Four

53.7K 2.5K 19
                                    

Danaya POV

Mati aku. Salah gerak dikit bisa bikin aku salah dimata Pak Damar. Kenapa juga sih ujan-ujan begini, geluduk petir aku harus semobil sama dia? Dan errrrr kenapa malem ini dia keliatan lebih tampan dengan balutan kemeja dengan bagian lengan yang digulung sampai siku?

Dan satu lagi. Dasi yang ia longgarkan sampai memperlihatkan sedikit, sedikit sekali dada bidangnya.

"Ngapain kamu ngeliatin saya kaya ngeliatin maling?" Biarlah aku tersambar petir tapi kenapa orang ini menyebalkan sekali.

"Ngga. Saya...ngeliatin...itu ada nyamuk di kepala Bapak." Kilahku. Ia langsung menepuk kepalanya. Hahaha lucu sekali.

Aku tertawa pelan dan menolehkan kepalaku ke jendela sambil terus tertawa.

"Kamu ngerjain saya ya?" Katanya dengan nada meninggi.

"Ngga." Jawabku ketus. Biar saja. Ini kan diluar kantor. Harusnya aku bebas melakukan apa saja pada boss es batu ini.

Ia memberhentikan mobilnya. Aku kalut dan mulai menggigiti ujung kukuku.

"Kok ber-enti?" Tanyaku terbata.

"Rumah kamu dimana? Saya gak tau." Jawabnya pelan. Aku menghela nafas lega. Sekelebat bayangan tentang bejatnya boss terhadap sekretaris langsung sirna dari pikiranku. Eh apa aku sedang berpikir bahwa Pak Damar ini akan macam-macam padaku? Astaga Naya.

"Di...." Aku celingak celinguk mencari gang tempat kosku berada.

"Disitu. Di gang depan dekat supermarket itu." Pak Damar mengangguk dan mulai kembali menjalankan mobilnya.

"Sudah sampai. Turun sana." Ujarnya. Mengusirku? Hei aku juga tak meminta tumpangan pada dia.

"Terima kasih atas tumpangannya. Saya permisi." Ucapku kemudian dan membuka pintu mobil.

Bantinganku mungkin agak sedikit keras hingga membuat Pak Damar membuka jendela mobilnya.

"Hey Danaya!" Teriak Pak Damar.

"Apa lagi Pak?" Kesalku. Ini bahkan masih gerimis dan aku ingin segera merebahkan tubuhku ke kasur empuk di kosanku. Apa belum cukup dengan setumpuk pekerjaan tadi?

"Ini, pake payung saya. Diluar hujan." Ia menyodorkan sebuah payung lipat berwarna abu-abu. Segera saja aku mengambilnya. Refleks aku memberikan senyum mengembang dan segera membuka payung tersebut.

"Makasih, Pak."

"Jangan mikir macem-macem. Saya cuma gamau kamu sakit terus saya harus cari pengganti kamu lagi. Itu akan bikin pekerjaan saya terbengkalai dan berdampak buruk pada perusahaan." Jelasnya panjang lebar. Sial! Aku segera menarik senyumku berganti dengan tatapan kecut dan segera melangkah pergi.

**

Aku merebahkan tubuhku di kasur kecil empuk yang ada di kosan. Rasanya sukar untuk beranjak. Apalagi keadaan diluar masih gerimis. Tapi perutku lapar.

"Nayy!! Assalamualaikum!!" Teriak seseorang diluar. Pasti Fira. Suara melengkingnya bahkan sudah kuhafal diluar kepala.

Dengan berat hati aku beranjak untuk membukakan pintu. Dan lihatlah, wajah kecut Fira sudah menyambangiku.

"Lama deh. Dari mana aja sih lo Nay?" Kesalnya lalu melenggang masuk ke dalam kosanku.

"Gue baru pulang Fir. Si boss es batu itu ngerjain gue. Dia bener-bener ga ngasih gue istirahat seharian ini." Jawabku kesal mengingat setumpuk pekerjaan yang Pak Damar berikan tadi.

"HAH? Emang lo sama dia abis ngapain?" Fira membalikkan tubuhnya dan membulatkan matanya.

"Eh dasar ya pikiran lo Fir! Ga ngapa-ngapain lah." Ia langsung mengelus dadanya lega.

"Yaa abisnya lo ngomongnya ambigu sih Nay."

Fira langsung menaruh sekantung makanan di meja kecil yang ada di depan tv. Melihatnya langsung membuatku berbinar.

"Alhamdulillah, gue emang punya temen yang pengertian." Kataku sambil langsung menyambar mie ayam yang ada di atas meja.

Fira menggelengkan kepalanya melihat tingkahku.

"Jadi gimana sama Pak Damar?"

"Gimana apanya?"

"Yaa...selama lo kerja sama dia beberapa hari ini."

Hampir saja aku tersedak dengan pertanyaan Fira barusan.

"Ya gak gimana gimana lah Fir." Jawabku santai sambil melahap mie ayam super lezat ini.

"Ah kaku lo Nay. Lo gaada baper baper gitu sama Pak Damar?" Aku tertawa miris.

Baper? Yang aku selalu emosi dengan kelakuannya padaku.

"Boro-boro baper. Yang ada, gue kesel sama dia."

"Lah kenapa?"

"Udah orangnya jutek, diktator, bawel lagi."

Fira tertawa kencang. Aku menatapnya dengan tatapan aneh dengan alis yang terangkat sebelah.

"Lo ngapa?" Tanyaku bingung. Fira menghentikan tawanya.

"Pak Damar emang begitu Nay. Tapi asli dia orangnya baik kok."

"Yaiya baik lah. Kalo jahat, gue juga pasti gamau kerja sama dia."

"Udahlah deketin aja...."

"Gila lo."

**

Author POV

Naya terus berjalan tergesa memasuki lobi kantor. Ia melirik jam tangan yang bertengger di tangan kirinya.

"Gilak. Bisa-bisanya gue telat. Bakal disemprot baygon nih sama Pak Damar." Gerutu Naya sambil terus mempercepat langkahnya. Heels setinggi 5cm dan rok span selututnya juga cukup membuatnya kesulitan berjalan.

Ia memasuki lift dan menemukan sahabat karibnya tengah menatapnya bingung.

"Heh, lu kenapa?" Tanya Fira bingung melihat keringat mulai bercucuran di pelipis Naya.

"Gue telat sist. Aduh udah deh gausah banyak nanya, gue buru-buru." Begitu pintu lift terbuka, Naya langsung setengah berlari menuju ruangan Damar.

Sesampainya di depan pintu ruangan Damar, Naya menghentikan langkahnya dan merapikan sedikit kemejanya yang berantakan akibat ulah lari-lariannya.

"Semoga gue ga disemprot. Baru kerja, masa udah dipecat. Malu sama kucing." Gumam Naya sambil tertawa kecil membayangkan muka flat Damar dicampur omongan pedasnya.

Tok tok..

"Masuk."

"Permisi, Pak."

Naya langsung masuk kedalam ruangan Damar. Namun ia dibuat terkejut karena ada seorang wanita berpakaian cukup terbuka yang sedang duduk di sofa ruangan Damar sambil meliriknya sinis.

"Siapa dia Kak?" Tanya wanita itu dengan tatapan yang sinis pada Naya.

"Sekretaris baru saya." Jawab Damar pelan.

"Oh. Bagus deh."

"Dasar cewe gajelas." Gerutu Naya dalam hati.

"Ada apa kamu kesini?" Tanya Damar dengan wajah garangnya.

Naya yang tertangkap sedang melirik sinis wanita tadi langsung mengalihkan pandangannya kearah Damar.

"Itu....eunggg...mau....balikin payung!" Ucap Naya sambil memberikan payung kecil yang dipinjamkan Damar semalam.

Damar tak menjawab atau memberikan respon barang satu katapun. Naya yang merasa canggung dengan kehadiran wanita di dalam ruangan Damar langsung buru-buru ingin kembali ke mejanya utuk bekerja.

"Tunggu, Danaya." Panggil Damar menghentikan langkah Naya.

"Apa lagi Pak?" Tanya Naya dengan nada sebal.

"Saya kasih kamu toleransi hari ini. Besok, jangan telat lagi. Atau saya akan potong gaji kamu." Naya membulatkan matanya sempurna dan mengangguk lemah.

"Dasar bos galak." Gumam Naya kesal dan langsung melangkah keluar ruangan Damar.

---------------------------------------------

Danaya and The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang