sama dengan mata pujaan hati aku." Jendral terkekeh pelan.
"Dan mata ini adalah bukti kamu jatuh cinta kepada saya bukan."
"Saya jadi ingat dengan gadis kecil yang selalu mengikuti dan menganggu saya saat saya datang ke rumah keluarga Gamaelo."
"Dan dengan aksi aku kamu juga nerima cinta aku kan, dalam hukum ketiga Newton ia menyatakan bahwa jika ada aksi pasti ada reaksi."
"Kalau aku hanya diam mana ada aku jadi istri kamu pasti aku akan keduluan sama kakakku sendiri." Jendral mengusap kedua mata Arasya saat mobil yang mereka tumpangi sudah memasuki pekarangan rumah, mencium kedua mata tersebut.
"Kamu tambah jelek kalau menangis."
"Nanti kalau saya lagi nenangin Langit kalau dia nangis kamu jangan ikut-ikutan nangis ya, soalnya saya bingung mau nenangin yang mana dulu."
Arasya memukul lengan Jendral namun bukanya pria itu yang meringis tapi yang ada dirinya yang meringis kesakitan akibat otot-otot yang terbentuk milik lelaki tersebut. Tangannya diambil oleh Jendral, dengan pria itu yang masih terkekeh Jendral mencium telapak tangannya membuat Arasya memutarkan matanya.
"Gak cocok sama umur ingat udah mau punya cucu. "
"Orang saya masih muda gini anaknya aja yang kecepatan nikah."
"Kan meneruskan apa yang dilakukan oleh papanya yang ngebet banget nikahnya juga."
Percakapan mereka diakhiri dengan tawa mereka yang membangunkan Langit yang dihadiahi tatapan linglung dari anak tersebut, Arasya makin mengeraskan tawanya melihat ekspresi lucu milik Langit.
Vote and komen yaaaa teman-teman tersayangku
TBC
YOU ARE READING
LANGIT END (REVISI)
Teen FictionSuara ombak dan juga air di depannya membuat mata berwarna coklat muda itu memandang deru ombak yang bertolak namun terasa tenang juga di sini Angin terasa menerpa rambut coklat madu milik Langit, namun matanya beralih pada lukisan indah di penghuju...
