"Sayang sejak kapan kamu disini?"

Mereka tidak sadar bahwa ada Langit di dalam ruangan itu karena agak tertutup dengan Audy dan juga meja kerja Arga.

"Baru saja, papa kemana ma? "

"Papa lagi butuh udara segar palingan di taman."

Langit hanya diam sambil terus mengumpulkan kertas-kertas yang berhamburan di lantai, namun saat ia akan bergeser ke samping kakinya seolah kehilangan tenaganya yang menyebabkan dirinya terjatuh ke depan dengan kepala yang menabrak kaki meja sehingga menyebabkan yang bunyi nyaring akibat meja yang terdorong ke depan.

Audy menolehkan kepalanya saat mendengar suara nyaring tersebut, ia meringis saat melihat Langit yang terjatuh. Perempuan itu bangkit untuk membantu Langit walau sedikit kesusahan akibat terhalang dengan perutnya.

"Langit, are u okay? " Langit hanya dapat menampilkan cengiran saat ditanya seperti itu oleh Audy dan jangan lupakan kedua telinganya yang memerah karena malu.

"Kenapa bisa jatuh ngapain juga kamu di bawah kolong meja, ya ampun Langit ada yang sakit gak." Langit meringis saat Arasya menyentuh dahinya yang memerah.

"Langit bantuin kakak cantik untuk mengambil kertas yang berserakan."

Audy menuntut Langit menuju sofa yang ada di ruangan tersebut, Arasya mendudukkan dirinya di samping Langit sedangkan Arga berjalan menuju lemari dimana kotak obat berada, mengambil benda tersebut untuk mengobati anak itu.

"Tadi katanya mau ke taman kok bisa disini." Suara Arasya terdengar sekalian dengan Arga yang mengolesi salep di dahi Langit.

"Aku yang ajak ma, jumpa di taman tadi daripada duduk sendirian di sana aku ajak aja kesini."

Suara pintu yang terbuka mengalihkan pandangan mereka ke arah sosok yang membuka pintu. Jendral menatap heran ruangan anaknya yang terlihat sangat berantakan.

"Ada apa?" Tanyanya saat matanya bertemu dengan mata Arga yang masih sibuk membaluri dahi Langit dengan salep.

"Langit terjatuh dan membentur meja kerja Arga."

Jendral dengan cepat berjalan menuju tempat yang diduduki oleh Langit, menyentuh sisi wajah milik anaknya untuk menoleh ke arah dirinya.

"Mau makan siang dimana ma, pa." Audy bertanya karena ini sudah memasuki waktu makan siang.

"Mau makan di rumah atau di cafe depan aja."

"Di rumah aja Langit perlu makan makanan yang sehat."

Arga dengan cepat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Arasya, karena pola makan Langit harus dijaga untuk mendapatkan hasil yang bagus.

"Ayo!"

Jendral menarik tangan Langit dengan lembut membuat anak itu mengikuti langkahnya, dan diikuti juga oleh yang lain. Jendral membuka pintu mobil untuk Arasnya dan juga Langit sedangkan Arga dan Audy mereka menggunakan mobil milik Arga.

Arasya tersenyum pada Langit saat mata mereka bertemu hingga suara pintu mobil yang tertutup memutuskan kontak antara ia dan juga Langit.

"Kalau ngantuk tidur aja nanti akan saya bangunkan jika sudah sampai ke rumah."

Entah kebetulan atau memang Jendral memiliki kepekaan yang tinggi hanya dalam hitungan detik Langit langsung tertidur dengan lelap.

"Kita tidak bisa terus begini mas kita harus mencarikan Langit pendonor yang cocok."

Jendral mengalihkan pandangannya ke arah istrinya saat mendengar apa yang diucapkan oleh Arasya. Bukan hanya istrinya saja , ia juga sedang berpikir tentang hal itu. Karena kesehatan lagi ada hal yang paling penting baginya sekarang, namun siapa yang mau mendonorkan jantungnya jika orang itu tidaklah orang yang sudah berpulang, namun sebelum lagi masih ada pasien yang harus diprioritaskan.

LANGIT END (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang