"Jujurlah walau itu menyakitkan, jangan menyembunyikan dan membuatku seperti orang bodoh yang tidak mengetahuinya"
~Langit Putra Bagaskara~
Langit mendudukkan bokongnya di sebuah kursi taman yang berada di rumah sakit tempat dimana Arga bekerja, abangnya itu masih seorang dokter umum di sebuah rumah sakit terkenal. Hari ini adalah jadwal ia bertemu dengan dokter spesialis bernama Jeffrey, yang biasanya di panggil dokter Jeje. Dokter itu tidak terlalu tua dan sepertinya lebih muda daripada Jendral.
Setelah ia menyetujui untuk melakukan pengobatan, Arasya dan Jendra membuat janji bersama dengan dokter Jeje yang semuanya di urus oleh Arga. Dan disinilah anak itu sekarang di sebuah taman rumah sakit setelah beberapa rangkai pemeriksaan yang ia lakukan, ia disuruh untuk menunggu mereka yang sedang berbicara dengan dokter Jeje.
Anak itu dilarang untuk mendengar hasil dari pemeriksaan takutnya hasil dari itu dapat mensugesti pikiran Langit dan membuat tubuhnya memberikan sinyal berlebih dan itu ditakutkan akan menimbulkan komplikasi.
Entah sudah berapa lama ia duduk disini, hingga tanpa sengaja mata Langit melihat Jendral yang berjalan menuju ke arah sebuah pohon besar lalu menghilang akibat tertutup oleh pohon tersebut.
"Halo adik kecil."
Langit menolehkan wajahnya pada seseorang yang duduk di sampingnya, ia seperti pernah melihat wajah perempuan yang duduk disampingnya tapi Langit lupa di mana. Dahi Langit mengkerut menandakan bahwa ia sedang berusaha untuk mengingat dimana ia pernah melihat wajah perempuan di sampingnya itu.
Hingga sebuah memori terlintas di kepalanya, perempuan di sampingnya ini adalah orang yang pernah ia lihat di gantungan mobil milik Arga. Mereka terlihat sangat bahagia dalam foto tersebut.
"Perkenalkan aku Audyra Sheren Tjokrowinata istri abang kamu Argantara Putra Bagaskara, maaf kemarin tidak dapat menjengukmu."
Ditatapnya perempuan itu dari atas sampai bawah dan berhenti di perut Audy yang terlihat sedikit menyembul dari baju yang ia kenakan, dapat disimpulkan bahwa perempuan yang duduk disampingnya ini sedang mengandung.
"Langit" Langit mendongakkan kepalanya menatap Audy yang juga menatap anak itu.
"Wajahmu sangat mirip dengan papa."
Langit tidak tahu harus menjawab apa dan akhirnya anak itu hanya bisa terdiam sambil memilin baju yang sedang digunakannya. Sedangkan Audy hanya dapat tersenyum melihat respon dari Langit.
"Aku tahu kamu bosan, ingin mengikutiku merecoki ruangan Kak Arga, biasanya ia sedang tidak ada jadwal di jam segini hari ini."
Langit terkejut saat tiba-tiba Audy menarik tangannya tanpa mendengar persetujuan dari yang bersangkutan, Langit hanya bisa pasrah dan terus mengikuti langkah Audy dalam diam hingga mereka sampai di ruangan Arga.
Saat pintu ruangan terbuka alangkah terkejutnya mereka saat melihat ruangan Arga yang seperti diterpa badai, banyak kertas-kertas yang berserakan dimana-mana. Tidak seperti biasanya dokter muda itu terkenal akan kebersihan dan penuh kerapian namun hari ini ruangannya terlihat amburadul.
"Aish, kenapa bisa seberantakan ini?"
Tautan mereka terlepaskan dengan Audy yang berjalan menuju meja Arga dan menaruh paper bag yang dibawa olehnya, setelah meletakkannya Audy berjongkok mulai mengumpulkan kertas kertas yang berserakan.
Langit yang melihat hal itu berjalan menuju meja berjongkok di samping Audy untuk membantu mengumpulkan kertas yang bertebaran itu. Suara pintu yang terbuka membuat mereka berdua terkejut dan melihat ke arah sumber suara.
YOU ARE READING
LANGIT END (REVISI)
Teen FictionSuara ombak dan juga air di depannya membuat mata berwarna coklat muda itu memandang deru ombak yang bertolak namun terasa tenang juga di sini Angin terasa menerpa rambut coklat madu milik Langit, namun matanya beralih pada lukisan indah di penghuju...
